12. KETIKA HATI DIPAKSA MEMILIH

1.5K 98 7
                                    

ADAM
.
.
Suara denting piano terdengar sejak aku turun dari mobil, Alex melihatku dan berlari memelukku, tapi piano masih berbunyi, dan aku tercekat.
"Renata!"
"Apa kabar, Pak Adam?" tersenyum menyalamiku, kutarik tangannya, cipika cipiki, sengaja menggeserkan bibir ke bibirnya, tangan kiri meremas pinggangnya.
"Kalian sudah kenal?" tanya Jonas.
"Renata pernah jadi ahli gizi untuk Alex," jawabku.
"Oh, client yang di Simprug?" Jonas menegaskan.
"Renata pacaran dengan Oom Jonas," info Alex tanpa rasa bersalah.
Mmm ... menggabungkan puzzle, Renata bekerja di JC, mereka kenal Tatik! Order catering kirim ke rumah, tapi kalau customer banyak, mereka tak akan mengenalinya. Aku konsultasi online menggunakan nama Pram, bukan Adam, tak bisa sembarangan menanyakan Tatik. Lalu ... timbul harapan Tatik adalah Renata.
Alex bilang Renata pacar Jonas, sejak kapan? Kan ada Andrew, dan waktu itu ... semudah itu jatuh dalam pelukanku?
.
"Mbak, kenapa aku tidur di kamar atas?" Jonas berusaha menawar.
"Kalau mau sekamar dengan Renata, nikah dulu!"
"Selama ini, kalian kan nggak tahu kalau malam aku menyelinap ke kamarnya?"
"Ya terserah, kalau nanti malam mau turun."
Aku mencatat dalam hati, kamar Jonas yg kutempati, ada pintu tembus ke kamar Renata, lewat kamar mandi.
.
Sengaja kubiarkan pintu sorong sedikit terbuka, aku tidur dengan lampu mati, begitu lampu kamar mandi menyala terlihat dari sini.
Aku ketiduran, terjaga oleh suara air mengguyur closet, suara pintu kamar mandi dibuka, gemercik air di wastafel. Melompat dari ranjang, aku segera menyergapnya sebelum sempat kembali ke kamarnya.
"Renata!" kupeluk dari belakang, kugenggam payudaranya.
Ia menggeliat, memutar badan, kudekap tubuhnya, kulumat bibirnya, Renata mendesah, membangkitkan gairah.
"Jangaaaann ... Pak!" berontaknya lemah, "saya ... sedang subur ...."
"Bagus!" bisikku di telinganya, "aku akan menikahimu."
Kuangkat duduk di meja wastafel, dan kusatukan diriku di posisi itu, sampai puncak.
"Kau blom, kan?" kugendong ke kamar, dan malam itu udara Bogor menjadi panas.
.
"Mau kemana?" kutarik dia, kutindih, dan satu sesi lagi sebelum kubiarkan kembali ke kamarnya.
"Kau kenapa?" tanya Jonas curiga melihat jalannya agak pincang.
"Terpeleset, jatuh di kamar mandi," jawab Renata, melirikku tajam.
"Kalau begitu di rumah saja, tak usah ikut ke Pasar Sehat."
.
"Mau kuantar ke rumah sakit?" Renata menggeleng lemah. Aku tak ingat tadi malam berlaku kasar.
"Aku kembali pagi ini," aku menelpon sopirku, "kau ikut! Kita ke rumah sakit!"
Ke rumah sakit Pondok Indah, bertemu ginekolog yang sama. Kali ini ia tak ragu menggoda.
"Bapak harus lebih sabar," kali ini ia yakin aku pasangan Renata, "harus cukup stimulasi sebelum penetrasi, harus lembut, jangan kasar, jangan pakai alat bantu ...."
"Saya tidak pakai alat bantu, Dok!"
"OK, tapi harus lembut, cupang sebanyak itu masih baru semua, ck ck ck."
Aku terdiam.
"Ibu harus ikut fisioterapi, menguatkan otot panggul ...."
.
"Diantar kemana?"
Renata diam, ragu ....
"Ke rumah, Pak!" kataku pada sopir.
"Senopati! Apartemen Senopati!" Cepat Renata memotong.
Aku mengirim pesan kepada Alvin, menyuruh mengawasi Renata, aku kuatir ia minta diturunkan di Senopati, tapi kemudian meluncur ke tempat lain.
**
.
RENATA
.
Aku masih membawa kunci apartemen Senopati. Sudah beberapa bulan apartemen ini kosong, sejak aku minta pindah ke SCBD, menghindari Pak Adam. Masih ada beberapa pakaian dan toilettries, tapi aku yakin sudah mengosongkan isi kulkas, dan menyimpan semua peralatan makan di lemari. Karena itu aku heran, ada beberapa piring di dekat kitchen sink, di kulkas ada pizza dan buah segar.
