RENATA
.
Waktu membuka mata kembali, aku sudah di rumah sakit, seorang dokter sedang berbicara kepada Alvin, asisten pribadi Pak Adam.
"Sudah diobservasi selama dua jam, tak ada patah tulang, tak ada pembengkakan, hanya lecet dan memar, sudah diobati. Bisa pulang."
"Kau yakin tidak apa-apa?" tanya Alvin melihatku meringis saat turun dari stretcher.
"Mana yang sakit, foto rontgen ya?"
Aku menggeleng, "yang sakit area intimku ...."
"Tunggu di sini."
.
Kami beruntung, langsung bisa masuk ruang periksa Ginekolog.
"Ada sedikit memar di area sana, lecet, ini saya kasih salep untuk dioleskan," dokter itu menulis resep sambil tersenyum simpul dan menggeleng-gelengkan kepala, memandangku bergantian dengan ke arah Alvin, "seminggu ke depan harus beristirahat total, setelah itu boleh berhubungan intim, tapi dengan lembut ...," lalu menambahkan, "jangan memakai alat bantu ...."
Aku tercekat, seingatku Pak Adam tidak menggunakan alat bantu apapun, apakah ... apakah ... ukurannya terlalu besar untukku? Aku melihat wajah Alvin memerah, pasti ia merasa malu, ucapan dokter itu seolah menuduhnya meniduriku dengan brutal.
.
Di mobil.
"Maaf, dokter itu pasti berpikir kau melakukan BDSM." Alvin hanya menatapku dalam untuk waktu agak lama, seakan mencari jawaban di mataku, tapi mulutnya takmengucapkan tanya yang ada di matanya, yang disebutnya lain.
"Pak Adam bilang, kau tertabrak mobilnya ...."
"Aku bertengkar dengan Victor, lari ke jalan tanpa melihat kiri-kanan ...," aku menarik nafas panjang, teringat sesuatu aku mengeluh, "aku tak ingin pulang, tapi tak punya tempat singgah lain."
"Selama ini kau tinggal bersama dengan Victor?" Ucapannya menuduhku penganut sex bebas, tinggal seapartemen dengan lelaki yang belum sah menjadi suami, "tapi nada suaranya menyiratkan rasa tidak percaya. Aneh.
"Tidak ... itu apartemen Netta, sepupuku."
"Maaf, apakah Victor memperkosamu?"
"Tidak! Bukan Victor! Dan aku tidak diperkosa ...." Aku melakukannya dengan sukarela, begitu saja tanpa memperhatikan siapa lelaki itu, kebetulan saja aku mengenalnya pagi tadi. Lain kali aku belum tentu seberuntung itu.
"Kalau bukan Victor ...?" Alvin menarik napas panjang, "maaf Renata, aku mengagumimu ... kupikir kau tidak bergaul bebas ... tapi kata dokter tadi ... alat bantu ...."
"Aku tidak punya kewajiban menjawabnya, kan?" Aku tertawa getir, sambil mengetikkan pesan di gawaiku, menyusul pesan sebelumnya yang hanya dibaca, tidak dibalas.
"Aku menyukaimu, Renata." Alvin menyalakan mesin mobil, "sungguh, aku berharap aku menjadi lelaki beruntung yang menemanimu tadi malam ...."
"Kau pasti membayangkan a steamy passionate sex," dengkusku, "tidak seperti yang kaubayangkan, Alvin, dan aku tak ingin membicarakannya lagi."
Alvin menjalankan mobil meninggalkan rumah sakit, tapi pembicaraan ini membuatku terkenang yang terjadi tadi malam, pergulatan yang panas, dan tiba-tiba napasku sesak, aku terengah-engah.
"Renata!" Alvin menghentikan mobil di tepi jalan, "mau kembali ke rumah sakit?"
"Aku tidak apa-apa ...," aku berusaha keras menguasai diri, menyingkirkan bayangan tubuh kekar Pak Adam menindihku.

KAMU SEDANG MEMBACA
TRAUMA RENATA
Roman d'amourblom ada, 100% halu n micin proyek eksperimen (lagi) berusaha menulis cerita tentang Renata dari sisi trauma psikologis setelah dengan gegabah menyerahkan keperawanannya kepada sembarang lelaki. masih dilabeli 25+ kuatir jalan yang diatur lurus teti...