"Oh! Yoongi Hyung bangun!"
Spontan saja atensi dua yang lain teralih. Mereka bertiga sama-sama menatap orang yang belum membuka mata dengan sempurna. Seokjin yang pertama bergerak. Ia melangkah mendekat. Mengelus pelan pipi Yoongi sembari menunggu yang lebih muda membuka mata sempurna.
"H-hyung?--Ugh."
Anak itu merintih saat ngilu bercampur perih terasa di dadanya. Padahal ia hanya mencoba untuk bangun saat mendapati Seokjin ada di depannya.
Seokjin yang melihatnya tentu saja khawatir. Ia berdiri, membenahi posisi duduk Yoongi agar lebih nyaman, lalu mengelus surai hitam itu lembut.
Hoseok hanya diam melihatnya. Ia mendengus pelan.
"Ayo kita keluar, Kook. Sepertinya kita transparan di sini," Hoseok mencibir malas saat melihat adegan Kakak-Adik di depannya. Setelahnya keluar dengan bahu Jungkook yang ia tarik paksa, hitung-hitung untuk menemaninya di luar.
"Yoongi-ah ...," Seokjin berujar lembut, membuat yang lebih muda menatap penuh tanya pada dirinya.
"Ya, Hyung?"
Seokjin tersenyum miris saat melihat sorot takut terpancar dari kedua mata yang lebih muda.
"Apa dadamu sering sakit?" tanyanya. Yoongi mengangguk kecil. Anak itu menjawab ragu.
"Iya ...."
Seokjin menghela napasnya.
"Apa sangat sakit? Bisa katakan bagaimana rasanya?" tanya Seokjin. Ia menatap lembut. Membuat Yoongi terbuai dalam tatapan yang Seokjin beri.
"Katakan saja."
Lelaki itu kembali berujar, saat sorot ragu terpampang jelas di kedua mata sang Adik.
"Sakit, Hyung ...," Yoongi melirih. Seokjin menganggukkan kepalanya mengerti. Ia mengelus pelan dada kiri sang Adik.
"Di sini? Bagaimana rasanya, Yoongi-ah?"
"Rasanya sakit, Hyung. Seperti ditusuk lalu ditekan.
--Sakit, Jinie Hyung ...."
"Jantungnya cacat, Seokjin-ssi. Ada penyempitan pada pembuluh arteri di jantungnya. Kita bisa melakukan pemasangan stent setelah rusuknya yang patah pulih."
***
Taehyung memasuki rumah dengan langkah lebar. Kedua kakinya secepat mungkin ia pacu untuk menaiki tangga, menuju lantai atas di mana kamar Jungkook berada. Anak iru menepuk jidat, lupa bahwa ia masih mengunci Jungkook di kamarnya."Loh?"
Tapi apa yang ia lihat sekarang ini, berbanding terbalik dengan apa yang ia pikirkan. Taehyung memasuki kamar sang Adik, mengernyit heran kala tak menemukan presensi Jungkook di dalam. Ia keluar dari kamar itu, menuruni tangga sembari menyerukan nama sang Adik.
"Jungkook!" panggilnya. Taehyung pikir, Jungkook berada di halaman belakang.
Tapi, bagaimana Jungkook bisa keluar? Ck, bodoh!
Remaja itu mendesah pendek. Ia merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel dari dalam sana.
"Halo, Kook?" Langsung saja panggilan ia layangkan saat telepon terangkat.
"Ya, Hyung?"
"Kau ke mana? Bagaimana bisa keluar?" tanya Taehyung. Sejenak, hening tercipta. Sampai suara Jungkook terdengar saat Taehyung memanggil untuk yang kedua kalinya.
"Aku bersama Hoseok Hyung. Ingat, 'kan? Orang mirip kuda, anak pemilik restoran yang sering kita datangi?"
"Hm ...." Taehyung mengangguk kecil. "Kalian ke mana?"
"Hanya berjalan-jalan, Hyung. Tadi aku menghubungi Hoseok Hyung agar datang ke rumah dan membuka pintu untukku. Salah siapa tidak membukakan pintu." Kalimat akhir yang terlontar terdengar menyindir.
Taehyung terkekeh kecil.
"Haha, maaf. Jangan pulang terlalu larut, Kook! Aku tidak mau Adikku berubah menjadi kuda jika terlalu lama bersama Hoseok Hyung!"
Perkataan Taehyung membuat seberang sana terkekeh. Ditambah lagi suara merajuk Hoseok yang terdengar lucu, membuat Taehyung yakin jika Adiknya tengah bersama si manusia kuda.
"Ya sudah, Hyung, kututup dulu."
"Hm ...."
Setelah telepon ditutup, Taehyung menghela napas panjang. Ia memasukkan benda pipih itu ke saku celananya, lantas berjalan keluar menuju dapur untuk membuat satu cup ramen.
Kedua kakinya melangkah ringan dengan senandung kecil yang keluar dari mulutnya. Namun, senandung kecil dan langkah ringannya harus berhenti didepan kamar kakak tertua yang sedikit terbuka.
Langsung saja, berbagai pertanyaan muncul di kepalanya.
"Kenapa Jin Hyung selalu mengunci kamar?"
"Kalau aku masuk, tidak apa, 'kan?"
Lantas, bocah itu berjalan mendekat. Kedua mata besarnya menengok ke kanan-kiri persis seperti maling. Yah, berjaga-jaga saja jika Seokjin tiba-tiba datang.
Setelah dirasa aman, Taehyung mulai memasuki kamar itu. Ia mengerutkan dahinya. Tidak ada yang salah di sini. Semua terlihat biasa saja. Tidak ada apapun yang mencolok, ataupun mencuri perhatiannya.
Satu yang berbeda dari kamar miliknya adalah, kamar Seokjin sangat rapi. Yah ... berbanding terbalik dengan kamar Taehyung yang penuh dengan bungkus makanan ringan.
Bocah itu memutuskan untuk mengitari kamar. Menyentuh satu-persatu benda yang belum pernah ia lihat, sampai tangannya berhenti pada sebuah foto lengkap dengan pigura yang membingkai.
Alisnya menukik melihat foto itu.
"Yang ini Jin Hyung, 'kan?" gumamnya sambil menunjuk bocah laki-laki. Kemudian, jari telunjuknya bergeser ke kanan. Berada tepat di atas foto seorang anak laki-laki.
"Ini siapa?" gumamnya. Taehyung memiringkan kepalanya bingung. Ia tak pernah melihat bocah kecil ini. Beberapa saat berpikir, ia berdecak sembari mengangkat bahunya acuh. Tak mau membuat otaknya lelah dengan berpikir panjang, ia letakkan foto itu kembali ke tempatnya--
"Oh! Ada tulisannya!"
--Uh ... rupanya bocah itu harus menjilat ludahnya sendiri. Sebab nyatanya, ia kembali membawa foto itu ke hadapan wajahnya. Membalik piguranya agar tulisan di belakang terpampang jelas.
"Kiri, Jinie Hyung, kanan, Suga," gumamnya membaca tulisan khas anak-anak.
"Suga?"
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Truth: REVEALED ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed "Kau tahu, semua kata maafmu itu tak akan ada artinya di mata kami! Kau datang dan menghancurkan semuanya! Hidupku, hidup kami bertiga hancur hanya karenamu!" Benarkah? Bagaimana jika pada akhirnya na...