***
Lisa pikir badai telah berlalu. Setelah hampir delapan bulan ia tidak melihat Ten secara langsung, kini pria itu berdiri di depannya. Deru ombak menyapu bibir pantai, seolah tengah bercumbu ombak yang melahap bibir pantai malam ini membuat suara yang begitu keras. Namun kerasnya suara musik, deru ombak dan canda tawa semua manusia di pantai itu tidak dapat di dengar oleh Lisa.
Bohong kalau Lisa tidak pernah merindukan Ten, Lisa merindukan Ten dan memikirkan Ten dalam beberapa kesempatan. Ia punya waktu selama dua puluh empat jam dalam sehari dan di sela-sela waktu itu tentu ada Ten di beberapa detiknya. Mungkin hanya sekedar penasaran bagaimana hidup Ten sekarang, bagaimana pekerjannya dan bagaimana pria itu dapat mengatasi masalah-masalahnya, mungkin hanya khawatir, namun Lisa tidak dapat menjelaskan secara rinci bagaimana perasaannya untuk Ten. Tidak ada satu kata pun yang dapat menjelaskan perasaannya pada Ten secara keseluruhan.
Aku mencintainya, aku tidak ingin kehilangannya, aku membutuhkannya, kata-kata itu dapat dengan mudah Lisa katakan jika ia tengah membicarakan Jiyong. Namun ketika ia berurusan dengan Ten, ia kehilangan semua kata dalam kamusnya. Ia kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan perasaannya.
Perlahan Ten mendekat, begitu juga ingatan akan janjinya. Lisa berjanji akan menemani Ten berlibur keluar negeri setelah pria itu debut. Kemudian Ten menawar janji itu dan membuat Lisa menjanjikan sesuatu yang lebih spesifik– Lisa akan pergi ke Thailand bersama dengan Ten setelah NCT menjadi salah satu nominasi dalam satu ajang penghargaan. Saat itu Lisa menjanjikan perjalanan tersebut hanya sebagai dukungan agar Ten semangat dengan latihannya. Lisa sempat melupakan janji itu namun kini ia ada di Thailand tepat satu minggu setelah NCT mendapat penghargaan sebagai pendatang baru terbaik di salah satu ajang penghargaan.
"Ku pikir noona sudah melupakan janji itu, ku pikir hanya aku yang mengingatnya," ucap Ten, hendak memeluk Lisa namun gadis itu justru melangkah mundur, menghindari Ten.
"Aku tidak datang kesini untuk menepati janji itu," jujur Lisa. Terasa begitu menyakitkan memang, namun ia tidak punya pilihan lain. Baik Lisa maupun Ten kini tersiksa dengan perasaan mereka masing-masing. Lisa di ikat oleh rasa bersalah yang menyesakan, sementara Ten terluka karena rasa rendah dirinya sendiri.
"Aku tahu, kau datang untuk menonton konser kekasihmu," jawab Ten. "Karena itu aku datang kesini sembari berharap dapat bertemu denganmu, agar seolah-olah kau datang untuk menepati janjimu," lanjut pria itu dengan senyum yang begitu menyedihkan di wajahnya. Senyum yang membuat Lisa ikut merasa sedih bersamanya. Senyum yang begitu menyedihkan itu membuat Lisa ingin memeluknya, namun ia harus bertahan. Semua yang sudah ia usahakan akan hancur begitu tangannya bergerak merengkuh Ten.
Lisa tidak bisa lagi berada disana. Ia takut mendengar lebih banyak lagi kata-kata yang akan Ten ucapkan dan ia pun takut Jiyong melihat mereka disana. Tanpa sadar gadis itu mulai menghitung berapa banyak orang yang akan terluka karenanya. "Maaf, aku harus pergi," ucap Lisa, yang lantas melangkah melewati Ten, berjalan menjauhi pantai dan berencana kembali ke hotel– dimana Jiyong dan teman-temannya tengah melakukan pertemuan terakhir sebelum konser mereka besok.
"Jangan pergi," ucap Ten, yang tanpa berfikir merengkuh Lisa kedalam pelukannya. "Aku tahu ini salah. G Dragon adalah orang yang sangat hebat, aku juga tidak percaya dapat melakukan ini padanya. Tapi aku tidak bisa menahannya. Aku tidak bisa menghentikan hatiku,"
Lisa melepaskan pelukan Ten, ia tidak mendorong Ten. Gadis itu melepaskan pelukan Ten dengan begitu lembut seolah ia berencana mendapatkan Ten kembali. Lisa merapatkan topi pantai yang ia kenakan, ia ia khawatir akan ada seorang pun yang akan mengenali mereka disana. Namun rasa khawatirnya itu tetap tidak sebesar rasa bersalahnya. Beberapa kali wajah Jiyong melintas di kepalanya. Ia ingin segera pergi dan memastikan Jiyong tidak terluka karenanya, namun raut wajah Ten membuatnya tidak bisa melangkah lebih jauh. Pria muda itu terlihat sangat putus asa, terlihat begitu serius seolah dunianya baru saja hancur.
"Aku tidak pernah memaksakan kehendakku sebelumnya. Tidak bisakah aku jadi egois dan serakah sekali saja? Kali ini saja. Aku tidak akan pernah meminta apapun lagi. Aku berjanji akan menerima hukumanku, apapun itu. Ku mohon, sekali saja," bujuk Ten dan Lisa memeluknya.
Kini badai benar-benar datang. Jiyong ada disana, melihat dan mendengar dengan jelas apa yang Lisa bicarakan dengan Ten. Pasti akan jadi hiburan yang sangat menarik kalau Jiyong menghampiri mereka, menarik kekasihnya yang tengah memeluk pria lain kemudian memukuli pria itu di depan semua pengunjung pantai. Namun sikap kekanakan itu hanya akan membahayakan karir mereka bertiga, karenanya Jiyong justru memilih untuk berbalik dan pergi dari sana.
"Maaf, aku tidak bisa melakukannya. Kita harus berhenti disini, Ten. Kalau kita bersama, karirmu akan hancur, dan itu tidak boleh terjadi, mengertilah, aku pergi," pamit Lisa dengan belasan tali yang menyesakan dadanya.
Lisa kembali ke kamar hotel tempatnya menginap. Ia sudah benar-benar kalut karena Ten namun perasaan itu harus ia tekan dalam-dalam karena ekspresi Jiyong ketika ia masuk. Jiyong terlihat sangat dingin, duduk di atas sofa sembari memegang sebotol vodka yang telah di sediakan oleh pihak hotel di dalam lemari es kamar itu.
"Aku melihatmu tadi," ucap Jiyong menjelaskan alasannya marah tanpa menunggu Lisa bertanya. "Duduklah. Jelaskan padaku situasinya," suruhnya kemudian.
Lisa duduk, di atas sofa yang sama, di sebelah Jiyong. Gadis itu melepas topinya, memangku topi tersebut dan meremas ujung-ujungnya, menahan rasa takut yang menggerayanginya. Sementara Jiyong terlihat jadi semakin dingin setiap detiknya. Pria itu duduk di sebelah Lisa, namun rasanya seperti ada jurang pemisah yang sangat dalam di antara mereka.
"Oppa-"
"Kau benar-benar berkencan dengan pria lain?" tanya Jiyong, tidak berbasa-basi lebih lama lagi. Namun Lisa hanya diam dan perlahan menundukan kepalanya. Ia sudah tertangkap basah, apa lagi yang bisa ia katakan sekarang? Lisa sudah tidak bisa mengelak lagi. "Kalau kau menyangkalnya, aku akan mempercayaimu,"
"Maafkan aku,"
"Sangkal saja, aku akan mempercayainya," desak Jiyong namun Lisa tidak juga menyangkal perbuatannya. Ia menatap Jiyong dengan dengan raut bersalahnya sedang Jiyong membalas tatapan itu dengan mata tajamnya. Terlalu tajam hingga rasanya mata itu menusuk dada Lisa.
Tali-tali menyesakan yang Ten ikatkan di dada Lisa, kini terputus. Lisa sudah tidak merasakan sesak lagi, namun itu tidak berarti ia baik-baik saja. Rasa sesak di dadanya pergi bersamaan dengan hancurnya dada itu.
"Oppa, semuanya sudah berakhir, maaf-"
Jiyong menarik nafasnya dalam-dalam. Ia harus berusaha keras agar tidak berteriak malam itu. Dengan kasar, ia letakan vodka yang belum sempat di minumnya ke atas meja.
"Aku tidak bisa tidur disini, aku akan tidur di kamar Seungri," ucap pria itu sembari beranjak bangkit dari duduknya.
"Oppa," sekali lagi Lisa menahan Jiyong, namun Jiyong justru menepis tangan gadis itu.
"Aku bilang aku akan pergi ke kamar Seungri," ulangnya, dengan sedikit menaikan nada bicaranya. Rasa kecewa tergambar jelas dalam suara pria yang sekarang meninggalkan Lisa sendirian di dalam kamar hotel itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is a Dog
FanfictieCinta seperti anjing, ketika dia mengigitmu, ikat dia bersamamu (Mad Clown - Love is a Dog From Hell). Siapa yang paling terluka? Siapa yang paling mencintai? Ketika aku melihatmu gila karenaku, aku tertawa (Mad Clown - Fire).