13. ANTARA CINTA DAN HARTA

1.3K 84 1
                                    

ANDREW
.
.
Aku dan Renata belum berhasil melakukan hubungan sex, aku tak mau dilayani oral sex karena itu bukan solusi untuk vaginismus, aku memilih yang lain, bantuan tangannya, atau boneka, atau tanpa setahunya, Laila. Sebaliknya, Renata juga tak mau kujilat, katanya merasa merendahkanku. Sex therapy yang disarankan Laila hanya sampai memasukkan dua jari, tak lebih, aku tak berani mencobakan dildo. Setiap malam kami hanya bercumbu hot saja.
.
Beberapa bulan lalu sepulang dari Singapore, Renata menghindariku beberapa hari, menginap di apartemen Laila.
"Ia menghindari seseorang," lapor Laila, "kuatir dikuntit, katanya."
"Pindah ke apartemen SCBD?" tanyaku, mengulang penawaran pertama dulu.
Renata mengiyakan, kamipun mengosongkan apartemen favoritku itu.
Pengamanan di SCBD lebih ketat dari Senopati, aku mulai kurang leluasa menghilang malam mencari Laila. Aku ingin memindahkannya ke tower ini juga, tapi kuatir Renata curiga. Pelepasannya menjadi quickie pagi di kantor, tentu saja beda sensasinya, banyak posisi yang tak bisa dilakukan, terutama favoritku, missionary position.
.
Jonas Catering hanya lima hari kerja, sesekali aku bisa beralasan lembur ke Renata, tapi tak masuk akal meninggalkannya tiap akhir pekan. Aku sudah mulai frustrasi ketika JC membuka stand Pasar Sehat di Bogor setiap Sabtu, biasanya Jonas mengajak Renata pergi Jumat malam, menginap di rumah kakaknya, kadang baliknya malah hari Minggu. Kebiasaan baru ini memberikan waktu memenuhi kebutuhan seksualku, mengurung diri di apartemen Senopati bersama Laila. Lebih aman, tak ada gangguan keluarga Laila yang datang tiba-tiba.
.
Aku ke Australia hari Minggu, saat pamit aku salah sebut Jumat, tak kuralat, karena toh hari itu Renata ke Bogor.
Sungguh kaget aku Renata muncul di Senopati, memergokiku dengan Laila.
.
"Tak usah menyusul, tuntaskan saja ...."
Aku menarik tangannya saat Renata melewatiku membawa backpack, "Rey, aku bisa menjelaskan!"
"Aku tidak butuh penjelasanmu." Ia menepiskan tanganku.
"Kau mau kemana?"
"Pulang!"
"Kita bareng."
"Dru, please, aku butuh waktu sendiri sekarang ini. Biarkan aku pulang, kau di sini dulu, beresin urusanmu dengan Laila ...."
Aku mengerti, yang dimaksud adalah hubungan sex yang akan kulakukan. Terdiam, kubiarkan ia pergi.
.
"Kau tak melihat cupang di lehernya?" tanya Laila tiba-tiba.
Aku berlari menyusul Renata, ia tidak ada, aku ke SCBD, menunggu, tapi sampai besoknya keberangkatanku, ia tak muncul, handphone on tapi panggilanku tak diangkat, pesan Whatsapp hanya dibaca.
Waktu aku kembali dari benua kanguru, barang-barang Renata sudah tidak ada.
.
Aku mencarinya ke JC, Jonas yang menemuiku, katanya Renata sudah berhenti. Merasa sakit hati, aku menyuruh orang menanam saham di JC, mengembangkannya lebih besar, sekarang mereka melayani lebih banyak karena berangkat dari dua dapur, di Jakarta Pusat dan di Blok M. Empat orang team intinya pecah, Jonas, Tresya, Mona, dan Tatyana, lapor orang suruhanku, tak ada nama Renata.
.
Papa memanggilku datang. Lelaki itu masih gagah di kursi rodanya, stroke beberapa tahun yang lalu menyisakan kelemahan di kakinya, walaupun bisa jalan Papa lebih banyak menggunakan kursi roda. Bunda Tatik membukakan pintu, aku mencium pipinya dengan hormat, beliau pengasuhku saat masih kecil. Setelah Papa mengusir Mama, aku masih tinggal bersama mereka sampai awal kuliah, aku dipergoki berciuman hot dengan Renata, putri Bunda Tatik. Walaupun gadis itu tidak tinggal di situ, Papa membelikanku apartemen, menyuruhku pindah.
.
Mama tidak pernah cerita alasan Papa mengusirnya, tapi tidak berkeras membawaku, yang waktu itu baru lulus SD. Jennifer selalu menuduh Bunda Tatik pelakor, entahlah, walaupun pengasuhku itu memang pindah sekamar dengan Papa, aku tak pernah menganggapnya pelakor. Begitu juga keempat kakak tiriku, anak-anak Papa dari istri terdahulu.
Mama pindah ke rumah Papa yang lain, bisa ditempati seumur hidupnya bila ia tak menikah lagi. Mama membawa Jennifer, anak Bulik yang sudah meninggal. Gadis itu sepantaranku, selalu sekolah di tempat yang sama, mengejar-ngejarku secara memalukan.
Aku jatuh cinta kepada Renata waktu aku masih SMU, gadis yang empat tahun lebih muda itu baru mekar, sangat cantik. Melindunginya dari Jennifer, aku pura-pura pacaran dengan Laila, tak mau Renata dibully di komplek sekolah kami yang lengkap dari SD sampai SMU.
.
"Memang bener, Renata anak Papa?" tanyaku ke Mama.
Rumor itu berhembus di sekolah karena aku sering menemuinya, ia ikut ayahnya tinggal tak jauh dari sekolah. Aku tahu, sumbernya pasti Jennifer.
"Mama tidak tahu pasti," jawab Mama, "Tatik diceraikan suaminya karena gosip itu, anehnya, kalau Renata anak papamu, mengapa ikut ayahnya?"
"Ada apa, Dru? Kau naksir Renata? Bukannya kau pacaran dengan Laila?"
"Aku menyukai Renata, Ma, tapi karena gosip itu, aku menjauhinya, pacaran dengan Laila."
"Sini," Mama memelukku, "Ada satu rahasia, kau bukan anak Surya ...."
"Mama!"
"Jaga rahasia ini, atau kau kehilangan semua hartamu!"
"Surya tak bisa punya anak lelaki, sperma Y lemah. Keempat kakakmu cewek semua, kan?"
"Siapa ayahku?"
"Kelak kau akan tahu. Papa menceraikan Mama karena ketahuan selingkuh," Mama tersenyum pahit, "aku berusaha punya anak lelaki kedua."
"Papa menyediakan rumah dan uang bulanan sebagai imbalan Mama tidak membawamu. Karena itu, kau harus menyimpan rahasia ini, sampai ia mengalihkan sebagian hartanya atas namamu, di ulang tahunmu yang ketigapuluh.
Karena itu, kau tidak bisa menikah dengan Renata sebelum mendapatkan harta itu. Surya akan menghalanginya."
.
Aku menjaga sikapku, bertindak sebagai kakak kepadanya. Sampai suatu hari Renata mengunjungi ibunya diantar teman cowok, boncengan motor. Waktu itu umurnya enam belas, kelas sepuluh.
Setelah pengantarnya pulang, aku menyatakan cintaku, menyatakan rasa cemburuku. Tak kuduga, Renata punya perasaan yang sama. Begitu gembiranya aku memeluknya, mencium bibirnya yang ranum. Tubuhnya bergetar dalam pelukanku, membangkitkan nafsu liar ....
.
Masuk ke dalam rumah, aku melirik kursi di ruang tamu, kursi yang sama saksi ciuman pertama dengan Renata.
"Ayo, kita makan dulu," ajak Papa.
Dan aku kaget!
Renata di situ.
.
Gadis itu muncul setelah makan. Untunglah, kalau tidak, bisa hilang seleraku.
Kami duduk bersebelahan, di seberang meja kerja Papa. Lelaki itu menyodorkan sebuah map kepadaku, hasil tes DNA Renata.
"Sama seperti kalian berlima, di ulang tahun keduapuluhlima akan menerima sepuluh persen saham, dan satu perusahaan untuk dikelola. Renata memilih Jonas Catering."
Papa tahu?
"Aku juga tahu kalian selama ini hidup bersama, berhubungan sex," Papa tersenyum, "dengan fakta ini, kalian tak bisa melanjutkan hubungan."
"Tapi, Pa ...!"
"Aku tahu, kau akan menantang tes DNA untuk membuktikan kalian tidak sedarah dan bisa menikah." Papa tertawa, "pikirkan lagi."
"Bila terbukti kau bukan anakku, kau akan kehilangan semua yang kaumiliki sekarang. Pasti bukan itu yang diinginkan ibumu."
.
bersambung
.
Surabaya, 22 Desember 2019

TRAUMA RENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang