14

1.5K 235 15
                                    

***

"Pergilah ke Islandia bersamanya," ucap nyonya Kwon, setelah Lisa akhirnya pergi dari ruang rawat itu menuju gedung agensinya. Gadis itu mengaku punya janji temu dengan Woobin, mungkin untuk berbincang mengenai kontrak kerjanya yang sudah hampir habis. "Dia sedang sedikit kesulitan disini, setelah acara di Hongkong waktu itu, orang-orang masih membicarakannya," lanjut nyonya Kwon, yang tentu membuat Jiyong membulatkan matanya karena sedikit terkejut. Menurutnya Lisa baik-baik saja selama ini.

"Lisa tidak peduli dengan omongan orang lain, eomma tidak perlu khawatir," jawab Jiyong usai mendengar cerita ibunya mengenai dua gadis yang membicarakan Lisa tadi. "Kalau dia selalu sedih setiap kali mendengar komentar orang lain, dia tidak akan jadi seperti sekarang," tambah Jiyong, mencoba menenangkan ibunya yang terlihat seolah tengah mengkhawatirkan anak gadisnya.

"Hanya karena dia tertawa tidak berarti dia senang, hanya karena dia bilang tidak peduli bukan berarti dia benar-benar tidak peduli," balas nyonya Kwon, tanpa mengatakan kalau tadi Lisa sempat menangis karena ucapan gadis-gadis itu. "Bujuk Seunghyun untuk pergi berlibur bersamanya, Lisa butuh  kalian saat ini," saran nyonya Kwon yang sayangnya justru Jiyong tolak. Kalau memang Lisa sedang tertekan karena komentar orang-orang, skandal tentu akan memperburuk keadaan itu.

Nyonya Kwon menyerah, berdebat dengan putranya adalah hal tersulit dalam hidupnya. Entah apa masalahnya, namun nyonya Kwon selalu kalah setiap kali berdebat dengan Jiyong. Anak bungsunya itu, selalu punya seribu satu alasan untuk membantah ucapannya. "Kau serius dengan hubunganmu kali ini?" tanya Nyonya Kwon kemudian, membuat Jiyong tersedak air yang sedang diminumnya. Bocah itu bahkan hampir saja menyemburkan air minumnya ke wajah sang ibu.

"Kenapa eomma bertanya begitu? Mengejutkanku saja. Eomma pikir aku tidak serius karena tidak ingin menemaninya ke Islandia? Oh ayolah, eomma... Skandal hanya akan membuat masalah ini jadi semakin buruk," jawab Jiyong setelah ia mengusap bibirnya sendiri dengan tissue pemberian ibunya.

"Tidak, eomma hanya penasaran karena kau sudah mengencaninya terlalu lama. Kalau kau tidak berencana menikahinya, jangan mengencaninya terlalu lama, jangan terlalu sering menginap di rumahnya juga," nasihat sang ibu, yang kali ini berhasil membuat Jiyong menutup mulutnya.

"Bagaimana eomma tahu kalau aku menginap-"

"Bagaimana mungkin aku tidak tahu? Kau putraku. Kau selalu bilang akan menginap di studio tapi setelah itu, kau pulang ke rumah dengan wajah berbunga-bunga. Bagaimana mungkin aku tidak tahu kalau kau baru pulang berkencan?"

"Apa appa juga tahu?"

"Mungkin? Tapi dia tidak pernah membicarakannya," jawab sang ibu yang kemudian meraih tangan putranya, ia genggam tangan pria itu kemudian melanjutkan ucapannya– "dengar, Kwon Jiyong, kau sudah dewasa sekarang, kau sudah tidak bisa hidup hanya dengan spontanitas saja,"

"Kenapa eomma tiba-tiba membicarakan ini? Sesuatu terjadi di rumah? Eomma bertengkar dengan appa?"

"Mana mungkin," balas nyonya Kwon, ia usap helaian rambut putranya, kemudian tersenyum canggung kepadanya. "Eomma sedih sekaligus bersyukur," jawabnya. "Eomma, kasihan melihat kekasihmu dan oppanya. Tidak ada orangtua yang membela mereka selama ini. Tidak ada eomma dan appa yang mendukung mereka. Tapi, eomma juga bersyukur, karena apa yang terjadi pada mereka, tidak terjadi padamu."

Sementara sore itu Jiyong berbincang dengan ibunya, di tempat lain Lisa justru mengemudi sendirian. Setelah melihat orang yang berdiri di depan pintu kamar rawat itu, ia tidak memikirkan apapun. Ia tidak tahu apa yang membuatnya merasa begitu kosong. Ia merasa hidupnya sudah sangat luar biasa saat ini, karirnya stabil, pekerjaannya baik-baik saja, keuangannya pun tidak bermasalah dan ia dikelilingi banyak orang hebat. Kalau ia bersyukur, dunianya benar-benar sempurna sekarang. Tapi di sudut lain kesempurnaan itu, ia merasa begitu kosong.

"Kau jadi pergi ke Islandia?" tanya Woobin– alasan Lisa datang ke agensi siang ini. Mereka tidak punya janji apapun sebelumnya, namun dua puluh menit lalu Lisa menghubungi Woobin, bertanya pada si CEO agensinya apakah mereka bisa bertemu untuk membahas kontrak mereka saat itu juga. "Kenapa tiba-tiba datang? Kau bilang ingin pergi berlibur?"

"Kurasa berlibur justru hanya membuatku merasa semakin sedih," jawab Lisa.

Sekarang mereka ada di dalam gedung agensi, di lantai tertinggi agensi tersebut, di dalam ruang sang CEO. Masih ada beberapa bulan sebelum kontrak kerja Lisa berakhir, namun gadis itu justru ingin segera memperpanjang kontraknya. Seunghyun tentu sibuk dengan hidupnya sendiri, begitu juga dengan sang ayah yang sekarang sudah punya keluarga baru, ibunya pergi entah kemana, lalu kekasihnya pun punya hidup dan kesibukannya sendiri. Lisa tahu, orang-orang disekitarnya tetap akan meluangkan waktu untuknya. Ia tahu, mereka semua mampu menunda semua kesibukan hanya untuknya. Namun mengharapkan perhatian semua orang itu membuatnya merasa menyedihkan. Ia ingin menyibukan dirinya, agar tidak perlu merasa terlalu kesepian dan begitu menyedihkan.

"Aku akan memperpanjang kontrakku," lanjut Lisa, sedang Woobin sang CEO masih sibuk membuat dua cangkir kopi untuk mereka. "Tapi aku ingin merilis album solo,"

"Baiklah,"

"Aku ingin memilih sendiri lagunya,"

"Tentu,"

"Aku juga ingin menjadi tokoh utama dalam MV-nya,"

"Tentu saja sayang, kau bisa melakukannya,"

"Dengan konsep yang seksi," pinta Lisa sekali lagi, kali ini Woobin sudah selesai dengan kopinya dan ia melangkah mendekati Lisa dengan dua cangkir kopi di tangannya.

"Aku baru saja menggiling biji kopinya sebelum kau datang tadi," ucap Woobin, membuat kesan spesial dalam kopi yang ia buat itu. "Konsep seksi? Tentu saja kau bisa melakukannya,"

Lisa berterimakasih atas kopi tersebut, namun ia tidak benar-benar tertarik pada acara giling-menggiling itu. Ia tersenyum, namun sesaat kemudian senyumnya lenyap. "Aku ingin memilih model yang akan masuk-"

"Kau bisa melakukan semuanya," potong Woobin. "Narsha tidak memperpanjang kontraknya, tapi tentu saja dia tidak keluar dari BEG. Dia akan bergabung dengan agensi kekasihnya. Jea, Miryo dan Gain juga akan segera meneleponku setelah mereka bosan dengan liburannya. Sampai kontrak baru kalian selesai di perpanjang, kau bisa melakukan apapun yang kau mau, bahkan merilis album solo dengan konsep seksi yang kau bicarakan,"

"Terimakasih,"

"Kau sudah punya rencana mengenai album itu? Duet dengan kekasihmu?"

"Tentu saja tidak," jawab Lisa yang kemudian meraih handphonenya, ia melihat beberapa kontak telepon di handphonenya itu dan kembali berucap– "aku ingin bernyanyi dengan Heechul, Kim Heechul,"

"Heechul? Bukan Eunhyuk?"

"Bukan, aku ingin Kim Heechul,"

Woobin mengerutkan dahinya. Ia tidak pernah menduga kalau Lisa ingin berduet dengan Kim Heechul. Permintaan gadis itu juga terasa begitu mendadak, namun Woobin tidak mengatakan apapun selain menyetujuinya. Berkat Lisa dan grupnya, agensi mereka kini berkembang, walau tidak dalam bidang musik. Woobin masih kesulitan mencari pemusik lain, namun ia dan agensinya sudah punya banyak sekali pemasukan melalui aktor, aktris serta pembawa acaranya.

"Kau sudah punya lagu yang ingin kau rilis?" tanya Woobin dan Lisa menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak memiliki apapun selain keinginan dan waktu luang," jawab Lisa, yang kali ini membuat Woobin harus menghela nafasnya. Ia pikir Lisa sudah memikirkan segalanya, entah itu lagu dari kekasihnya atau lagu dari produser lain. Woobin pikir Lisa sudah punya rancangan album yang ingin ia rilis.

"Kalau begitu, aku akan menghubungi Heechul begitu kau punya draft untuk albummu,"

"Aku akan menghubunginya sendiri, aku ingin melakukan segalanya sendiri kali ini- ah tidak, aku tidak bisa melakukan segalanya sendirian, tapi aku ingin terlibat dalam semua prosesnya,"

"Lisa-ya, apa sesuatu baru saja terjadi?" tanya Woobin, yang akhirnya memberanikan diri untuk bertanya. Lisa terlalu berbeda hari ini. "Seseorang mengganggumu?"

"Sepertinya tidak,"

***

Love Is a DogTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang