Ia adalah Biru Samudera. Seorang sahabat dari lelaki yang Ziva kagumi. Wajahnya juga tampan, tapi hati Ziva masih akan bertahan di satu orang yang baru saja ia temui kemarin.
"Bi?" panggil Nusa spontan.
Biru menatap Nusa aneh seraya mengangkat bahu, tak ada sesuatu yang salah, lantas mengapa semua orang seolah tak terima?
"Hah?" tanya Biru bingung.
Nusa menggeleng cepat. Ya ampun temannya ini memang tak bisa jauh-jauh dari cewek cantik. Tak peduli dengan bagaimana karakternya, tetapi yang terpenting adalah penampilan. Memang tak pernah salah rasanya ia dalam hal memilih teman.
"Kakak Ganteng, sekarang kita satu ekskul, loh!" Ziva menghampiri Nusa, dan tentu saja kata-kata itu berhasil membuat Nusa menghembuskan napas untuk yang ke sekian kalinya.
Nusa bingung, bagaimana bisa Tuhan menciptakan seekor manusia aneh seperti ini? Baru saja bertemu kemarin di ruang BK, tapi sekarang sudah bertindak layaknya saling mengenal dalam hitungan tahun.
"Nggak usah lebay." Ya ... cukup tiga kata, tapi mampu membuat Ziva bungkam dalam hitungan detik.
💦💦💦
"Hai, Sora!" sapa Ziva sambil mendaratkan bokongnya di atas kursi kelas.
Sora terdiam dan sang retina masih fokus pada bacaan di hadapannya. Ia sedang terbawa suasana oleh isi novel. Tak ingin diganggu oleh siapa pun.
"Ih, gue dicuekkin melulu." Ziva mendengus kesal dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Macam tidak bisa menghargai orang yang sedang berbicara saja. Padahal kan mengeluarkan suara itu juga membutuhkan energi, masa tidak dihargai seperti ini?
"Hm," jawab Sora singkat. Sudah keluar dua huruf, itu artinya sudah diberi tanggapan. Itu prinsip Sora saat berhadapan dengan Ziva. Daripada berlama-lama menjawab dan menjadi gila, lebih baik melindungi diri sendiri.
"Sora, lo jangan nyebelin kek jadi orang. Ih, nanti gue kirimin santet, loh!"
Sora mengendikkan bahu. Ah, sudah biasa Ziva omong kosong. Tak lagi mempan bagi dirinya untuk takut apalagi was-was terhadap gadis bertubuh mungil itu.
Seulas senyum sontak terbit di bibir Ziva. Memicingkan mata, lantas menyentil telinga sahabatnya tersebut, lalu berdeham dengan suara wanita. "Nak, kenapa kamu masih main hp?!"
Kedua mata Sora seketika terbelalak lebar. Bagaimana bisa ada guru padahal jam pelajaran saja belum dimulai? Ya ampun, secara perlahan ia menoleh dalam keadaan mata terpejam. Menghirup napas dalam-dalam, kemudian membuangnya secara perlahan.
"Ma ... eh, anjir gue kirain gurunyabudah masuk. Ternyata lo!" ucap Sora tak terima—membuat Ziva yang semula berdiri di samping kursi segera berlari ke arah luar kelas. Terus tertawa dalam hati atas kepuasan yang ia buat sendiri. Lagi pula siapa suruh bermain-main dengan gadis seperti dirinya? Sekarang rasakan sendiri akibatnya!
Kring!!!
Baru saja Sora berniat bangkit, tetapi bel yang menandakan bahwa jam pelajaran pertama dimulai berhasil membuat Sora mendecak. Ah, sudahlah mungkin ini adalah tanda bahwa ia tak boleh menanggapi orang gila yang selama ini menjadi penguntit.
Seorang guru akhirnya memasuki kelas bersama setumpuk kertas ulangan Matematika. Ah, sudah pasti Ziva mendapatkan nilai terendah. Lagi pula apa tujuannya seorang ilmuan menciptakan rumus yang begitu sulit walau di masa depan nanti hal-hal horror seperti itu tak akan terpakai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama Queen Life [COMPLETED]
Roman pour Adolescents[Completed] Nusa akan berusaha untuk mempertahankan eksistensi eskul choir walau peminatnya bisa dihitung menggunakan jari. Tak peduli seberapa banyak tawaran untuk mengikuti olimpiade, fokusnya hanya ada pada eskul choir. Di tengah perjuangannya it...