***
Jadwal konser Jiyong akhirnya berakhir. Semua agenda telah selesai dan evaluasi seluruh kegiatan pun selesai dilakukan. Kini Jiyong di beri kebebasan– untuk sekedar berlibur atau melakukan hobinya, sebelum nanti ia mulai sibuk dengan album barunya lagi. Bekerja dalam bidang seni, musik, tidak bisa dipastikan seperti seorang akuntan. Begitu satu proyek selesai, tidak serta-merta penggiat seni itu langsung beralih ke proyek selanjutnya. Seperti handphone yang dayanya perlu di isi ulang, mereka juga begitu.
Kali ini di rumah sakit, Jiyong mengisi ulang daya tubuhnya. Di dalam sebuah kamar kelas satu, pria itu berbaring di atas ranjang. Cairan infus mengalir dalam pembuluh darahnya. Tubuh kurus itu benar-benar hancur karena konser dunia yang berturut-turut sepanjang tahun. Kelelahan dan kurang gizi menjadi penyebab utama ia tumbang. Dua hari lalu Jiyong sudah pergi ke rumah sakit– karena ia hampir pingsan di tengah-tengah penampilannya. Namun di malam setelah konser itu, ia tetap bersikeras untuk langsung pulang ke rumah.
"Kau sudah bangun, tuan muda?" sapa Lisa, gadis itu baru saja melangkah masuk ke dalam kamar rawat kekasihnya dengan sebuah kotak bekal di tangannya.
"Kau masih disini?"
"Tentu saja, bagaimana aku bisa pamit pulang kalau oppa langsung tidur begitu dokter pergi?"
"Berapa lama aku tidur?"
"Tiga jam, kurasa," Lisa mendekat ke ranjang. Sekitar tiga jam lalu, Lisa yang membawa Jiyong ke rumah sakit karena tidak tahan melihat wajah pucat pria itu. Rencananya hari itu Jiyong akan mengajak Lisa ke pameran lukisan yang diselenggarakan seorang temannya. Jiyong menjemput Lisa di pukul sepuluh pagi, namun di pukul sepuluh tadi, Lisa justru memaksanya untuk pergi ke rumah sakit. "Aku belum memberitahu orangtuamu, haruskah aku memberitahu mereka?" tanya Lisa, ia ulurkan tangannya kemudian ia peluk pria yang masih berbaring itu.
"Hm... Aku akan memberitahu mereka agar kau bisa pulang dan beristirahat." Jiyong balas memeluk Lisa, ia usap rambut gadis yang tengah memeluknya itu kemudian ia cium pipinya.
Lisa melepaskan pelukannya, ia dudukan tubuhnya di tepian ranjang kemudian menatap Jiyong yang masih berbaring. "Oppa, bukankah ini kebetulan?"
"Apa?" tanya Jiyong, yang perlahan-lahan mengangkat tubuhnya untuk duduk di depan Lisa.
"Jadwal promosi kita selesai bersamaan- hampir bersamaan maksudku,"
"Uhm... Kurasa ini bukan kebetulan, aku mengaturnya, tapi kalau menurutmu ini kebetulan, baiklah. Lalu kenapa? Kau ingin pergi berlibur? Bersamaku?" tanya Jiyong dan Lisa menganggukan kepalanya. Gadis itu kemudian bercerita, kalau ia ingin pergi melihat aurora di Islandia. Lisa juga memberitahu Jiyong, kalau Seunghyun tidak ingin pergi bersamanya. Seunghyun ingin berlibur di rumah, sekedar melukis, pergi ke pameran furnitur atau pergi ke galeri seni. "Bagaimana kalau ada skandal? Kalau kita hanya pergi berdua," tanya Jiyong, yang lantas membuat Lisa menarik ujung-ujung bibirnya, mengulas sebuah senyum yang dipaksakan.
"Tidak tahu," jawab gadis itu, ia menggeleng, masih sembari menunjukan wajah tersenyum yang justru terkesan kecewa itu. "Kurasa, aku akan mengurungkan niatku saja," lanjut Lisa menutupi rasa kecewanya dengan sebuah senyum serta topik pembicaraan lainnya. Gadis itu bertanya apa rencana Jiyong untuk liburannya dan sama seperti Seunghyun, Jiyong hanya ingin menghabiskan waktunya di rumah. Sekedar tidur atau menonton film di rumah. Ia sudah sangat sering berpergian dan ia rasa ia sudah bosan berkunjung dari satu bandara ke bandara lainnya.
Obrolan itu berlangsung cukup lama, sampai akhirnya Jiyong menghubungi keluarganya dan ibunya pun datang ke rumah sakit. Nyonya Kwon datang tiga puluh menit setelah Jiyong meneleponnya dan Lisa yang harus pergi ke lobby utama untuk menjemput wanita paruh baya itu. Sembari melangkah di lorong rumah sakit dengan topi hitamnya, hati Lisa terasa begitu nyeri– karena beberapa orang di lobby tengah membicarakannya.
"Dia memang adik TOP Big Bang, tapi kelakuannya benar-benar bertolak belakang. Lihat, berapa pendek pakaiannya saat ia duduk di sebelah Jungkook. Lalu saat menari di atas panggung, ia mencium Eunhyuk dengan pakaiannya yang seksi itu. Apa dia pikir tato di perutnya itu seksi? Kenapa dia memamerkan tato itu di depan umum?" ucap seorang gadis dengan pakaian pasien yang tengah duduk di lobby bersama temannya.
"Wanita tua itu pasti sangat suka sesuatu yang seksi, kurasa semua pakaiannya adalah pakaian dalam," balas teman si pasien, ucapannya sukses membuat Lisa menghentikan langkahnya sembari memperhatikan pakaian yang ia pakai– sebuah kemeja coklat berlengan panjang dengan celana jeans yang juga panjang. "Tapi kenapa dia datang ke acara itu? BEG tidak memenangkan penghargaan apapun, bahkan jadi nominasi pun tidak," lanjut si gadis.
"Oh kau sudah disini? Dimana kamar putraku?" tanya nyonya Kwon, ia sempat mendengar obrolan dua gadis itu dan ia juga sempat memperhatikan Lisa yang terlihat begitu sedih. "Astaga, ada apa denganmu cantik? Kau menangis?" tanya nyonya Kwon, yang sengaja menundukkan kepalanya hanya untuk melihat wajah Lisa yang tertunduk. "Jangan memikirkan komentar negatif. Kau sudah melakukan yang terbaik, kau berbakat dan kau luar biasa, jangan sedih, ya?"
"Uhm... Tidak, aku baik-baik saja," jawab Lisa, dengan cepat ia ulas kembali senyuman di wajahnya kemudian mengajak nyonya Kwon naik ke kamar rawat putranya. "Aku tidak apa-apa, ayo naik imo, oppa sudah menunggu di atas. Dia benar-benar sakit, kekurangan gizi seperti anak terlantar. Aku heran kenapa dia tidak pernah makan padahal masakanmu benar-benar luar biasa, imo harus memarahinya," oceh Lisa, yang merasa perlu menyembunyikan perasaannya. Bukan karena ia tidak ingin nyonya Kwon khawatir, melainkan karena rasa kasihan yang nyonya Kwon tunjukan justru membuatnya merasa begitu kecil.
Di dalam ruang rawat Jiyong, nyonya Kwon melaksanakan bagiannya– mengomeli Jiyong yang tidak makan dengan baik juga mengomeli anaknya yang sakit karena terlalu lelah itu. Sedikit obrolan ringan terjadi disana, sampai pada pukul dua siang, Lisa berpamitan untuk pergi lebih dulu. Beralasan kalau ia punya janji di gedung agensinya, Lisa melangkah keluar dari kamar rawat itu.
"Kau tidak marah tentang liburan itu kan?" tanya Jiyong, ucapannya menahan langkah Lisa tepat di depan pintu, menahan Lisa untuk tidak membuka pintunya lebih dulu.
"Tidak," jawab Lisa sembari berbalik untuk menatap Jiyong. "Tapi aku tidak akan menyerah semudah itu,"
"Hm? Apa yang akan kau lakukan? Jangan berfikir untuk operasi plastik hanya agar orang lain tidak mengenalimu, aku tidak akan membiarkannya,"
"Whoa... Imo! Kurasa oppa juga harus memeriksakan kepalanya..." adu Lisa. Ia urungkan niatannya pergi hanya untuk mendengarkan ocehan Jiyong yang baginya tidak masuk akal. Untuk apa Lisa mengoperasi wajahnya yang sudah sempurna itu?– pikir Lisa, yang bahkan nyonya Kwon pun heran dengan isi kepala putranya. "Aku akan pulang dan membujuk Seunghyun oppa sampai dia muak lalu bersedia pergi ke Islandia bersamaku, lalu dia akan kesal dan memaksa semua member Big Bang ikut bersamanya. Rencana yang sempurna kan?"
"Yongbae tidak akan ikut-"
"Akan ku bujuk Hyorin eonni agar dia mau ikut. Aku dekat dengan Hyorin- bukankah aku yang mengenalkanmu padanya? Kalau aku tidak mengenalnya padamu, mereka tidak akan dekat, kurasa sebentar lagi mereka akan berkencan. Woah... Bukankah keren kalau Yongbae oppa menyatakan perasaannya di bawah cahaya aurora? Bagus! Aku bisa meminta Yongbae oppa untuk membantuku membujuk Seunghyun oppa,"
"Kau tidak ingin membantunya?" tanya nyonya Kwon, yang kemudian terkejut karena Lisa tiba-tiba memeluknya, menciumi pipinya kemudian meminta nyonya Kwon membujuk Jiyong untuknya. Seolah Lisa memang benar-benar ingin pergi ke Islandia.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is a Dog
Fiksi PenggemarCinta seperti anjing, ketika dia mengigitmu, ikat dia bersamamu (Mad Clown - Love is a Dog From Hell). Siapa yang paling terluka? Siapa yang paling mencintai? Ketika aku melihatmu gila karenaku, aku tertawa (Mad Clown - Fire).