🐣11. Siapa yang Jahat?

487 65 26
                                    

Di kelas, Ziva hanya terduduk diam sambil menyembunyikan air mata melalui telungkupan tangannya. Ia bahkan tertidur hingga bel istirahat berbunyi. Guru yang mengajar pun tak ada niat untuk membangunkan Ziva, karena mereka pikir, siswi itu sudah besar, dan ia harus bisa memutuskan sesuatu sendiri. Jika tak niat belajar, ya ... tak apa. Semua tinggal dilaporkan pada wali kelas.

"Ziva ...." Suara samar itu berhasil membawa Ziva keluar dari alam mimpinya. Pipinya masih merah, bahkan matanya pun sembab.

"I-iya?" sahut Ziva dengan mata setengah memejam. Matanya masih tak sanggup untuk membuka dengan sempurna. Ia sendiri pun tak sadar, siapa yang memanggilnya sekarang. Suaranya tak asing, tapi pandangannya masih kabur.

"Ziva boleh ikut saya ke ruang ekskul? Ada anak-anak di sana. Mereka pengin berbicara sama kamu." Itu adalah Bu Doremi yang sudah membaca berita terhangat di sekolah pagi ini. Jujur, dirinya sendiri pun terkejut, namun masih setengah percaya jika yang melakukan ini semua benar-benar Ziva.

Sebab rasanya hal ini pun masih tak masuk di akal. Ia yakin jikalau Ziva adalah anak baik. Walau memang gadis itu memiliki riwayat tak baik di depan guru-guru, tapi sang guru muda ini yakin, kalau perbuatannya tak akan sebelok ini.

"Hah, iya. Sebentar saya mau cuci muka dulu." Ziva sempat mengintip layar ponselnya sebentar. Astaga sudah pukul 10.00 sekarang. Itu artinya tadi ia tidak mengikuti pelajaran dan tidak mengerjakan soal ulangan? Mampus! Tapi ya sudahlah, mungkin para guru pun sudah tidak peduli.

Namun, sudah dapat dipastikan sepertinya, sebentar lagi dirinya pasti akan datang ke ruangan Bu Happy setelah melayani panggilan dari Bu Doremi. Ah, hari ini benar-benar buruk. Andai saja ia memiliki kekuatan untuk melewati hari tak menyenangkan, pasti ia akan menuntut semesta untuk memberikan keajaiban itu secara unlimited.

Di saat langkahnya sudah mendekati ambang pintu, otaknya seketika mengalami perputaran waktu. Jika ia pergi ke ruang ekskul, itu artinya akan bertemu Nusa lagi. Berarti Ziva akan semakin dibuat sedih. Harus bagaimana ia sekarang? Masa iya menolak?

"Ziva?" panggil Bu Doremi sekali lagi yang sudah berdiri di depan kelas. Niatnya kali ini hanya satu, yaitu meminta klarifikasi dan juga membuat semua orang mengerti, apalagi posisi Ziva di ekskul itu sangat penting, berjasa pula demi keberadaan choir di SMA Alderra.

Remaja itu membulatkan mata. Napasnya tak karuan. Aduh, alasan apa yang harus ia lontarkan supaya Bu Doremi tak jadi mengajaknya ke ruang eskul?

"Eh, eh, i-iya, Bu Cantik," balas Ziva terbata-bata. "Maaf, Bu, Ziva nggak bisa ikut."

"Loh, kenapa?" tanya Bu Doremi penasaran. Walau Ziva menjawab tak mau, pastinya akan ada cara lain yang ia gunakan supaya anak itu menuruti perintahnya.

"Ziva ...." Dirinya tak lagi melanjutkan jawaban. Rasanya terlalu bingung untuk menjelaskan. Antara yakin dan tidak, apakah Bu Doremi akan ikut menyalahkan? Bisa jadi.

"Ada apa, Nak?"

Ziva diam. Astaga ... kalau memang ini yang akan terjadi, mengapa ia harus bangkit  dan menyetujui ajakkan Bu Doremi? Pemikirannya memang sungguh luar biasa.

"Ziva masih ngantuk?" tanya Bu Doremi. "Ya sudah cuci muka dulu saja di toilet sebelah ruang ekskul."

Mau tak mau akhirnya anak itu mengangguk pasrah. Berharap saja pada kehadiran Bu Doremi yang akan memperbaiki suasana. Semoga saja Nusa bersikap lebih lembut dibandingkan tadi pagi. Eh, bukankah Nusa selalu bersikap apa adanya di depan semua guru?

Mampus gue! Nanti  pura-pura pingsan aja, deh, batin Ziva. Eh, tapi kalo yang gotong gue bukan Kakak Ganteng gimana? Ih, Ziva, udah tau lo lagi bermasalah sama dia, ngapain masih berharap, sih?

Drama Queen Life [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang