07

2.9K 320 16
                                    

***

Malam semakin larut, tadi setelah selesai dengan siaran langsungnya itu Jiyong pergi mentraktir orang-orang yang membantunya siaran. Dan sekarang pria itu dalam perjalanan menuju rumah Lisa. Seunghyun sedang pergi menghadiri pameran lukisan di Tokyo, dan masih seperti dulu– Lisa tidak berani tinggal di rumah sendirian. Biasanya, kalau Seunghyun pergi, Lisa akan meminta Jisoo– teman sekolahnya dulu– untuk datang menemaninya. Namun malam ini, karena ia sudah berkencan dengan Jiyong dan pria itu juga tidak punya agenda apapun, Lisa meminta Jiyong untuk datang. Lalu kemudian dengan senang hati Jiyong akan datang kesana.

Sudah sejak tahun 2012 lalu Jiyong mengencani Lisa. Pria itu menyatakan perasaannya di studio rekaman YG, Lisa sedang menemaninya mengerjakan lagu dan seperti kerasukan Jiyong menyatakan perasaannya. Malam itu Lisa bercerita, kalau Jay Park mengajaknya berkencan. Gadis itu belum menjawab pernyataan Jay Park, hingga Jiyong yang saat itu merasa terancam kemudian langsung menyatakan perasaannya juga. Saat itu, Lisa bertanya pada Jiyong mengenai cara untuk menolak Jay Park, namun alih-alih memberi saran, Jiyong justru memberi Lisa alasan untuk menolak Jay– maaf, aku berkencan dengan pria lain.

Jiyong memarkir mobilnya di depan rumah Lisa, pria itu harus turun lebih dulu untuk membuka pagar rumah itu sebelum kemudian masuk dan memarkir mobilnya di halaman. Tanpa menekan bel lebih dulu, Jiyong membuka pintu rumah Lisa yang sangat terang– kebiasaan lama menyalakan semua lampu masih Lisa lakukan sampai sekarang. Pria itu melangkah masuk, mengurangi volume TV kemudian berteriak– memanggil Lisa yang ternyata ada di dapur. Lisa terlalu takut untuk masuk ke dalam kamar mandi, namun ia harus membersihkan wajahnya– jadi ia melakukan rutinitas itu di dapur.

Dengan pakaiannya yang sangat minim, Lisa menghampiri Jiyong di ruang tengah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan pakaiannya yang sangat minim, Lisa menghampiri Jiyong di ruang tengah. Gadis itu berdiri, memperhatikan Jiyong yang sudah tidak lagi memakai baju kuningnya. "Mana baju kuning tadi? Kenapa oppa tidak memakainya?" tanya Lisa, sembari berdiri dengan tenang di hadapan Jiyong.

"Bukankah aku yang seharusnya bertanya? Kemana bajumu?" balas Jiyong, yang tidak bisa mengalihkan pandangannya dari bagian-bagian tertentu di tubuh Lisa.

"Karena oppa akan datang, aku sengaja tidak memakainya," balas Lisa, ia menyadari kemana arah pandangan Jiyong. "Tadi aku merekam lagu baruku, tapi otakku tidak bisa berhenti memikirkanmu," ucap Lisa sedang Jiyong melangkah ke sofa dan duduk di sana. Pria itu meminta Lisa untuk duduk di sebelahnya dan bercerita disana.

"Kenapa? Karena siaran tadi?"

"Tidak- maksudku, oppa melakukan siaran tadi?" tanya Lisa, ia jatuhkan tubuhnya di sebelah Jiyong kemudian membuat Jiyong tertawa karena ucapannya.

"Berhenti berpura-pura, kau tahu tadi aku memakai baju kuning, dan kau juga menelponku tadi- nomor telepon siapa tadi? Itu bukan nomor teleponmu,"

"Tidak-"

"Siapa namamu? Berapa nomor teleponmu? 1+1 Gwiyomi!" potong Jiyong, mengikuti gaya bicara peneleponnya beberapa jam lalu. "Kau pikir aku tidak akan mengenali suaramu?" cibir Jiyong, yang kedua tangannya justru menarik Lisa naik ke atas pangkuannya. Berkat pakaian Lisa sekarang, muncul hasrat yang sulit Jiyong tahan.

"Kalau oppa mengenali suaraku, lalu kenapa kau terus bertanya siapa aku?" tanya Lisa yang kemudian memeluk Jiyong. Gadis itu kemudian berbisik, tanpa memberi Jiyong jeda untuk menjawab pertanyaannya, "lagu baru grupku membuatku terus saja memikirkan sentuhanmu," bisik Lisa, hingga Jiyong tanpa sadar menelan ludahnya sendiri.

"Seperti apa lagunya?" tanya Jiyong, dengan satu tangannya, ia belai tato yang ada di bagian belakang pinggul Lisa. Memberi sensasi geli yang luar biasa untuk kekasihnya.

"Aku tidak ingat," balas Lisa, masih memeluk Jiyong. "Aku hanya merasa tidak begitu baik malam ini, aku merasa sangat panas di bawah sana, mungkin demam?"

