"Masih lama?" Saya kembali menyandarkan kepala saya pada pundak Aldi. Melihat lagi kertas besar yang sudah terpenuhi dengan guratan sebuah pensil yang tidak saya mengerti.
"Katanya, hari ini kita mau nonton." Saya menagih janji yang dia ucapkan semalam.
"Kan ini juga lagi nonton," jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari kertas itu, "nonton aku kerja," sambungnya dengan tawa ringan. Dan seketika juga saya langsung cemberut.
Sejak satu jam yang lalu, saya memang hanya melihat gambar sebuah bangunan di atas kertas tersebut, dan Aldi jadi sedikit mengabaikan saya. Dia sesekali mengajak saya berbicara walau hanya sekadar menjawab pertanyaan singkat saya.
"Udah bosen, ya?" Kini Aldi meletakkan pensilnya dan beralih melihat ke arah saya yang sudah lebih dulu meletakkan kepala di atas lipatan tangan di meja. "Mau makan nggak?"
Saya mengangkat kepala. "Udah kenyang," jawab saya sambil melirik pada bungkus makanan ringan yang berserakan di atas meja.
"Oh, ya udah, kalau gitu." Aldi melanjutkan pekerjaannya lagi.
Saya langsung terkejut ketika melihat itu. Saya pikir, Aldi akan menyudahinya dan memperhatikan saya. Tapi ternyata tidak.
"Aldi?!"
Teriakan saya berhasil membuat Aldi tertawa dan langsung mengacak-acak rambut bagian depan saya. Dia sepertinya terlihat bahagia telah membuat saya kesal hari ini. Tapi tingkah Aldi yang saya terima saat ini nyatanya mampu membuat rasa kesal itu hilang begitu saja.
"Semalam aku baru beli mie instan. Mau?"
Saya langsung mengangguk. Ucapan tentang saya sudah kenyang oleh makanan ringan itu lupakan saja, saya tidak mungkin menolak mie instan itu kan? Tapi, baru saja Aldi hendak berdiri, saya langsung menarik tangannya, membuatnya kembali duduk di samping saya dengan tangan saya yang masuk mengait di tangannya. Saya tersenyum ketika melihat tatapannya yang seolah bertanya itu.
"Jadi makan mie nggak nih?" tanya Aldi, masih dengan senyumannya.
"Eum ...." Saya memutar bola mata.
Lalu sedetik kemudian saya langsung tak bisa berkutik, hanya diam ketika Aldi mencium kening saya lembut. Saya dapat merasakannya walau hanya sekilas. Itu hanya mampu membuat saya kehilangan kata-kata.
"Aku masak mie dulu," ucap Aldi sebelum ia melangkah pergi ke dapur. Saya langsung mengekorinya.
Ini adalah tahun ketiga saya dan Aldi menjalin hubungan. Semuanya terasa begitu singkat sampai kami merencanakan sebuah pernikahan. Aldi adalah cinta pertama saya saat dua masih berstatus menjadi kakak kelas di SMA. Lalu berpindah menjadi senior saya di kampus.
"Kamu nggak beli kopi?" Saya memeriksa kulkasnya untuk mencari minuman instan yang saya maksud. Biasanya, Aldi selalu sedia minuman itu untuk menemaninya bermalam kalau sedang kerja sampai larut. Tapi hari ini saya tak menemukannya.
"Aku sengaja nggak beli," jawab Aldi setelah saya kembali memperhatikannya memasak. "Soalnya aku tahu, kamu pasti bakal minum itu."
Dia itu memang menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian
Romance[SELESAI] Kalau berkenan mampir, saya akan memperkenalkan pria pemilik senyum indah dan tatapan teduh; pria yang mampu membuat saya berdebar tak sebagaimana mestinya; pria yang selalu bisa membuat desiran aneh mengalir hebat memasuki rongga di sisi...