EPILOG

1.6K 98 30
                                    

Masih di bibir pantai, satu pasangan yang awalnya sama-sama tak menyadari perasaan nya. Disebabkan oleh pikiran yang selalu menduga-duga, membuat keduanya terjebak di pikiran masing-masing. Mereka masih merasa menyesal, mengapa tak dari dulu mereka saling mengungkapkan perasaan nya.

"Maaf, aku belum bisa lepas cincin ini." cicit Lallu memilin cincin pertunangan nya dengan Tama.

"Gapapa, nanti biar aku yang berjuang lepasin cincin itu. Aku akan buat nenek kamu yakin, kalau aku 1000× pantas buat gantiin posisi Tama." Elang mengusap kepala gadisnya lembut.

Di pesisir pantai, dengan ombak sedang menerpa di kala langit menuju senja. Kedua berjalan santai menikmati angin pantai yang membelai kulit mereka.

"Aku itu bukan siapa-siapa, aku gak kayak Sean yang punya suatu yang di banggakan, kok mau sama aku?" Elang menatap wajah Lallu dari samping.

"Tapi gak selama nya kan kamu pengen jadi kayak gini?" tanya Lallu melirik Elang sekilas.

Elang terdiam sejenak, mengalihkan pandangan biru nya laut yang tak berhenti mencium bibir pantai.

"Enggak lah!" Jawab Elang singkat.

"Nah kan? Kamu emang ngeselin sih, keras kepala, bikin emosi, gak peka, tapi aku yakin kamu pasti bisa menjadi lebih baik."

Keduanya saling menatap. Hingga tiba-tiba tangan keduanya bersentuhan, saling menautkan jemari.

"Ini!" celetuk Lallu sambil mengangkat tangan mereka yang saling bertautan ke udara.

"Ini yang membuat aku mau terus sama kamu. Rasa hangat dan aman. Entah aku dimana, kamu bisa tiba-tiba datang gitu aja tanpa aku tau kamu darimana. Karena pada akhirnya, dengan kamu semuanya akan baik-baik aja." Elang tersenyum, begitupula Lallu. Kedua nya melangkah bersama di hamparan pasir putih lembut di sepanjang pantai.

"Yang aku bingung, kamu selalu muncul di saat aku dalam keadaan bahaya? Kebetulan atau kamu nguntit aku?" ini yang menjadi pertanyaan yang selalu melayang di pikiran nya.

Elang menunduk lalu tersenyum, "Kalau selama kita sekolah, itu kebanyakan gak sengaja. Aku juga gak tau, setiap jalan yang aku lewatin, pasti ada kamu di depan aku. Kalau di Bali, aku selalu memandang kamu dari jauh. Lagipula perumahan nenek kamu dan nenek aku itu gak terlalu jauh, jadi mempermudah aku buat perhatiin kamu."

"Rumah nenek kamu dekat sama perumahan nenek aku?" Lallu benar-benar terkejut mengetahui bahwa selama ini kawasan perumahan mereka dekat.

"Gak terlalu dekat, tapi gak jauh juga." jawabnya.

"Entah kenapa setiap di Bali, aku merasa kamu selalu dalam posisi gak aman. Maka dari itu, aku akan benar-benar tenang kalau kamu pergi sama beberapa orang suruhan nenek kamu. Kalau gaada mereka, aku selalu ada di belakang kamu tanpa kamu tau." ucap Elang tentang keresahan nya selama ini.

Lallu tampak menyimak, nemun kini giliran nya yang bicara.

"Pernah waktu di rooftop sekolah, aku benar-benar berharap kamu datang saat aku dalam bahaya. Padahal kan gak mungkin banget ya.. " Lallu terkekeh pelan.

"Kapan? Siapa yang mau celakain kamu? Masih ingat wajahnya?" Elang tergelak emosi, saat mendengar ucapan Lallu.

"Waktu kamu pergi gak ada kabar, gaperlu di bahas siapa orangnya. Lagipula dia udah gak di sini kok." ucap Lallu berusaha menenangkan Elang.

"Kejadian itu persis di tempat aku pukulin kamu sampai babak belur, kalau dulu kasus kamu aku pukul gara-gara cium pipi aku. Dia karena minta sesuatu yang paling penting untuk suamiku. Setelah aku pukul dia sampai babak belur, aku nangis karena aku ingat kamu. Dan dia minta di pukul aja daripada liat aku nangis."

RulesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang