Jungkook kuwalahan dua hari ini. Ia belum bisa bertemu dengan Yoongi, dan masalahnya adalah Taehyung. Kakaknya itu seperti menghalangi saat ia hendak bertemu untuk meminta maaf.
Remaja itu mendengus pelan. Menatap kesal pada sang Kakak yang nampak asyik bermain gim di ponsel. Gerutuan kecil terdengar. Jungkook sudah beberapa kali menyumpahi Taehyung sehari ini.
Di dalam hati, pastinya.
"Hyung. Aku ke dapur sebentar." Akhirnya manusia duplikat kelinci itu berbicara, memecah keheningan yang tercipta sedari tadi.
Taehyung mendongak. "Untuk apa?"tanyanya. Matanya menatap waswas pada yang lebih muda.
"Minum. Sekalian membuat ramen. Mau?" tawar Jungkook yang dibalas dengan anggukan semangat.
Tanpa membuang waktu lagi, anak itu segera keluar dari kamarnya, melesat menuju dapur untuk minum dan melaksanakan tujuan utamanya, meminta maaf.
Yoongi Hyung?
Jungkook menatap heran. Langkahnya ia pacu untuk menghampiri Yoongi yang tengah bertelungkup kepala di atas meja.
"Hyung?" panggilnya sembari menepuk pelan punggung yang lebih tua, dan segera menarik tangannya lagi saat suara rintihan terdengar.
"Sshh ...."
Jungkook cepat-cepat menarik tangannya. Dari tatapannya, ketara sekali remaja itu tengah khawatir.
"Hyung, kau baik?" tanyanya khawatir. Yoongi yang mendengarnya sontak saja berdiri. Membuat ringisan samar lagi-lagi keluar.
Sayang, Jungkook mendengarnya. Anak itu berjalan, lalu menyingkap sedikit kaus bagian belakang Kakaknya. Sedetik kemudian, matanya membola terkejut. Sementara Yoongi hanya diam saat melihat raut terkejut Jungkook.
"H-hyung ...."
.
.
.
Jungkook tengah mengoles luka yang ada di punggung Yoongi dengan obat merah. Goresannya cukup panjang, memang. Membentang dari punggung kiri bawah, lalu naik ke bawah belikat kanan. Untung saja luka yang didapat tidak dalam.
Ia menutup botol obat yang baru saja ia pakai, lalu mengipasi punggung yang lebih tua dengan kedua tangannya. Tak luput juga dengan mulutnya yang ikut meniup pelan.
"Hyung, apa sakit sekali?" Jungkook bertanya. Dibalas gelengan pelan oleh Yoongi yang masih telungkup.
"Terimakasih Jungkook-ah, seharusnya tidak perlu sampai seperti ini," balasnya lembut. Jungkook menggeleng. Ini semua karenanya. Penyebab masalah ini adalah dirinya. Seharusnya Jungkook tidak membiarkan Yoongi membantunya malam itu.
Tapi semua telah berlalu. Mengucap kata sayang ataupun andai tak akan mengubah apa yang telah terjadi.
"Tidak Hyung, ini semua karenaku ....
--Aku minta maaf," tuturnya, nada bicaranya melirih di akhir kalimat. Yoongi membenarkan kaus yang dipakainya lalu duduk bersila. Menangkup kedua pipi Jungkook hingga dua obsidian indah itu dapat ia tatap.
"Sudah, Kook-ah. Jangan mengungkit apa yang telah terjadi, ya? Ayo kita keluar." Ia berdiri lebih dulu. Mengambil botol obat merah yang dibawa oleh Jungkook beberapa saat lalu, lantas melangkahkan kakinya keluar, sebelum suara Jungkook kembali terdengar.
"Yoongi Hyung ...."
Yoongi terpaku. Rasa hangat mulai menyebar di hatinya. Ia berbalik, mendapati Jungkook yang tengah menatapnya dengan selaput bening di mata.
"Kook?"
"Hyung, aku minta maaf. Aku--aku tahu sikapku selama ini terlampau buruk. Ta-tapi, aku berjanji akan merubahnya ...," Jungkook berujar lirih. Semua ini murni, tulus dari dalam hatinya.
Beberapa sekon tak ada jawaban dari yang lebih tua, isakan Jungkook mulai terdengar. Ia menjatuhkan tubuhnya, berlutut tepat di hadapan sang Kakak. Menimbulkan bulatan mata terkejut dari Yoongi sebagai reaksi.
"Kook--"
"Hyung, aku tahu semua sikapku selama ini sulit untuk dimaafkan. Ji-jika Hyung tidak mau memaafkan, tidak apa ... aku sudah merasa lega setelah mengungkapkan semuanya. Aku hanya ingin kita dekat setelah ini. Seperti beberapa tahun lalu, terlepas dari ikatan apapun."
Jungkook mengusap air matanya. Memaksakan senyumnya agar nampak, lalu menunduk. Ia tengah mengejek dirinya sendiri.
Tentu saja akan sulit mendapatkan kata maaf. Jungkook tahu itu. Maka, ia membungkuk kecil. Melangkah keluar dari kamar kecil sang Kakak sembari berusaha meredakan isakan yang beberapa kali terdengar.
Meninggalkan Yoongi yang diam mematung di tempatnya.
.
.
.
'Ceklek.'
"Ah, Jungkook-ah ... lama sekali! Mana, ramen untukku-- Eh?! kau habis menangis, ya?"
Jungkook menggeleng cepat, menepis pertanyaan yang Taehyung ajukan. Ia menyodorkan satu cup ramen untuk Kakaknya.
"Aku tidak menangis! Ini karena ramenmu itu, Hyung! Bubuk cabainya terbang ke mataku! Perih sekali, jika kau tahu!" elaknya dengan bibir mengerucut kesal. Taehyung tertawa terbahak. Ia fokus menyantap ramen buatan Jungkook lalu melanjutkan game yang sempat tertunda. Tak lagi mengungkit tentang mata basah Jungkook.
Jungkook sendiri tertawa. Menertawakan dirinya sendiri karena alasan yang kurang masuk diakal. Beruntung Taehyung percaya.
Tak ingin kakaknya curiga, Jungkook segera duduk dan menyantap ramen miliknya, kendati pikirannya terpusat pada kejadian beberapa saat lalu.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth: REVEALED ✔
FanfictieDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed "Kau tahu, semua kata maafmu itu tak akan ada artinya di mata kami! Kau datang dan menghancurkan semuanya! Hidupku, hidup kami bertiga hancur hanya karenamu!" Benarkah? Bagaimana jika pada akhirnya na...