☆FOUR☆

4.2K 205 28
                                    

♟﹏﹏SMW﹏﹏♟

“Masuk Non.” Kata Pak satpam itu ramah. Rumahnya yang kecil hanya ada satu kamar dan ruang tengah sangat sempit. Namun Livia bisa merasakan kehangatan di dalam rumah tersebut seperti berada di rumahnya.

“Jangan panggil Non Pak. Panggil Livia saja.” Kata Livia tersenyum kaku ketika masuk ke dalam.

“Siapa Pak?” tanya seorang gadis seumuran dengan Livia.

“Dia yang bekerja di rumah tempat Bapak bekerja Lia. Nasib malang menimpanya, jadi Bapak bawa ke sini untuk menginap semalam karena rumahnya jauh sekali.”

“Akh, benarkah?” tanya Lia tersenyum sembari meraba-raba sesuatu di depannya.

Livia menatapnya aneh.

“Dia buta sejak kecil.” Kata Bapak satpam menunduk sedih.

“Ahh, maaf. Saya-”

“Tidak apa-apa. Istrirahatlah. Bapak mau berganti pakaian dulu.” Kata Bapak satpam itu bergegas masuk ke dalam kamarnya.

“Nasib Malang apa yang menimpamu Livia?” tanya Lia sambil mencoba menghadap ke arah suara Livia.

“Aku …,” Livia menceritakan semua kejadian itu.

“Bapak juga sering mendapat perlakuan seperti itu.” Kata seorang wanita seumuran dengan Ibunya datang dari luar. Dia tampak membawa rantang makanan. “Hanya saja mau bagaimana lagi, Bapak bertahan demi kebutuhan pokok di rumah ini Non.”

“Ibu sudah pulang? Kenapa larut malam? Ini Livia Bu yang dibawa Bapak ke sini untuk menginap semalam.” Lia menjelaskan pada Ibunya.

“Hari ini di rumah majikan Ibu ada acara. Jadi banyak pekerjaan.” Jawab sang Ibu ramah melihat Livia.

“Selamat malam Bu. Maaf saya-”

“Tak apa. Anggap saja rumah sendiri.” Jawab Ibu itu sangat ramah tahu apa yang ada di pikiran Livia.

Bapak satpam keluar dari kamar sudah berganti pakaian.

“Pak. Apakah suami si bawel itu berbuat ulah lagi?” tanya Ibu pada Pak satpam.

“Iya Bu. Sudah banyak yang keluar masuk kerja di sana jadi pembantu. Tetapi tak ada yang betah.” Jawab Pak satpam duduk di dekat Lia.

“Apalagi melihat gadis cantik seperti Livia. Pasti langsung tergiur.” Canda Ibu itu. “Ibu bawa banyak makanan. Livia makan bareng yuk.” Katanya lagi menawarkan makanan yang dibawanya pada Livia.

“Tidak usah Bu. Saya tidak lapar.” Jawab Livia malu sendiri sudah banyak merepotkan.

“Aku juga tidak lapar Bu. Tadi sudah makan duluan sebelum Bapak pulang.” Jawab Lia.

“Kalau begitu. Kalian tidur saja. Sudah mau setengah satu malam. Jadi, Ibu akan menyiapkan kasur kedua untuk Livia tidur.” Ibu itu bangkit menyiapkan kasur tipis untuk Livia karena kasur mereka semuanya sangat tipis.

Livia dan Lia tidur di ruang tengah. Sementara Bapak dan Ibunya tidur di kamar.

Livia menangis dalam hati merenungi apa yang terjadi padanya. Kemalangan demi kemalangan menimpanya secara bertubi-tubi seolah tak memberinya jarak untuk sekedar bernapas.

Dia kini hanya bisa berdoa dan memohon jalan keluar agar bisa segera mempunyai biaya untuk pengobatan Ayahnya.

﹏﹏☆♥☆﹏﹏

Pagi pun tiba dan sayangnya mata Livia tak terpejam sedikitpun bukan karena rumah itu kecil. Tetapi pikirannya berkecamuk bermacam-macam pertanyaan menumpuk di bebaknya dan dari mana dia bisa mendapatkan uang dalam waktu dekat?

SECRET MY WIFE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang