Di sepanjang perjalanan menuju Puncak, hampir semua orang terlelap dalam mimpi. Termasuk Ziva yang kini kepalanya sudah mendarat di bahu Nusa.
Nusa hanya melirik, lantas menggelengkan kepala pelan. Kalau dilihat-lihat, Ziva dan Zea itu tak berbeda jauh. Mereka sama-sama seperti anak kecil yang butuh diperhatikan, namun hanya dibedakan oleh segi usia saja.
Semakin dalam Nusa memberikan sebuah tatapan, kenapa rasanya juga semakin nyaman? Ah, tapi masa iya dirinya jatuh cinta pada gadis menyebalkan ini?
Cuman ... memang, hatinya sempat dibuat luluh saat Ziva dengan rela membantu apa pun demi kebahagiaan dirinya. Ia tahu kalau tipikal gadis seperti itu pasti lelah karena otaknya melepuh usai belajar. Tapi ia masih kagum dengan perjuangan Ziva yang begitu keras.
"Lo cantik, tapi sikap lo yang nggak elegan," ucap Nusa dengan nada sepelan mungkin.
Cowok itu seketika tersenyum tanpa sadar. Terus melempar tatap ke arah Ziva yang semakin lama membuat dirinya menikmati senderan di bahunya.
Jujur, apa yang terucap melalui bibir kerap kali berbeda dengan apa yang Nusa rasakan. Walau terus marah-marah, mengusir gadis itu, namun sejak melihat kedekatan Ziva dan Zea, ada sebuah kerinduan yang membuat cowok itu betah untuk berlama-lama.
Kalau boleh jujur pun, ia menikmati kegiatan belajar bersama yang dipaksakan oleh Mela. Walau tentu saja sangat gengsi apabila harus diucap secara terang-terangan di hadapan Ziva.
"Nggak apa, kok, kalau Kak Nusa belum suka sama Ziva, aku juga udah bahagia liat muka kamu." Matanya masih terpejam, tapi entah apa yang membuat sang gadis sampai terbawa mimpi.
Telinga Nusa tampak panas rasanya saat mendengar kalimat menggelikan itu. Ada-ada saja, sedang tidur pun masih sempat bercerita.
"Nggak jelas," balasnya singkat.
"Iya, Kak. Nggak apa, kok, aku dikata-katain terus. Ziva tetep sabar, dan mungkin emang belum waktunya aja buat kita bersama," jawab gadis itu.
Ya ampun semakin tak bisa berkata-kata pula Nusa saat ini. Semakin sering dibalas, tapi justru sang perkataan semakin melantur. Bahkan Nusa pun semakin bingung dengan bagaimana perasaannya, ia itu tidak suka atau memang diam-diam menikmati?
Tapi kalau dipikir-pikir memang Nusa sejahat itu, ya? Selama 17 tahun menginjakkan kaki di bumi, sangat jarang memang ia berbuat kasar pada seseorang.
🍦🍦🍦
"Kak, bantuin ...." Kedua mata Ziva sengaja dibesar-besarkan agar terlihat imut, lalu bibir gadis itu pun dibuat melukiskan senyum.
"Ck!" Sedikit berdesis, walau yang terjadi justru berbeda dengan sang bibir.
Dibantu Nusa, akhirnya Ziva bisa melompat turun dari bus. Ukuran badannya yang hanya berkisar seratus lima puluh senti sungguh menyulitkan dirinya sendiri di kala harus turun dari tempat yang cukup tinggi.
Jika kakinya tak melangkah dengan tepat, maka sekujur tubuhnya akan menghasilkan lebam dan juga darah kental.
"Makasih, Kakak Ganteng!"
Nusa mengerut, hanya dibantu seperti itu saja sudah membuat sang gadis berucap histeris. Ya ampun, memang aneh cewek ini.
Setelah itu, mereka pun segera berjalan menuju tempat kamping. Ziva dan Nusa berjalan beriringan, sementara Sora melangkah sendirian di bagian paling belakang sembari berharap tentang ia dan juga Biru yang tak tahu kapan akan seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama Queen Life [COMPLETED]
Teen Fiction[Completed] Nusa akan berusaha untuk mempertahankan eksistensi eskul choir walau peminatnya bisa dihitung menggunakan jari. Tak peduli seberapa banyak tawaran untuk mengikuti olimpiade, fokusnya hanya ada pada eskul choir. Di tengah perjuangannya it...