Chapter 27

442 18 2
                                    

Happy Reading

RATE M (18++++++++)
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

MASIH POV BEN

Aku tidak tahu lagi dengan apa yang sedang kulakukan saat ini. Aku sudah tidak bisa menahan kerinduanku kepada lelaki yang kini berdiri di sebelahku. Kami berada di dalam lift setelah tadi aku memesan satu kamar di hotel ini. Tangan kami saling bertaut erat. Rasa rindu tiba-tiba muncul membuncah menghilangkan akal sehatku. Membawa Alwi bersamaku menuju sebuah kamar privat.

Berbanding terbalik denganku yang begitu cemas dan campur aduk. Alwi sejak tadi diam hanya menurut dan mengikutiku tanpa suara. Dan aku tahu dia pasti juga merasa cemas.

Ting!

Suara pintu lift terbuka di lantai sepuluh hotel ini. Aku masih menggandeng tangannya. Aku baru melepasnya saat akan membuka kunci pintu kamar. Setelah terbuka aku memberikan tanda pada Alwi untuk masuk terlebih dahulu. Aku menyusulnya dan menutup pintu kembali tentu tidak lupa untuk menguncinya.

Alwi berbalik memandangku.
"Kenapa kau membawaku ke sini?"

"Aku hanya ingin memastikan suatu hal."

"Apa Ben? Bukankah...hemmpt.. "

Aku tidak membiarkan lelaki ini bicara lagi. Langsung ku cium bibirnya dengan brutal. Awalnya Alwi hanya diam. Sama seperti saat pertama kali kulakukan ini padanya. Kemudian dia mengalungkan kedua tangannya di leherku. Membalas cumbuanku. Aku hampir mengumpat, ternyata masih ada rasa seperti dulu. Aku sangat menikmati ini. Sepertinya aku belum 100% sembuh.

Kuakhiri pergulatan kami, kuhapus jejak salivaku pada bibir Alwi dengan jariku. Aku menyatukan dahi padanya. Bisa kurasakan Alwi mengatur nafas.

"Ben..."

"Jangan bicara dulu Al."

Dia benar-benar diam. Aku hanya ingin meyakinkan diriku dulu dengan situasi ini. Aku duduk di sofa. Menyandarkan punggung. Kupejamkan mata. Wajah Della terlihat jelas dipelupuk mataku. Rasa bersalah bersarang di hatiku. Namun bayangan keakraban Della dengan pria lain sangat membuatku sedih.

Kurasakan sentuhan hangat di lenganku. Alwi duduk disebelahku, menyandarkan kepalanya di bahuku. Dulu suasana seperti ini yang selalu kurindukan. Menghabiskan waktu hanya berdua dengannya untuk waktu yang lama.

"I love you."
Suara Alwi terdengar lirih.

Aku menatapnya, menelusuri setiap incin bagian tubuhnya. Aku masih mengagumi lelaki cinta pertamaku.
"Al, aku tidak bisa menjajikan apapun kepadamu. Namun, kuakui aku masih menyimpan perasaan terhadapmu. Aku..."

Jari telunjuknya memberikan tanda pada bibirku agar diam.

"Aku tidak peduli dengan statusmu sekarang. Yang terpenting aku sudah mengetahui isi hatimu itu sudah cukup. Dan terimakasih Ben, kau mau memaafkanku."

"Siapa bilang aku memaafkanmu!"
Kataku dengan cepat.

"Lalu untuk apa kau membawaku ke sini dan menciumku tadi?"

"Akan kumaafkan kesalahanmu setelah kau menebusnya padaku."
Ucapku datar.

"Katakan apa yang harus kulakukan untuk menebusnya Ben. Kau mau nyawaku, akan kuberikan."
Katanya meyakinkanku. Dan aku tahu Alwi tidak main-main dengan ucapannya.

Senyum seringai muncul dari wajahku. Dulu dia selalu menolak dengan sentuhan fisik, tak lebih dari sekedar ciuman di bibir. Katanya dulu dia masih terlalu takut dengan hubungan sesama pria ini. Kali ini apakah dia masih menolakku.

The Gay Man Is My Future Husband ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang