Hampir seluruh anggota keluarga Lallu sudah berkumpul di sana. Membuat Tama yang baru saja menuruni beberapa anak tangga langsung bergerak canggung menghampiri Lallu.
•rules•
Pria itu duduk di sofa, persis sebelah Lallu, gadis itu sedikit bergeser melapangkan jarak untuk Tama agar duduk dengan nyaman.
"Kamu mau terusin kuliah di sini atau luar negeri Tama?" Tanya Alina pada Tama yang sudah ia anggap sebagai putranya sendiri.
Tama sedikit bingung dan ragu untuk menjawab, bahkan sebenarnya ia lebih memilih untuk tidak kuliah agar tak merepotkan keluarga Lallu. Jika ia menjawab tak ingin kuliah hal itu pasti akan menyakiti hati ibu Lallu.
Mulutnya masih bungkam, sehingga membuat Lallu membuka suara, "Tama ikut aku, dia kuliah di sini." jawab Lallu yang sangat tahu apa keinginan dan tujuan pria itu sebenarnya.
"Iya tante, Tama kuliah di sini.." jawab nya sambil mengangguk dengan keraguan.
Semua yang ada di sana mengangguk, menyetujui ucapan Tama serta Lallu akan keputusan nya.
"Kenapa kalian tidak tunangan aja?" tanya nenek Lallu yang melihat keduanya tampak saling menyayangi.
Lallu dengan sopan mendekat ke arah sang nenek dan berlutut "Nek, Luna dan Tama itu hatinya menyayangi layaknya sahabat bukan pasangan, lagian Tama juga udah pacar di Jakarta." Lallu menjelaskan hal itu dengan lembut.
Neneknya mendesah pelan "Nenek merasa, cuma Tama yang sigap melindungi kamu." ucap neneknya.
Lallu tersenyum dan mengangguk "Iya Tama mampu banget melindungi aku, makanya dia jadi teman terdekat aku. Percaya atau enggak, Tama tetap di sisi aku walaupun dia punya pacar." jelas Lallu agar Neneknya tak perlu repot-repot menjodohkan nya
Alina yang sangat tahu watak ibu mertuanya itu hanya diam saja. Karena dulu Alina dan ayah Lallu bersahabat dan selalu bersama sejak SMA, membuat Jena memutuskan keduanya untuk segera bertunangan. Namun di posisi itu, keduanya memang sama-sama memendam rasa dan sedang tak memiliki kekasih. Jadi rasanya membahagiakan ketika mereka menikah.
Yang ia takutkan adalah putrinya memang menganggap Tama sebagai sahabat. Dan di paksa untuk bertunangan akan membuat psikologis-nya kambuh kembali.
"Bu.. Apa gak lebih baik mereka kuliah dulu, kita bicarain ini nanti aja ya?" ujar Alina dengan lembut.
Jena menggeleng cepat, "Saya yakin kalau Tama mampu melindungi dan menyayangi Luna." tegasnya melihat keduanya sudah terbiasa bersama sejak kecil.
Alina menyela "Iya bu, kita bicarakan nanti aja ya," tuturnya sopan dan lembut membuat Jena mengangguk menuruti ucapan Alina.
Lallu masuk ke dalam kamarnya dan keluar dengan membawa kunci mobilnya. Tama mengikuti langkahnya, namun Lallu mengatakan untuk pria itu tetap tinggal karena ia hanya ingin berkeliling sebentar sendirian.
Lallu melajukan mobilnya hingga kecepatan maksimal. Atap mobil bahkan ia biarkan untuk terbuka, hingga rambutnya ikut terkibas ke belakang karena terpaan angin.
Satu tangannya ia gunakan untuk penyanggah kepalanya di sisi kanan. Pikiran nya berkecamuk, ia tak mungkin melanggar ucapannya pada gadis baik itu. Tapi neneknya sulit untuk di tolak keinginannya, Lallu tak dapat melawan untuk menyangkal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rules
Teen FictionPERINGATAN ⚠ [Dilema memilih] Berpacaran bukan karena sayang dari awal tapi mencoba untuk sayang hingga akhir. Tak ada hubungan bukan berarti tak memiliki perasaan, semua itu terjadi karena merasa masih ada perasaan terkunci dan tak saling jujur.