Chapter 6

603 29 0
                                    

Sejak keluar dari rumah tak henti-hentinya Della mengrutu karena bundanya memasaksa untuk mengantar makan siang ke apartemen Ben yang menurut informasi dari bundanya itu jika calon suaminya sedang sakit. Bahkan pengemudi taksi yang dia naiki terdengar tertawa pelan melihat tingkah laku Della yang menghentak-hentakkan kaki dengan kesal. Semua rencana yang dia susun untuk melihat bahan yang akan dia gunakan untuk produk tas gagal sudah.

Della tahu kalau bundanya sudah menyuruhnya melakukan sesuatu pasti tidak akan menyerah untuk memaksanya sampai semua dia lakukan sesuai keinginan bundanya.

Moodnya semakin buruk saat dia melangkah untuk pertama kalinya ke tempat tinggal Ben. Dilihatnya gedung di depannya menjulang tinggi. Cukup besar untuk ukuran sebuah apartemen mewah. Della kembali mengingat angka unit apartemen yang akan dia sambangi. 244 lantai 5 kata bundanya tadi. Segera mungkin dia masuk ke dalam lift yang tersedia dan menekan tombol angka 5.

Ting. Pintu lift terbuka membawa Della menelusuri sebuah lorong lebar yang bercat putih. Sekarang Della sudah di depan pintu yang bertuliskan angka 244. Sesaat dia memencet bel dan berbunyi.

Mata Della berkejap mendengar pintu terbuka. Di depannya ada seorang pria berwajah bule dengan rambut pirang. Della tidak kenal dengan orang tersebut. Della kembali melihat angka yang tertulis di pintu.
Benar 244, apa bunda salah menyebutkan nomor?

Pria di depannya hanya diam menatap tajam seperti tidak suka.
"Sorry sir, is this unit 244" tanya Della.
"What you doing here?"
"Heh, you know me?" tanyanya sambil menunjuk ke wajahnya sendiri.
"Yes. You are Della."
Della begitu kaget dengan bule ini ternyata mengenalnya. Sedangkan dia betul-betul tidak merasa pernah mengenalnya.

"Ben's fiance. I know you." kata si bule lagi seolah tahu pertanyaan dalam hati Della.
"Oh you are Ben's freind!" seru Della.
"You wish!" ucap bule sadis.

Dari dalam apartemen terdengar suara pria lain. Suara yang sudah Della kenal hampir setahun belakangan ini.
"Who's coming honey?"
Della menyipitkan matanya nampak berpikir. Honey? Oh mungkin nama bule ini honey.

Ben keluar dari bilik salah satu ruangan hanya dengan kaos putih yang senada dengan celana pendek yang dia pakai. Rambutnya berantakan mencuat khas orang baru bangun tidur.

Ben mendekat ke ambang pintu. Melihat Della lekat-lekat. Pria bule sebelahnya melirik sebentar dan mata Della dibuat melotot seperti mau keluar dari tempatnya ketika si bule mencium bibir Ben lalu menjauh darinya. Beberapa kali Della mengedipkan mata menyakinkan apa yang dia lihat barusan hanya ilusi.

"Kenapa kemari?" Ben bertanya dan Della masih shock dengan apa yang dilihatnya.
"Kamu tidak mendengarku?"
Della masih diam.
"Della, answer me!"
Della kaget, "Iii iya... Apa?"
Ben mendengus kesal. "Ada keperluan apa kamu kemari?"
"Oh ini bunda menyuruhku untuk mengantar makan siang untukmu."
"Ya sudah, ayo masuk."
"Aku...aku langsung pulang saja."
"Udah jangan bawel, masuk! Aku ingin mengatakan sesuatu."

Della menurut perkataan Ben mengekori dengan pandangan mata ke bawah. Masih memikirkan adegan cipokan bibir dua pria tadi. Hingga hidung Della terasa membentur benda kokoh seperti tembok. Ternyata itu punggung Ben.
"Aduh." Della mengusap hidungnya yang sudah tampak merah.
"Duduk." seperti kerbau dicucuk hidungnya Della mengikuti semua perkataan Ben.

Pria bule tadi duduk di kursi dekat dapur. Tatapan matanya tetap tidak ramah. Della sungguh merasa tidak nyaman berada di ruangan itu.
"Karena kau sudah tahu, jadi akan kuperjelas. Ini adalah alasan aku menentang perjodohan ini."
Ben diam sejenak, menunjuk pria bule yang masih nyaman duduk di sana.
"He is Roy, my boyfreind."
"Maaf bisa diulangi!" ucap Della bingung.
"Roy adalah pacarku, ya kami adalah pasangan gay." terang Ben santai.
Raut wajah Della terlihat amat sangat terkejut. Mulutnya membuka seperti gadis bodoh. Dia melihat Ben lalu ke Roy. Kembali melihat Ben dan ke Roy lagi. Dengan kuat dia menggelengkan kepala. Dia tidak percaya kalau kehidupan macam ini benar-benar ada. Pasangan gay yang banyak di ceritakan di novel-novel.

"Hahahahah" Roy tertawa terbahak. "Sepertinya tunanganmu mau pingsan."
"Boleh aku bertanya?" akhirnya Della mengeluarkan suara.
"Apa?"
"Apa om Jay dan tante Ratna tahu kalau kau..... " Della menggantung kalimat.
"Ya, mereka tahu kalau putra satu-satunya penerus Ash's Corp mempunyai kelainan seksual.

"Karena itu merema berusaha memisahkanku dari Roy dengan cara perjodohan konyol ini."
Dengan tenang Ben menjelaskan semuanya. Della tidak tahu apa yang dirasakannya saat ini. Yang pasti bingung. Della harus keluar dari tempat itu. Sungguh tak menyangka bahwa calon suaminya adalah gay. Della tidak tahu harus tertawa atau menangis. Dunia ini memang gila.

-----------++++++-------------

Hati Della dipenuhi seribu pertanyaan. Dia harus mencari tahu semua kejadian yang baru saja dia alami. Dan yang bisa menjawan hanya orang tua Ben alias calon mertuanya. Namun hatinya juga gundah gulana menimbang lagi niatnya. Sekarang dia berada di sebuah cake shop sendirian. Memandangi layar HPnya yang sejak tadi berada di tangannya. Setelah yakin dia menekan sebuah nomor kontak yang sudah tersimpan di HPnya itu.

Dering sambung telfon terdengar.
"Halo." sebuah suara yang dikenal Della milik tante Ratna.
"Assalamualla'ikum  tante, ini Della."
"Walaikum sallam, iya tante tahu ini kamu sayang. Ada apa tumben telfon tante."
"Ada yang ingin Della tanyakan sama tante."
"Iya, apa sayang?"
"Soal Ben, tan."
"Ben? Kenapa dengan Ben?"
"Ehm begini... Tadi Della pergi ke apartemen Ben. Dan di sana Della ketemu seseorang yang diakui Ben sebagai kekasihnya."
"Apa! Aduh, Del maafin Ben ya. Nanti biar tante yang urus Ben."
"Bukan itu maksud Della, tan. Kalau memang Ben masih menjalin hubungan dengan pacarnya tidak apa-apa. Tapi ini yang membuat Della beryanya-tanya adalah kekasih Ben seorang pria. Ben mengakui kalau mereka gay. Dan Ben juga bilang kalau om dan tante tahu soal itu.

"Maafin Della tan, sepertinya Della gak bisa meneruskan pernikahan ini."

Hening. Tak ada suara jawaban dari Ratna.

"Tante masih disana?"
"I...iya Del. Tante mohon Della tetap mau nikah sama Ben."
"Gak bisa tan. Setelah saya tahu, saya merasa sedang dipermainkan. Nanti biar Della bilanh ke ayah sama bunda. Pasti mereka bisa ngerti."
"Jangan, tante mohon jangan!" suara Ratna menahan tangisnya.
"Maaf sekali lagi, ini sudah menjadi keputusan Della. Telfon akan saya tutup. Assalamualla'ikum."
Tampa mendengar jawaban salam dari Ratna, Della menutup sambungan telfon.

Ini sudah benar, ya ini yang terbaik. Aku gak mau punya suami yang tidak mencintaiku. Terlebih lagi kalau dia seorang gay.

^^^^^^^°°°°°°^^^^^^^^^

Maaf ya semakin ngelanturr

The Gay Man Is My Future Husband ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang