Ziva sibuk men-sceenshot layar ponselnya. Berbagai macam bukti ia kumpulkan di dalam satu folder. Keningnya terus mengerut—penasaran dengan jenis ponsel yang berhasil membobol Instagram-nya.
Ia buka akun e-mail dan ditemukan sebuah tampilan mengenai ponsel Android yang berhasil membobol. Sudah dapat dipastikan pelakunya adalah orang terdekat, sebab ia sendiri pun bisa menebak apa kata sandi Ziva.
Jika memang, dan ia menggunakan ponsel jenis Android , apa mungkin itu adalah perilaku Sora? Sedangkan untuk orang-orang lainnya itu lebih banyak menggunakan Ios.
Ziva menggelengkan kepalanya cepat. Ah, buat apa juga Sora melakukan itu semua? Tidak penting. Eh, apa mungkin karena selama ini Sora iri atas kehidupan Ziva yang berada di ambang atas? Gadis itu pula sangat suka mengeluh.
"Duh, siapa, sih? Kok orangnya kurang kerjaan banget?!" celoteh Ziva di dalam kamar. Bibirnya manyun sepuluh senti seraya melipat kedua tangan di depan dada.
"Tunggu ... pasti dia ngelakuin ini semua karena nggak suka gue ada di ekskul choir. Tapi ... siapa?" Ziva tampak berpikir. Banyak kunang-kunang yang sedang berputar di atas kepalanya. Berbagai macam nama, mulai dari anggota, wakil ketua, dan bendahara pun terlintas. Tapi sepertinya bukan mereka semua. Eh, bisa jadi. Ah, siapa?
Seketika kedua mata Ziva pun ikut terbelalak lebar. Ah, tidak, masa iya itu perilakunya?
"Nggak mungkin kelakuan Kakak Ganteng. Dia aja sibuk, terus bijak. Masa, sih?"
"Astaga, Ziva! Lo nggak boleh mikir yang negatif terus ke gebetan. Stt ... udah, diem!" celotehnya pada diri sendiri.
Tapi kenapa semakin sering menebak, dirinya menjadi tambah kepo? Haruskah ia menggunakan jasa IT profesional atau pekerja lainnya untuk mencari tahu? Jangan, nanti dimarahi Mela.
Sudahlah lebih baik Ziva lanjutkan saja pengumpulan bukti itu untuk diserahkan kepada Nusa besok. Tak usah terlalu lama berpikir siapa yang menjadi dalang, karena ujung-ujungnya pasti Ziva jadi tak suka pada orang itu dan tak bisa berperilaku profesional.
"Tapi kalau ternyata Sora gimana?" tanyanya pada diri sendiri seraya menatap langit-langit kamar.
🍄🍄🍄
Ziva melempar tasnya ke atas meja. Lalu segera mengeluarkan beberapa lembar kertas berisi beberapa bukti. Dengan semangat ia buka tas itu, sampai beberapa lembarnya jatuh mencium lantai.
Karena di pagi hari adalah waktu di mana para siswa harus berlalu-lalang, maka kertas itu pun tak heran sudah menerima berbagai jenis bercak hitam.
Ziva mendengus. Kesal dengan mereka semua. Bagaimana jika Nusa justru jijik atau mungkin tak mau menyentuh benda itu? Tak tahukah mereka jika sekarang Ziva sedang berjuang untuk mendapatkan permintaan maaf?
"Jalan bukannya liat-liat, kek. Kasian tau kertas Ziva jadi item kayak muka Sora," desis sang gadis seraya melirik tajam ke arah Sora. "Minta maaf aja enggak, malah main pergi gitu aja."
Hati Ziva terus berceloteh kesal, lagi pula kenapa meminta maaf untuk hal yang sepele seperti ini aja susah? Memangnya bisa pingsan jika mengucap satu patah kata itu?
Sora masih duduk diam. Tak ada sedikit pun niat untuk membantu Ziva mengangkat semua kertas-kertasnya. Ia masih berpikir soal Leo yang baru saja datang ke rumahnya kemarin. Seluruh barang yang menghinggap di rumahnya pun jatuh berserakkan. Tak tahu lagi apa yang diinginkan oleh cowok itu.
"Ih, Sora bukannya bantuin malah main hp melulu." Ziva berdecak. Apakah hidup Sora selalu dipenuhi oleh ponsel? Mungkin yang berharga hanya benda itu. Jadi, ibarat Ziva pergi ke kantin tanpa mengajaknya pun sepertinya Sora juga tak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama Queen Life [COMPLETED]
Novela Juvenil[Completed] Nusa akan berusaha untuk mempertahankan eksistensi eskul choir walau peminatnya bisa dihitung menggunakan jari. Tak peduli seberapa banyak tawaran untuk mengikuti olimpiade, fokusnya hanya ada pada eskul choir. Di tengah perjuangannya it...