"Oh ya? Kurasa aku harus menyentuhnya untuk tahu kau benar-benar demam atau tidak," ucap Jiyong, yang tanpa menunggu jawaban Lisa langsung mengarahkan tangannya ke selangkangan gadis itu. "Hm? Kenapa sangat hangat disini? Apa ada api di dalam sana?"

"Dapatkah oppa melihatnya?"

"Tentu, kalau kau membuka celanamu sekarang. Aku akan mengeceknya untukmu sekarang," jawab Jiyong– yang lantas melepaskan tangannya dari tubuh Lisa.

"Disini?" tanya Lisa, ia bangkit dari duduknya kemudian berdiri di depan Jiyong dan melepaskan celananya begitu Jiyong memberinya persetujuan.

Sentuhan demi sentuhan terjadi sepanjang malam. Perasaan aneh yang menerpa keduanya tidak bisa lagi di tahan, tidak bisa lagi di hentikan. Deru nafas masing-masing dari mereka memburu, bisikan-bisikan menggoda sulit di hentikan. Tubuh Lisa berkeringat dan Jiyong dengan senang hati menyapu seluruh keringat itu. Seolah itu adalah malam terakhir mereka, keduanya tidak lagi menahan dirinya.

"Kau senang? Di sentuh pria yang menggambar tato ini?" tanya Jiyong, tanpa menghentikan dirinya yang sedang menjelajahi terowongan dalam tubuh Lisa.

"Ya," jujur Lisa. "Aku senang, karena setelah itu oppa marah," lanjut gadis itu, memprovokasi Jiyong, membuat malam mereka terasa semakin menggairahkan. Tatapan Jiyong membakar Lisa, setiap sentuhannya terasa begitu memabukan. Sedang suara nafas Lisa– yang terengah-engah– membuat Jiyong kehilangan akal sehatnya. Lisa membuat Jiyong menjadi sangat kasar malam ini.

"Aku ingin mandi dan pergi tidur," ucap Lisa, pada pukul empat pagi, masih di sofa dan dalam pelukan Jiyong. Pakaian keduanya masih berserakan di lantai, namun Jiyong sama sekali tidak berniat untuk melepaskan Lisa dari pelukannya.

"Nanti saja, aku masih ingin memelukmu," balas Jiyong, yang justru menciumi bahu telanjang gadisnya.

"Aku berkeringat,"

"Aku akan menyeka keringatmu," ucapnya– yang justru menyeka keringat di atas dada Lisa– membuat gadis itu kembali sesak nafas.

"Oppa tidak lelah?"

"Aku sedang berbaring sekarang,"

"Tidak, kau tidak sedang berbaring sekarang, aku bisa merasakannya,"

"Kalau begitu buat aku berbaring sekarang,"

Lisa akhirnya bangkit, namun bukan pergi mandi seperti yang ia katakan tadi. Kini gadis itu punya misi untuk menuntaskan malamnya yang amat panjang. Persetan kalau pukul delapan nanti ia harus pergi syuting, Lisa tidak bisa menahan dirinya dan ia pun sangat tahu kalau Jiyong juga tidak ingin berhenti sekarang.

Matahari akhirnya terbit, dan Lisa terpaksa membuka matanya karena sinar matahari yang menyilaukan itu mengenai wajahnya. Ia sudah ada di kamarnya sekarang, masih telanjang dengan Jiyong yang juga telanjang di sebelahnya. Kepalanya bergerak, menatap jam weker yang ada di mejanya dan jam itu masih menunjuk angka enam– ternyata ia baru tidur selama satu jam.

"Jam berapa sekarang?" gumam Jiyong, ia terbangun karena gerakan Lisa. "Aku harus ke studio jam sepuluh pagi,"

Lisa menjawab pertanyaan Jiyong dan pria itu kembali menyentuhnya– mereka masih punya waktu, pikir Jiyong. Namun alih-alih menuruti godaan Jiyong, gadis itu justru turun dari ranjangnya. "Aku tidak bisa bermain lagi,"

"Kenapa? Sudah saatnya kita kembali ke dunia nyata?"

"Hm... Aku harus bekerja jam delapan pagi ini," jawab Lisa, ia kenakan jubah kimono sutranya kemudian berjalan keluar dari kamarnya– melihat seluruh kekacauan yang mereka lakukan sepanjang malam. Lisa pikir mereka hanya bercinta semalaman, tapi ternyata mereka memakai banyak sekali benda semalam– hingga ruang tengah rumahnya benar-benar berantakan karena ulahnya sendiri.

"Wah... Lihat semua mainan itu, kurasa kau harus bertaubat-"

"Tolong sadar diri, oppa yang membeli semua itu," potong Lisa. "Bantu aku merapikannya sebelum Seunghyun oppa melihat semua ini," pinta gadis itu sembari memeluk lengan Jiyong. "Aku akan membuatkan sarapan, ya ya ya? Please... Aku harus pergi syuting jam delapan nanti," bujuk gadis itu dengan wajah manisnya– wajah yang tidak bisa muncul semalam.

***

Love Is a DogTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang