a story by idewsmile
.
.
.
“Untuk apa kita berhenti disini? Gedung perusahaan ayahmu?” kata Kim Minjoo ketika mobil Ahn Yujin berhenti di depan lobi gedung perusahaan milik ayahnya, kantor dari Yeomsang Group.
Ahn Yujin menarik kunci perlahan, mematikan mesin mobilnya, “A-ha. Kau benar. Gedung Yeomsang Group,”
Kim Minjoo menatap Ahn Yujin seolah tidak percaya, “Untuk apa kau mengajakku kemari?”
“Tentu saja aku ingin memperkenalkanmu pada Ayahku, dan memintanya untuk memberikan restu. Aku akan bilang padanya kalau aku akan segera menikahimu,” ujar Yujin yang asyik bersiul sambil melepaskan seat belt miliknya.
“Hah?” Lagi-lagi Minjoo di buat terperangah oleh ucapan Ahn Yujin, “Kau sudah gila?”
“Bukankah memang aku sudah menjadi gila sejak aku jatuh cinta padamu?” kata Yujin mengedipkan sebelah matanya, “Ayo turun-“
“Y-Yujin!!!”
.
.
.
WE JUST BROKE UP
Minjoo benar-benar menahan diri untuk mengumpat pada gadis jangkung yang saat ini berjalan mendahuluinya, siapa lagi kalau bukan Ahn Yujin. Omong kosong besar saat Yujin mengiyakan tebakan Minjoo perihal tempat pertama yang akan mereka kunjungi hari ini, GameZone di Gyeokcheon bukanlah tujuan pertama mereka. Yujin mengajak Minjoo mengunjungi Yeomsang Group pagi ini. Yeah, Yeomsang Group.
Oh, serius. Minjoo sedikit bosan setiap kali beberapa karyawan yang berlalu lalang didalam gedung memberikan salam pada Yujin. Beberapa dari mereka nampak berbisik tiap kali tatapan mereka tertuju pada Minjoo. Siapa yang tidak kenal Kim Minjoo? Tentu namanya cukup familiar dimata para karyawan perusahaan Yeomsang Group. Akibat skandal dirinya dengan Ahn Yujin di Jepang setengah tahun silam. Media Diespatch yang begitu cepat menyebarkan foto-foto ciuman mereka pada saat skandal itu. Dan demi Tuhan Minjoo sangat tidak nyaman setiap kali tatapan mata para karyawan itu mengarah kepadanya.
“Kenapa diam?” tanya Yujin, yang kini berjalan di sisi Minjoo. “Kau tidak nyaman dengan tatapan mata mereka?”
Minjoo menghela napas, “Sebenarnya katakan, apa maksudmu mengajakku kemari?”Yujin melipat kedua tangannya, “Seharusnya aku mengajakmu ke Gyeokcheon dan bersenang-senang disana tetapi sekertaris Park mengirimiku pesan, agar aku segera datang ke kantor. Ada beberapa berkas yang harus aku tandatangani. Jangan khawatir, aku tidak serius tentang hal yang tadi. Lagipula ayahku berada di Taiwan sekarang. Dia sibuk dengan cabang Yeomsang yang barusaja di resmikan di Taiwan. Itulah alasan kenapa aku harus datang kemari, meskipun aku sudah meminta izin cuti satu hari.”