Seokjin mengusak kasar surainya. Menatap menerawang, lalu menghela napas panjang. Ia berdiri, berjalan keluar dari ruangan yang ia gunakan untuk menenangkan diri sejak satu jam lalu. Kali ini hatinya sudah bulat. Ia akan memberitahu Yoongi semuanya, dengan perlahan.
***
"Di mana? Di mana? Oh, di mana~"
Taehyung sibuk bersenandung ria. Membuka satu persatu laci dan mencari apa yang saat ini menjadi tujuannya. Taehyung yakin betul benda itu ada di sini.
"Seokjin Hyung sembunyikan di mana, sih?" gerutunya sembari mengacak rambut frustasi. Yah, mau bagaimanapun, ia harus menemukan benda yang ia cari sebelum kakaknya datang.
"Terakhir kali, kulihat dimasukkan ke sini."
"Tapi, kenapa sekarang menghilang?"
Anak itu mendesah lelah lalu membuka semua laci dan mencarinya dari awal. Mungkin saja ia yang kurang teliti, hingga tak bisa menemukan apa yang dicari. Namun, kendati ia telah menyusuri laci-laci di kamar Seokjin sebanyak dua kali, benda itu tetap saja belum ia temukan. Ia mendesah kecil, hingga akhirnya memutuskan untuk berbaring sejenak di kasur milik sang Kakak.
Lama berpangku tangan sembari menggerutu, Taehyung memutuskan untuk bangun. Berjalan keluar lalu mengunci kamar Seokjin dengan hati-hati. Ia bawa kedua kakinya menuruni tangga.
Dengan hati-hati pula ia kembalikan kunci kecil itu ke dalam sepatu butut berwarna merah. Taehyung mendengus kecil. Ia sendirian di rumah. Tapi senyumnya terpampang saat tahu ini adalah waktu baginya untuk bebas.
Maka, dengan semangat, anak itu berlari menuju dapur. Membuka lemari kaca, menampakkan tiga cup ramen instan yang disusun berjajar. Tangannya dengan cekatan memilih satu yang paling menarik perhatian.
"Ayo, ayo, makan ramen dan minum soda sepuasnya ...."
Remaja itu bersenandung riang. Mengambil mie dari dalam cup, lalu memasukkannya dalam rebusan air. Sembari menunggu, ia buka pintu kulkas, untuk mengambil satu kaleng soda.
"Oh, habis?" gumamnya kecewa. Kali ini, terpaksa ia harus minum soda yang belum masuk ke dalam lemari pendingin.
Dengan bibir menyun sebab kecewa, ia kembali membuka lemari kaca yang menjadi tempat penyimpanan makanan. Mengambil kardus ukuran sedang berisi satu lusin soda kaleng, lalu membawanya ke meja makan untuk dibuka. Satu kaleng Taehyung ambil untuk dirinya sendiri. Sedangkan empat kaleng yang digenggam masing-masing dua di tangannya ia masukkan ke dalam kulkas.
Senyumnya terkembang apik saat empat kaleng soda berhasil ia masukkan dalam lemari es. Kali ini, ia angkat kardus soda yang telah berkurang isinya untuk dikembalikan. Sebelum map coklat di lemari membuatnya membatu.
"Loh? Itu ... "
Dengan cepat, ia melupakan kardus soda di tangan. Diletakkannya kembali kardus itu di atas meja makan. Tangannya beralih pada map cokelat berstampel logo rumah sakit. Ia mengambilnya cepat, lalu memindai hurufnya dengan kilat.
"Ini yang kucari," serunya senang lalu mengeluarkan kertas yang lebih tipis dari dalam map. Menggeleng pelan, mengingat Seokjin selalu menyimpan benda penting di tempat nyeleneh seperti saat ini.
"Sudah ke temu. Sekarang sudah ada bukti jika Yoongi Hyung anak kandung Appa. Kau tidak perlu ragu lagi, Jungkookie. Kekeke~" ujarnya dengan senyum yang terkembang.
Hanya sebentar.
Sebelum senyumnya luntur karena terdengar suara air yang beradu dengan panasnya besi kompor.
Pikiran bocah itu teralih dengan cepat.
"Ramenkuu!!"
***
" ... Yah, begitu ....." Seokjin menghela napas ketika berhasil menyelesaikan perkataannya.
"Jadi, mau, 'kan, Yoon?" tawarnya. Terlihat jelas raut ragu di wajah sang Adik. Seokjin meringis samar. Tahu betul Yoongi masih terkejut atas apa yang baru ia dengar, ketika Seokjin memberi tahu mengenai apa yang salah dengan dirinya.
Lebih tepatnya, pada jantungnya.
"Yoon," Seokjin kembali memanggil. Kali ini, berhasil membuat atensi yang lebih muda mengarah padanya.
"Tapi Hyung, a-aku tidak mau merepotkanmu. Sejak pindah dari panti, aku merasa begitu merepotkan keluarga Hyung. Aku bahkan bukan siapa-siapa di keluarga ini, dan aku tidak mau merepotkan Hyung lagi kali ini," tuturnya lirih sesekali tersendat karena sesak yang masih terasa, juga pasokan oksigen dari selang yang bertengger di hidungnya terus keluar. Lagi pula, ada apa dengan Seokjin?
Ia hanya orang asing di keluarga ini. Dan Yoongi heran, tentang bagaimana Seokjin bisa bersikap sebaik itu padanya.
"Tidak," Seokjin menggeleng pelan. "aku tidak merasa direpotkan sama sekali. Dan, kau itu adikku, Yoon. Aku kakakmu. Jelas sekali perkataanmu salah, tentang eksistensimu di keluarga," tuturnya. Melanjutkan kata 'adik kandung' dalam hatinya.
"Tapi--"
"Aku tidak mau dengar kata 'tapi' lagi darimu. Hanya dengar, dan menurut apa kataku," Seokjin memotong.
Karena ini demi kebaikanmu.
"Dan, setelah semua urusan di sini selesai, ikut Hyung pulang, ya?" lelaki itu berujar. Menatap teduh dua manik kelam Yoongi. Kali ini, ucapannya tak disambut baik. Sang adik menggeleng tegas.
"Tapi, aku punya rumah, Hyung. W-walaupun hanya menyewa ...," ucapannya melirih diakhir kalimat.
Seokjin tersenyum miring, terlihat sarkas. Menatap dalam kedua manik cokelat gelap di depannya.
"Rumah? Kau tidak punya. Rumah yang kau sewa sudah dipakai oleh orang lain," ujarnya. Nampak jelas sekali di matanya raut terkejut yang lebih muda.
"Dan--" Seokjin kembali melanjutkan saat nampak dimatanya Yoongi hendak berucap.
"--aku sudah mengundurkanmu dari semua pekerjaan. Di toko Han Ahjussi, ataupun kedai kecil pinggir jalan itu," lanjutnya menambah raut terkejut dari wajah pucat di depannya.
Kau tidak punya pilihan lain, Yoon. Hanya ikut, dan menurut pada apa yang kukatakan.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth: REVEALED ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed "Kau tahu, semua kata maafmu itu tak akan ada artinya di mata kami! Kau datang dan menghancurkan semuanya! Hidupku, hidup kami bertiga hancur hanya karenamu!" Benarkah? Bagaimana jika pada akhirnya na...