Jumat, 08 Juni 2018

732 143 23
                                    

Saya sudah pernah bilang kan kalau tujuan saya setelah pulang dari kantor itu adalah apartemen? Karena memang selain menenangkan, apartemen akhir-akhir ini jadi hal yang paling menyenangkan. Tidak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya kalau tetangga sebelah saya, akan jadi orang yang akan saya tanya keberadaannya ketika saya sampai apartemen.

Akhir-akhir ini Fajar jarang terlihat keberadaannya di kedai kopi. Saya sempat beberapa kali menanyakan hal itu pada pegawai kedai kopi lainnya, dan jawabannya akan selalu sama, mereka tidak tahu menahu soal itu.

Kadang, saya hanya melihatnya pagi hari, lalu hilang di malam hari. Atau saya tidak menemukannya di pagi hari, lalu saya akan mampir dulu di kedai kopi saat malam hari sampai Fajar selesai menutup kedai kopi. Tapi terkadang, saya juga tak menemukannya di manapun selama seharian, dan ketika saya bertemu dengannya keesokan harinya, maka saya selalu punya keinginan untuk menghamburkan pelukan padanya, lalu mengatakan kalau saya begitu merindukannya.

Hari ini, Fajar lagi-lagi tidak terlihat di kedai kopi, tapi ketika jam makan siang, saya mendapat pesan darinya kalau Fajar ada di apartemen dan ingin bertemu dengan saya ketika saya sudah pulang nanti. Tidak tahu kan kalau pesan semacam itu malah membuat saya ingin segera pulang dan jadi tidak konsen mengerjakan pekerjaan saya.

Mengingat sekretaris Pak Fandi yang baru, pemilik kedai kopi itu, yang entah sepertinya saya memang pernah melihatnya empat tahun lalu di kejadian tersedih menurut saya. Mbak Ana selalu berhasil membuat hati saya menelisikan sesuatu ketika saya secara sengaja atau tidak menubrukkan pandangan ke arahnya. Ada rasa sedih juga marah bergerumul jadi satu, tapi saya tak tahu apa artinya.

Saya pernah beberapa kali berkeinginan untuk menanyakan Fajar pada Mbak Ana, tapi sepertinya itu terlalu berlebihan. Saya juga tidak siap bila Mbak Ana melayangkan pertanyaan aneh mengenai alasan saya menanyakan Fajar padanya. Saya juga sebenarnya tidak yakin kalau Mbak Ana hafal semua dengan pegawai kedai kopinya.

Sama seperti Jumat yang sebelumnya, saya selalu menyempatkan diri untuk mampir ke minimarket, membeli makanan dan minuman ringan. Saya tidak tahu apa yang akan Fajar lakukan sampai harus mengirim pesan pada saya untuk bertemu, dalam bayangan saya, saya dan Fajar akan mengobrol banyak hal sambil memakan makanan ringan, atau menonton film.

Saya udah di basement.

Saya mengirim pesan pada Fajar dengan hati seperti yang berbunga-bunga. Mungkin ini pertama kali lagi setelah empat tahun saya merasakan hal ini. Saya senang, terlalu senang. Bahkan setelah mengetahui kalau Fajar sudah berdiri menunggu saya di depan pintu apartemennya, itu terlalu membuat saya bahagia. Sampai rasanya, berat dua kantung plastik di tangan saya tidak terasa sama sekali.

Saya begitu senang ketika melihat iris mata itu dibalik kaca matanya dengan senyum mengembang yang menyenangkan. Tidak salah kan kalau saya selalu ingin menghamburkan pelukan setiap kali melihat Fajar. Tubuh kurus dan tinggi itu selalu ingin saya rengkuh erat-erat seolah saya tidak ingin dia pergi ke mana-mana.

"Saya boleh peluk kamu nggak, sih?" tanyanya begitu berhadapan dengan saya di depan pintu apartemen saya.

Boleh, selalu boleh. Memang ada alasan saya untuk menolak pelukan itu?

Saya lagi-lagi membuat senyum saya mengembang. Di tambah dengan Fajar yang kini merapikan helaian rambut saya, memainkannya secara acak yang tidak saya mengerti apa maksudnya. Tapi saya senang.

"Di sini?" Saya melihat-lihat ke sekitar saya. Sepi memang tapi--

"Ada CCTV," ujar Fajar. "Sini saya bawain." Fajar mengambil alih dua kantung belanjaan itu, sementara saya menekan digit password apartemen saya.

Buku HarianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang