19.00
'Tok..Tok..'
"Buka pintunya, Kook!" perintah Taehyung, sementara dirinya masih terfokus pada iPad di tangannya. Anak itu memang tak ada bosan-bosannya bermain gim.
Ingin menjadi gamer sejati, katanya.
'Ceklek.'
"Yoongi Hyung ...."
Suara Jungkook melirih. Ia menatap sang Kakak yang berada di depannya, sementara Yoongi menundukkan kepalanya, nampak enggan menatap kedua mata sang Adik, mengabaikan raut sendu yang terpancar dari wajah Jungkook.
"A-ah, itu ... aku sudah menyiapkan makan malam. Kalian segera ke bawah, ya? J-jangan sampai sakit ...." Yoongi berucap canggung lalu segera berbalik. Jujur, ia masih kaget dengan adanya kejadian beberapa jam lalu.
Jungkook melihat punggung sang Kakak yang mulai menjauh. Ia menghela napas panjang, lantas menoleh ke arah Taehyung.
"Tae Hyung, aku ke bawah dulu! Sudah lapar!" teriaknya yang dibalas dengan ibu jari dan telunjuk yang disatukan.
"Hm .... Saat naik bawakan aku makanan! Malas turun!"
Setelah menjawab dengan anggukan malas, Jungkook keluar dari kamar. Menutup pintu lalu berjalan menyusul langkah Yoongi sampai mereka berdua berjalan berdampingan.
"Hyung marah?" tanyanya. Yoongi menggeleng cepat.
"Marah? Tidak."
"Benarkah?" tanyanya lagi. Nampak belum puas dengan jawaban yang lebih tua.
"Eum ...." Yoongi hanya bergumam.
"Hyung, sekali lagi aku minta maaf ...."
Yoongi menelan ludahnya. Kenapa keadaan kembali canggung? Padahal ia sudah berusaha membuang kata laknat itu sejauh mungkin.
"Jangan meminta maaf."
Jungkook tertegun. Ia menatap yang lebih tua dengan kedua mata bulatnya. Helaan napas panjangnya keluar. Anak itu mengangguk mengerti.
"Aku memang berengsek," umpatnya lirih. Tapi tak disangka, Yoongi mendengarnya. Kakaknya itu menghentikan langkah, yang sontak membuat Jungkook ikut berhenti.
"Jangan berkata seperti itu, Kook. Hyung tidak marah, sama sekali tidak. Hyung tidak punya niat sama sekali untuk marah pada kalian semua. Aku ... a-aku lebih marah pada diriku sendiri yang dengan seenaknya merusak kebahagiaan keluarga kalian."
Jungkook menggeleng cepat.
"Hyung, tidak seperti itu ...," lirihnya. Yoongi tersenyum tipis.
"Maka, biarkan semuanya berjalan seperti biasa ya Kook? Ikuti saja apa yang akan terjadi. Hyung tidak pernah marah, baik padamu, Taehyung, ataupun Seokjin Hyung ...." Yoongi kembali berucap dengan sunggingan bibir yang ia tambahkan di akhir kalimat. Tangannya ia bawa untuk mengusap rambut Jungkook. Senyumnya semakin indah, lantaran tangan yang biasanya ditepis ini, tak lagi dilarang untuk menyentuh surai sang Adik.
"Ayo, ke bawah dan makanlah," ujarnya lalu berjalan mendahului.
"Hyung tidak makan?" tanya Jungkook saat melihat Yoongi berbelok, hendak menuju kamarnya.
"Aku makan setelah kalian makan. Bukankah seperti itu aturannya?"
Kali ini Jungkook bungkam. Memang benar apa yang dikatakan Yoongi. Mereka bertiga yang membuat peraturan konyol seperti itu, dan entah kenapa Jungkook menyesalinya. Ia melanjutkan jalannya menuju lantai bawah. Segera makan, lalu membawakan satu piring berisi makanan untuk Taehyung.
***
02.00
Pukul dua dini hari Jungkook menyelinap keluar kamar. Ia melangkah menuruni anak tangga untuk menuju dapur. Mengambil segelas air guna melepas dahaga.
"Ahh ...."
Jungkook meletakkan gelas yang telah kosong. Kali ini kedua mata doenya menatap sudut-sudut rumah. Ia ingin tidur, tapi tak mau tidur di kamarnya sendiri.
Jelas saja karena ada Taehyung di sana. Jungkook paham betul kebiasaan Kakaknya jika tidur--memeluk semua yang ada di dekatnya--, dan ia tidak mau tidur sambil dipeluk seperti itu. Risih.
Sebenarnya, bisa saja anak itu pergi ke kamar Taehyung lalu tidur di sana, seperti bertukar kamar. Tapi, pemikiran itu ia buang jauh-jauh saat ia ingat untuk apa Taehyung ada di kamarnya.
Mengungsi.
Iya, untuk mengungsi karena kamarnya berantakan penuh dengan sampah makanan.
Uhh ... Jungkook bergidik ngeri. Ia tak akan bisa tidur di tempat seperti itu.
Tidur di kamar Seokjin?
Tentu saja tidak bisa, karena Kakak pertamanya selalu mengunci kamarnya saat ada di rumah ataupun tidak.
Jungkook berdecak kecil. Mengusap kedua matanya yang masih berat karena kantuk.
Kali ini kakinya melangkah ke kamar Kakak keduanya. Ia berjalan melewati kamar mandi, lalu berhenti di depan pintu berwarna coklat lusuh. Tangannya yang telah mengambang--berniat mengetuk-- ia simpan kembali.
Lebih baik jika Jungkook masuk lalu segera tidur saja bukan? Daripada harus mengganggu tidur Kakaknya.
'Kriett ....'
Anak itu membuka pintu dengan hati-hati. Ia menghela napas lega ketika bisa masuk ke dalam ruangan. Jungkook mendekat. Berbaring pelan-pelan di samping Yoongi yang tidur dengan posisi menyamping.
Ia meringis.
Lukanya pasti perih, pikir Jungkook. Akhirnya dengan keterampilan ninjanya--cepat dan tenang-- Jungkook bisa berbaring menatap punggung Yoongi. Ia terus menatap hingga kedua kelopak matanya penuh dengan air mata.
Bertahun-tahun, Yoongi hanya tidur beralaskan kasur ini, dan sekarang, Jungkook dapat merasakan seberapa dinginnya lantai. Tidak ada selimut. Hanya ada kasur dan satu bantal lusuh, yang membuatnya harus tidur berbantal lengan, sebab bantal satu-satunya telah dipakai oleh sang Kakak.
Jungkook mengusap kedua matanya, lalu kembali menatap punggung kecil di hadapannya. Hingga bocah itu tersenyum jahil kala selesai menyusun rencana dadakan di dalam kepala.
Rencanaku harus berhasil besok! Harus!
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Truth: REVEALED ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed "Kau tahu, semua kata maafmu itu tak akan ada artinya di mata kami! Kau datang dan menghancurkan semuanya! Hidupku, hidup kami bertiga hancur hanya karenamu!" Benarkah? Bagaimana jika pada akhirnya na...