.
Aku tiduran seharian, memikirkan semuanya, mau kemana hidupku ini.
Jonas menelpon, ia marah karena aku pulang bersama Pak Adam, tidak menunggunya. Belakangan ini ia mendekatiku, tapi bagiku ia hanya seorang teman baik, partner kerja yang kompak.
.
Ada rumor aku ini anak haram Pak Surya, jadi aku tak mungkin menikah dengan Andrew, tapi lelaki itu berjanji menikahiku saat umurnya 30 tahun, karena ia akan mewarisi sejumlah harta, dan secara finansial tak akan tergantung pada orang tuanya. Ia menyayangiku, dan minta aku percaya kepadanya, ada satu rahasia, ia yakin kami tak sedarah. Masalahnya, nafsu sex yang besar. Setelah malam pertama dengan Pak Adam, aku memutuskan mau tidur dengannya, tapi ternyata aku vaginismus. Setiap malam kami hanya make out, berakhir dengan masturbasi atau menyetubuhi boneka. Namun beberapa malam ia menghilang, kembali menjelang pagi, pasti ada perempuan yang menampung gairahnya. Siapa orangnya, tidak penting, tapi semakin kupikirkan, semakin aku dirasuk cemburu. Melihat bahwa apartemen ini sesekali dikunjungi membuat darahku mendidih.
.
Lalu kupikir lagi, dengan kondisi ini, tak mungkin aku menikah dengan Andrew, tak cukup hanya cinta, pernikahan juga butuh hubungan sex.
Nah! Untuk yang satu ini, aneh!
Di malam kedua dengan Pak Adam, aku memang kena serangan panik berdekatan dengannya, tapi begitu bisa mengatasinya, aku malah mengulangi malam penuh gelora asmara yang berakhir di ruang praktek ginekolog. Menebus rasa bersalahnya, Pak Adam mencumbuku, membuatku tak bisa menahan diri, sentuhannya membangkitkan sisi liarku. Ia masih belum tahu aku bersamanya di malam pertama itu, tapi ia menawarkan pernikahan, yang bagiku mustahil, pasti hanya berlandaskan nafsu. Itulah sebabnya aku menghilang.
.
Setiap Sabtu kami buka stand makanan di Pasar Sehat Ciheuleut. Banyak orang Jakarta ke sana, pelan-pelan menambah pelanggan catering kami.
Biasanya berangkat Jumat sore, menginap di rumah kakaknya, yang kebetulan ayah tiri Alex. Remaja itu senang sekali bertemu denganku, tentu saja aku berpesan merahasiakannya dari Pak Adam, sampai beliau juga datang menginap. Dan terjadi lagi malam ketiga, ke ginekolog yang sama.
.
Sementara itu, tidak menjadi ahli gizi pribadi Alex, waktu luangnya kumanfaatkan melayani konsultasi online, aku memakai nama Ibu, Tatyana alias Tatik.
Dari sekian client, ada satu yang kurang sopan, tampaknya orang kaya, tidak memanfaatkan waktu dengan efektif, berusaha merayu ingin menelpon, bahkan minta konsultasi tatap muka. Namanya Pram, tapi tak ada pelanggan catering dengan nama itu. Tahu aku merasa terganggu, beberapa kali Jonas muncul menengahi, bertindak seolah Pram akan komplain service kami, karena itu ia sebagai pemilik berhak tahu.
.
Ah, aku galau.
Di saat begini, aku butuh Laila. Andrew sedang ke Australia, baru berangkat Jumat, tapi telponnya mati, apakah Andrew mengajak sekretarisnya?
Lalu aku teringat Ibu, apakah sebaiknya aku menginap di rumah Oom Surya menenangkan diri selama Andrew pergi?
.
Kudengar suara pintu dibuka dan ditutup, lalu nafas terengah-engah, dan kusaksikan Laila bersandar di pintu, dipepet tubuh Andrew, bibir mereka saling berpagut.
Aku duduk di kursi makan, tenang kurekam aksi mereka, walaupun hati ini membara.
Laila akan menurunkan celana pemuda itu waktu ia kaget melihatku, "RENATA!"
.
bersambung
.
Surabaya, 19 Desember 2019

TRAUMA RENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang