17. JEBAKAN

1.4K 82 5
                                        

"Beneran loh, Rey, kalau kau tak cerita, aku akan menganggap Andrew suami pencemburu," kata Jordy di pesta, ia duduk semeja, di sebelah kiri Renata.
"Adiknya cuma aku, tentu saja ia protektif."
"Apalagi kau cantik," rayunya, "pantas saja sudah laku. Sembunyi dimana sih selama ini, kok kita tak pernah bertemu?"
"Aku memang pesanan khusus," Renata tertawa, "sejak lahir sudah ada yang indent."
"Beruntung sekali Adam Pramudya itu."
Di sebelah kanan Andrew adalah rekan bisnis dari Makasar, ia tak bisa menghindar diajak berbincang.
"Apakah kau istri yang setia?" tiba-tiba Jordy berbisik di telinga Renata.
"Apa maksudmu?"
"Aku tertarik padamu," katanya terus terang, "inginnya kurebut kau dari suamimu."
Renata tercekat, pemuda ini kurang ajar.
"Lebih mudah kalau kau jalang, bisa kuajak having fun tanpa ikatan. Tapi tidak! Kau perempuan baik-baik." Jordy tertawa.
Pemuda itu tidak memandangnya penuh nafsu, hanya dengan kata-kata ia mencumbu, membuat bulu-bulu Renata berdiri semua.
"Sering ke Bali? Kami punya hotel yang unik, kapan-kapan kuundang kau dan suamimu berakhirpekan."
Namun pemuda itu tak memberikan kartu nama, tak meminta nomor telponnya.
.
Seharian Renata bersikap seperti tak ada apa-apa, karena itu Andrew tak berani bertindak gegabah maupun menyinggung hubungan sex mereka.
Tidur berdampingan, Andrew yang blingsatan, ingat kebiasaan gadis itu memakai daster tanpa pakaian dalam. Memikirkannya saja membuatnya ereksi.
"Dru," Renata memanggil saat ia beranjak, niatnya ke kamar mandi, tak kuat terus berdiri, "nggak bisa tidur?"
"Ya."
"Sini, peluk aku seperti dulu ...sebelum kupergoki selingkuh dengan Laila."
Tak perlu diulang, membuka kaosnya, ia biasa tidur hanya memakai boxer, longgar dan tidak menjerat. Dipeluknya Renata kakinyapun memeluk seperti guling.
"Dru ...."
Apa lagi?
"Kau menginginkanku!"
Ia menggeleng.
"Kau nyodok aku."
"Ya! Memang iya, aku menginginkanmu lagi!" frustrasinya memancing emosi.
Disingkapnya daster gadis itu, lalu ia mencium payudaranya mengisap putingnya. Renata menggeliat, tangannya balas meremas, jari kakinya meraih karet pinggang boxer, menurunkannya.
"Rey, aku tidak bawa rem!"
Gadis itu tidak menjawab, ia melepaskan daster melewati kepala, Andrew menggeram, "kau membuatku gila, Rey!"
Diloloskannya semua keinginannya, diwujudkannya semua fantasinya, mereka bercinta sampai pagi.
.
Minggu pagi, Andrew bangun sendirian lagi. Renata sudah berada di kolam renang, bercanda di air dengan Jordy. Kali ini ia memakai warna tosca, membuat kulitnya terlihat lebih putih. Sepertinya ia memakai bra yang kekecilan, walaupun payudaranya tidak besar, kelihatan akan tumpah dari mangkuk yang memeluknya.
"Rey, mandi di laut?" ajaknya.
"Nggak ah, di sini saja. Lagian bentar lagi kita check out, kan?"
Andrew hanya bisa memandang dengan cemburu.
.
Renata kembali bersikap biasa, tak ada bekas-bekas kemesraan mereka dua malam itu. Andrew menyesal, harusnya ia memberi bekas, cupang.

Kira-kira sebulan setelah itu, suatu siang pulang meeting yang menguras tenaga, Andrew bermaksud tiduran di ruang istirahatnya. Ada ranjang besar di situ dan kamar mandi, layaknya kamar hotel berbintang. Ia melepaskan pakaian, supaya tidak kusut, menyingkap bed cover dan terkejut, Renata terlelap di situ, hanya memakai g string, seketika ia berdiri tegak sempurna.
Setelah memastikan pintunya terkunci, iapun menerkam gadis itu. Mengantuk, Renata merespon tanpa membuka mata. Ia baru melek ketika hampir mencapai puncak, kelihatan terkejut berusaha melepaskan diri, gerakan berontaknya membuat Andrew makin bergairah, tak lama iapun terkapar menindih Renata yang berlinang air mata.
"Rey ... mengapa menangis?"
"Aku sakit kepala, tidur, mimpi di rumah bercinta dengan Adam ... ternyata kau!"
"Heiii ... kita toh sudah melakukannya di Lombok?"
"Itu kesalahan. Aku khilaf!"
Tapi gadis itu menyusupkan kepalanya di dada Andrew, membuatnya bangun lagi.
"Sssttt ... sekali atau beberapa kali, apa bedanya?" ia menciumnya, mulai menindihnya lagi. Kali ini sengaja, dihisapnya payudara agak lama, meninggalkan bukti kepemilikan, cupang. Andrew menyeringai, berharap Adam menceraikan Renata, ia akan menikahinya!
*
.
ADAM
.
Malam itu aku tidak bercinta,hanya memeriksanya, kutemukan cupang itu, istriku tertawa malu, "harusnya kularang, ya?"
"Tidak! Kalau dilarang, kesannya kau perempuan penggoda, ia akan mencari-cari kesempatan. Seperti ini, kelihatannya kau hanyut, merasa bersalah, lain kali bisa menolaknya."
.
Waktu Papa Surya mengingatkan Andrew soal kehamilan Laila, aku berdoa dalam hati supaya tak menyinggung Renata. Paginya aku baru mengambil hasil pemeriksaan di rumah sakit, spermaku bermasalah, mutunya jelek, tak cukup banyak untuk kemungkinan membuahi Renata, dengan inseminasi buatan sekalipun.
Renata mengusulkan ke bank sperma, tapi aku perlu memilih bibit unggul untuk anakku, di situ random, dan identitas donor dirahasiakan.
"Andrew?" usulku, "jebak dia tidur denganmu, buat seolah tak sengaja ...."
Acara ke Lombok, sesuai dengan waktu subur Renata, diam-diam kuganti reservasi kamar hotelnya, supaya mereka sekamar. Namun, kemudian Renata mens seperti biasa.
.
Jebakan siang di kantor membuahkan hasil, Renata positif hamil. Sayang, belum rejeki kami, dalam usia kehamilan enam minggu, orgasme dahsyat membuatnya keguguran.
"Berikutnya nanti," bertemu dengan ginekolog yang dulu lagi, "begitu positif Bapak harus puasa sampai usia kehamilan dua belas minggu. Dari analisa patologis janin yang gugur, mutu spermanya kurang bagus, janin lemah, mudah gugur."
Mungkin itu penyebab Laila keguguran tak lama setelah menikah, dan masih belum hamil lagi.
.
"Jonas?"
Pulang dari Bogor Renata ngomel-ngomel.
"Untung aku memilihmu, bukan Jonas. Sialan!"
"Ada apa?"
"Aku harus merayunya, ternyata dia gay! Ia mengajak Kenzo ... ya, asisten pribadi Andrew ... berakhir threesome, malah aku menerima benih bisex itu!"
Aku mengajak makan malam di luar untuk menghiburnya, tak sengaja bertemu dengan Jordy Hartono.
"Ada apa?" tanyaku di rumah.
"Itu Jordy yang kuceritakan merayuku di Lombok."
Wow! Aku sedang berpikir menyusun jebakan, ternyata buruannya sukarela menyerahkan diri.
"Kau mau?" Aku tak mau memaksa Renata tidur dengan lelaki yang tak disukainya, ia bukan pelacur.
"Ia memenuhi syarat?" Istriku balik bertanya, aku mengangguk.
"Akhir pekan ke Bali, yuk!"
"Ya, dia mengundang kita menginap di hotelnya. Tapi, tunggu! Pastikan dulu kau tidak hamil dari Kenzo."
Pemikiran membesarkan anak keturunan lelaki lembayung itu membuatku bergidik.
.
Dua minggu berikutnya waktu bergerak lambat, lega setelah Renata mengabarkan kedatangan tamunya.
Lalu mulai mengatur waktu untuk ke Bali, juga rencana bagaimana Renata bisa menyelinap bersama Jordy padahal aku ada di tempat yang sama.
.
bersambung
.
Surabaya, 24 Desember 2019

TRAUMA RENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang