Chapter 9

26 2 0
                                    

Setelah mengadakan musyawarah bersama, akhirnya mereka sepakat untuk berangkat ke kota Balikpapan. Selain kotanya yang lumayan besar, disana terdapat banyak pantai dan Andrian sudah hafal kota Balikpapan, jadi tidak perlu khawatir akan nyasar.

Setelah semuanya siap, Andrian, Alven, Radit tinggal menjemput Mila, Ririn dan Vira dirumah Mila. Mereka sepakat menggunakan mobil Alven yang kebetulan nganggur dan jarang dipakai.

“Yan, lo beneran suka ama Mila?” Tanya Radit. Radit belum puas atas jawaban Andrian tempo hari yang hanya dibalas anggukan dan senyuman. Senyum penuh arti tersebut membuat Radit menggidik.

“Apaan sih lo kepo amat kek Dora.” Jawab Andrian sambil menyetir.

“Gue nanya bener-bener.” Radit memutar bola matanya, jengkel.

“Iya, gue suka, tapi lo diem-diem aja. Biarin dulu Mila belajar baek-baek. Ntar kalo gue nyatain duluan, terus dia kepikiran eh terus nilainya jeblok gimana? Tar gue yang disalahin.” Jelasnya.

“Nah akhirnya ngaku juga!” Alven menepuk pundak Andrian. “Lo juga ga usah khawatir sih, kan Mila susah banget tuh ngerespon cowok. Baru elu yang direspon baek2 ama dia.”

Terlalu asyik ngobrol, mereka telah sampai dirumah Mila, pagarnya terbuka, lantas Andrian memasukkan mobilnya.

Mila yang duduk di samping Andrian, lantas Radit pindah ke kursi paling belakang bersama Alven, sementara Vira dan Ririn di kursi tengah.

Setelah berpamitan kepada orang tua Mila dan juga Miko, mereka berangkat.

“Lo cantik banget sih Mil.” Celetuk Andrian tiba-tiba membuat Mila melotot.

“Apaan sih lo dangdut banget.” Mila mengibaskan tangannya.

Andrian terkekeh sementara keempat temannya yang berada di belakang hanya bisa mendengarkan sambil menahan tawa.

30 menit di perjalanan, mereka tengah mengobrol asyik, mulai dari yang penting sampai yang tidak penting.

“Lo tau gak kalo tas gue dikasih kecoa sama Gibran! Sinting kali tu anak kurang kerjaan banget idupnya!” Vira bercerita bahwa ia sangat sering di jadikan bahan pelampiasan kejahilannya Gibran dikelas.

“Naksir Vir dia ama lo, tapi gengsi mau ngungkapin, makanya dia caper mulu.” Kata Ririn sambil tertawa terbahak-bahak

“Anjir! Asal jeplak aja lu ngomong!” Vira tak kalah heboh.

“Awas benci ntar jadi cinta!” Radit di belakang tak mau kalah untuk menggoda Vira.

“Eiya btw ntar kita kemana dulu?” Tanya Mila saat teringat mereka akan beristirahat dimana setelah sampai.

“Astara aja gimana? Gue pengen renang!” celetuk Alven. Untung saja mereka dari kalangan menengah keatas jadi tidak terlalu pusing memilih hotel atau tempat penginapan.

Beberapa menit berlalu, Andrian mulai mengantuk lalu meminta Alven yang ambil alih kemudi. Mila yang tertidur pulas tidak menyadari bila mobil tengah berhenti sebentar.

Andrian pindah ke kursi paling belakang bersama Radit. Lalu tertidur.
.
.
“Woy, bangun napa elah kebo amat kalean!” Alven mengguncang-guncangkan bahu Mila. Sedangkan Vira membangunkan Radit dan Andrian yang tengah tertidur pulas sambil berpelukan.

Mila membuka matanya lalu keluar dari mobil. Mila merenggangkan ototnya yang terasa tegang.

“Ven, air lo masih ada gak?” Tanya Vira pada Alven.

“Pake ini aja!” Ririn memberikan jeruk nipis yang tinggal setengah. Entah mengapa di saat seperti ini Ririn sempat-sempatnya membawa jeruk nipis dan pisau lipat. Alven tersenyum lebar dan menerima jeruk nipis tersebut, lalu melipat kursi tengah agar bisa menjangkau mereka.

DECEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang