Chapter 22

633 33 0
                                    

Happy reading...

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam saat Ben keluar dari gedung perusahaannya. Namun, dia tidak mengendarai mobilnya pulang ke rumah. Ben butuh seseorang untuk membantunya dalam memecahkan segala kerumitan rumah tangganya.

Sudan beberapa hari istrinya sedikit menjaga jarak dengannya semenjak kejadian di bandara. Awalnya Ben mencoba mengerti, mungkin Della membutuhkan waktu untuk melupakan mantan terindahnya.

Tapi ini sudah dua minggu Della terus-terusan menyibukkan diri dengan pekerjaan. Walaupun kewajiban melayani suami masih dia lakukan. Kecuali yang itu.
/ishh apaan sih heheh/

Mobil Ben berhenti di sebuah parkiran apartemen mewah. Dari bentuk fisik gedungnya saja yang begitu bagus dan luas bisa ditebak yang mampu menyewa apartemen ini pasti hanya orang berduit.

Dengan pakain kantornya yang masih lengkap, Ben masuk gedung tersebut. Seorang penjaga resepsionis menyambut dengan senyum. Ben hanya membalasnya dengan sekali anggukkan kepala. Dia menuju lift untuk naik ke lantai 8 dimana tepat yang akan dia tuju.

Pintu bernomor 117 Ben berdiri dan memencet bel. Rumayan lama dia menunggu di depan pintu hingga membuatnya geram pada penghuni tempat itu yang tidak segera membukakan pintu.

Tiba-tiba pintu terbuma menampakkan seorang pria asing dengan wajah bantal. Melihatnya dari kaki sampai kepala.

"Ngapain kamu ke sini? Mengganggu orang tidur! Kamu kan tahu aku baru landing tadi siang."
Suara kesal dari empunya tempat Ben bertamu. Tanpa dipersilahkan, Ben menyelonong masuk begitu saja. Tentu saja pemilik ruangan itu hapal betul dengan kebiasaan tamunya.

Dengan langkah kaki agak malas pria yang dikunjungi Ben berjalan ke dapurnya mengambil botol air mineral dari kulkas. Meneguk minumannya tanpa memperdulikan kehadiran Ben di sana.

Lalu dengan tatapan bosan melihat Ben yang juga menatap tak kalah jengahnya.

"Cepat katakan keperluanmu datang ke sini, supaya aku juha cepat tidur lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Cepat katakan keperluanmu datang ke sini, supaya aku juha cepat tidur lagi."

"Apa tidak ada kerjaan lain selain tidur yang kau lakukan?"
Tanya Ben agak kesal juga.

"Kalau kau bukan sepupuku sudah kutendang keluar dari sini."

"Coba saja kalau kau berani, Florian Asher. Dan kupastikan kau juga tidak bisa menikmati kebebasanmu lagi."
Balas Ben.

"Brengsek...!"

"Sialan...!"

Setelah saling mengumpat mereka berdua saling tatap dengan sengit seolah memancarkan sinar laser dari mata masing-masing.

"Aku butuh bantuanmu."
Akhirnya Ben mengungkapkan tujuannya mendatangi sepupunya itu.

Florian mengangkat alisnya sebelah.
"Apa aku tidak salah dengar? Ternyata ada yang tidak bisa kau lakukan juga hah... "

The Gay Man Is My Future Husband ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang