☆EIGHTEEN☆

3.6K 190 20
                                    

♟﹏﹏SMW﹏﹏♟

Pagi-pagi.

Livia perlahan membuka kedua matanya. Ditatapnya langit-langit kamar sambil mengembuskan napasnya pelan. Dia masih di kamar itu. Sebenarnya dia berharap kalau ketika membuka mata berada di gubuk rumah orang tuanya di Indonesia.

Tetapi kenyataan mengatakan kalau dia sekarang berada di dalam kamar yang seharusnya bukanlah kamarnya melainkan kamar kakak kembarnya.

Pergerakan kecil di sampingnya membuat Livia sontak menoleh lalu membulatkan matanya menyadari kalau tangan Nader berada di atas perutnya. Perlahan dia menyingkirkan tangan Nader lalu menaruhnya di atas tempat tidur dengan perlahan juga.

Livia turun dari tempat tidur lalu masuk ke dalam kamar mandi. Hari-harinya begitu dan akan terus begitu seperti seorang tahanan tanpa bisa menawar, melawan bahkan protes. Ia merasa hidupnya tak berarti apa-apa dan sudah seperti sebuah boneka di tangan pria yang tak lain kakak iparnya sendiri.

Sambil melepaskan pakaian tidur semuanya kemudian masuk ke dalam ruang kaca untuk shower. Livia mengucurkan air ke atas kepalanya, membasahi seluruh tubuhnya. Baru saja beberapa hari tetapi hatinya rasanya ingin sekali berteriak dan berlari sekencang mungkin pergi dari sana.

Ketika mandi. Pikiran Livia mengembara kemana-mana. Terlintas lagi bayangan Hiro saat mereka berdua pulang dari acara di balai desa dan sepanjang jalan kehujanan. Hiro mengantarkannya dengan motor dan Livia memeluk Hiro dari belakang di dalam hujan. Romantis bukan untuk orang kampung seperti mereka? Meski Livia jarang membaca novel ataupun menonton film-film romantis, tetapi setahun berpacaran dengan Hiro tak bisa dia lupakan begitu saja.

Tiba-tiba bayangan Hiro mendadak berganti menjadi bayangan Nader. Pelukannya, kecupan panas bibirnya, tatapan tajam matanya, galak, kasar namun berganti menjadi baik, lembut dan juga terlihat sangat khawatir jika dia terluka.

Setelah memakai sabun dan shampoo lalu membersihkan seluruh tubuhnya. Livia menyudahi mandinya dan dia bergegas keluar dari kamar mandi dengan bathrobe serta seperti biasa handuk melingkar menutupi kepalanya. Dia takut kalau Nader bangun dan lama menunggu giliran ke kamar mandi itu.

Benar saja, ketika keluar dari kamar mandi. Nader sudah bangun dan kini dia duduk di sofa sibuk dengan laptopnya.

Livia mengerjap menatap Nader yang sangat fokus berkutat di depan layar laptopnya. Seorang pengusaha apakah semuanya seperti Nader? Bangun tidur kerja sampai tidur lagi, kerja dan kerja. Apa otaknya tak pecah? Batin Livia ngeri membayangkan bagaimana para pengusaha muda itu memutar otaknya.

"Cepat berpakaianlah, hari ini banyak yang harus kita lakukan." Kata Nader tanpa menoleh melihat Livia.

Livia menjadi salah tingkah. Batinnya berkata lagi. Apa dia tahu kalau aku menatapnya dari tadi? Mungkin dia memang punya mata lain di bagian kepalanya sehingga tahu aku menatapnya tanpa melihat ke arahku.

Nader baru menoleh melihat ke arah Livia membuat Livia semakin salah tingkah merasa kalau Nader bisa membaca isi pikirannya atau juga hatinya. Ia pun bergegas meraih pakaian yang tergeletak di atas ranjang dan sudah pasti pilihan Nader. Tetapi kali ini sepatu yang dipilihkan tidak terlalu tinggi dan pas untuknya.

Livia masuk ke dalam ruang pakaian dan Nader segera menutup laptopnya kemudian bangkit dari duduknya melangkah ke kamar mandi.

Satu jam kemudian. Keduanya sudah siap berangkat.

"Kita sarapan dahulu menemani grandma." Kata Nader seakan takut kalau mereka lupa sarapan lagi seperti waktu itu dan membuat sakit magh istrinya kambuh.

Livia hanya mengangguk sambil mengikuti Nader dari belakang menuruni tangga.

Nenek Maria tersenyum melihat keduanya sudah turun. "Good morning cucu-cucuku. Hari ini kalian terlihat berseri-seri."

SECRET MY WIFE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang