Ziva sudah berusaha 'tuk tidak mengingat berbagai kejadian buruk tadi pagi. Tapi mengapa pikiran itu nakal? Ia justru melakukan hobinya, yaitu kembali berputar di kepala Ziva hingga gadis itu merasa pusing.
Tubuh mungilnya itu meringkuk di atas kasur. Berlian berharganya pun masih senang untuk bertamasya di sana.
"Sora, kenapa harus Kakak Ganteng gue yang lo pake? Kenapa nggak sama Kak Biru aja? Lo tau, 'kan, gue sayang sama dia?" Ziva masih sesenggukkan. Semburan angin dari ac yang menempel di dinding kamar pun seolah tak mampu membuat tubuh itu terasa dingin. Kebal rasanya.
"Kakak Ganteng, kenapa harus Sora? Kenapa nggak cewek lain aja? Emang aku kurang apa di mata Kakak? Aku terlalu jelek, ya? Terlalu bodoh dalam bidang akademis? Tapi nilai aku sekarang udah membaik, loh." Ziva tersenyum miris sambil menatap boneka Ice Bear yang ia letakkan di samping bantal.
"Bara," panggil Ziva pada boneka kesayangannya. Betul, nama itu ia ambil dari nama tengah Nusa yang dirasa memukau hati. "Emang Ziva pantes, ya, dikhianatin sahabat sendiri? Oh, iya, Ziva lupa. Kata Mama, anak yang nggak berbakti kayak Ziva gini tuh pasti menderita. Iya sekarang terbukti, kok. Ziva emang buruk, nggak boleh punya orang-orang yang tulus sebelum Ziva bisa dikatain berbakti sama Mama."
Ziva terus menganggap bahwa dirinya tak pantas untuk menikmati dunia. Merutuki diri sendiri adalah satu hal yang fokus ia lakukan sekarang hingga kedua matanya terpejam.
Memasuki sebuah layar hitam pekat yang ia rasa adalah sebuah penenang dari segala permasalahan yang ada.
"Ziva," panggil Nusa sembari menatap gadis itu penuh arti.
"Iya?" Kapan lagi Nusa bisa memanggil dengan nada manis seperti itu? Jika boleh meminta izin pada semesta, Ziva pasti ingin menghentikan waktu supaya bisa menikmati rasa bahagia berdua tanpa ada gangguan.
Nusa tak lagi menjawab.
"Kakak Ganteng mau ngomong apa?"
"Nggak apa, gue suka aja nyebut nama lo."
Ziva membelalakkan mata, lalu mencubit pipi cowok di sebelahnya itu cukup kencang. Seketika dalam hitungan detik, Nusa menyesal sudah memperlakukan Ziva layaknya seorang pacar. Gadis itu justru kambuh.
Nusa menatap wajahnya datar.
"Kakak Ganteng gemesin soalnya kayak aku."
"Hm."
"Ih, kok marah?" tanya Ziva panik. Apakah cubitannya tadi terlalu kencang? Aduh, apa jangan-jangan lapisan kulit pipi milik Nusa akan copot dan wajahnya akan berubah seperti zombie?
Sontak Nusa terdiam untuk yang kedua kalinya, supaya gadis itu terlihat semakin penasaran.
"Maaf, Kak." Ziva menunduk. Wajahnya penuh dengan penyesalan. Ternyata ia sudah salah memperlakukan seseorang. Tak seharusnya semua itu dilakukan demi menjaga perasaan satu sama lain.
"Hahaha ...." Terdengar gelak tawa yang cukup kencang. Tak jauh. Hanya berkisar beberapa senti. Betul, itu adalah suara Nusa.
"Kok serem ketawa sendiri?" Ziva meletakkan telapak tangannya di pelipis Nusa.
"Lo lucu, baperan."
Ziva berdecak.
Sampai akhirnya di saat itu pula, ada sebuah bayangan samar. Ia memberikan sebuah permen berbentuk hati. Hanya satu buah. Nusa meraihnya secepat kilat.
Beberapa jarinya sibuk merobek bungkus plastik permen tersebut. Dikeluarkannya permen itu dari sang tempat berlindung, lalu dijepit dengan kuat menggunakan sepasang jari jempol dan juga telunjuk Nusa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama Queen Life [COMPLETED]
Novela Juvenil[Completed] Nusa akan berusaha untuk mempertahankan eksistensi eskul choir walau peminatnya bisa dihitung menggunakan jari. Tak peduli seberapa banyak tawaran untuk mengikuti olimpiade, fokusnya hanya ada pada eskul choir. Di tengah perjuangannya it...