🐣5. Ditolak

666 79 47
                                    

Sora terdiam. Semua hanya menjadi angan yang indah. Tak mungkin berubah sesuai apa yang diinginkan. Sadarlah, Sora, kamu hanya bisa bermimpi, menyaksikan kebahagiaan orang lain. Hidupmu cukup dengan perenungan kapan kau sukses dan bahagia dengan uang.

Mendiang orang tuamu sudah miskin, tak mungkin kau biarkan kehidupan tujuh turunanmu juga kekurangan kika tidak belajar dengan baik. Sudah, tak usah menyiksa diri sendiri dengan beriri hati pada orang lain.

Entahlah, tapi rasanya Sora tak yakin dengan dua paragraf di atas. Apakah mungkin ia bisa membiarkan sahabatnya hidup bahagia dan menikmati hidup? Iya ... ia harus bisa ikhlas!

Semoga. Semua hanya bisa ia ucapkan dalam kata pertama. Pertahanan akan ia coba hadang sekuat mungkin agar tidak berbelok, tetapi dirinya pun ragu, bagaimana jika suatu saat semuanya runtuh di saat keadaan semakin menjadi tidak adil?

Sampai akhirnya ketika Ziva selesai menganggu Nusa dan kembali ke hadapan Sora, gadis itu masih tak bisa berkata-kata sembari menahan air mata.

Ia tak tahu mengapa Biru bisa terlihat sangat berbeda, padahal sebelumnya ia sudah memegang prinsip untuk tidak menyukai laki-laki lagi dengan tulus. Tapi ... mengapa semua menjadi berbalik dan membuat Sora semakin tenggelam dalam cinta yang hanya bisa dipendam selamanya.

Mungkinkah ini yang disebut dengan karma? Dulu Sora tak pernah serius saat berpacaran dengan laki-laki. Tapi kenapa semakin lama ia jadi paham apa itu jatuh cinta?

"Ra, udah lo nggak usah bego kayak gini. Cinta itu buta. Lao nggak bisa nyuruh diri lo sendiri buat diem," ucapnya pada diri sendiri.

Tak 'kan mungkin ada kesempatan untuk bersama Biru, terkecuali ia harus melepas rasa malu atau mungkin berdoa supaya keajaiban datang.

"Ra?" panggil Ziva yang mulai panik karena kantin sudah sepi. Tak lagi ada satu orang pun di sana terkecuali mereka berdua, apalagi melihat Sora yang tampak berbicara sendiri dengan suara kecil.

Tak ada jawaban, gadis itu masih setia menatap kosong kursi-kursi tak berpenghuni. Meratapi nasib menyedihkan yang entah kenapa justru menghakimi dirinya sendiri terus.

"Soraia Bellatrix—sahabat yang tidak pernah Ziva cintai dan kagumi seumur hidupnya tolong sadar! Seorang Zivanna Alecia tidak mau bertanggung jawab apabila manusia di sebelahnya dirasuki oleh jin!" teriaknya lantang hingga para penjaga kantin sempat menoleh dan mencari tahu apa penyebab si sumber suara.

Sora akhirnya tersentak kaget dan pulih dari lamunannya. Astaga, apa yang ia lakukan sampai bisa seperti ini? Aduh, mana sahabatnya kumat pula sampai semua orang kini melempar tatap ke arahnya.

"Lo pikirin siapa? Nggak cemburu sama kedelatam gue dan Nusa, 'kan?" tanya Ziva penasaran.

"Habis ini pelajaran siapa, Va?" tanya Sora panik. Berusaha mengalihkan pembicaraan. Tidak, ia sangat anti dengan cowok sok dingin yang sengaja irit supaya mendapat perhatian.

"Bahasa Jepang," jawab Ziva santai sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia terlihat santai, karena nama Ziva di mata guru tersebut sudah tercemar akibat nilai-nilainya yang berada di ambang keperihatinan, jadi untuk apa juga ia memperbaiki segalanya?

Sontak Sora menarik pergelangan tangan Ziva—berlari menuju kelas. Sora tak mau bernasib seperti Ziva yang sudah pasrah jika nilainya berkurang sekalipun ketika terlambat memasuki kelas. Sora tetap ingin menjadi seseorang yang terlihat ambisius dan juga disiplin. Disayang oleh para guru, dan tentu mempertahankan status beasiswa yang membantu Bu Doremi dalam menghidupi dirinya sendiri.

"Nggak usah lari-lari, sih, Ra! Capek tau!" protes Ziva di tengah jalan. Napasnya masih terengah-engah. Merasa bahwa Sora adalah manusia paling lebay sejagad raya.

Drama Queen Life [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang