"GIB! LO SEHARI DIEM NAPA SIH! PANTAT LO GATEL YA!" Suara Vira yang nyaring 8 oktaf memenuhi seisi kelas. Seperti biasa, bukan Gibran namanya kalau tidak rusuh.
"Yaelah kan gue ngintip dikit aja kali, Vir" Gibran mengerling genit. Tidak heran bila Vira mengamuk.
Gibran membawa cermin kecil yang ia letakkan diatas sepatunya dan diarahkan ke bawah rok murid-murid cewek. Sontak saat Vira mendapatkan perlakuan seperti itu akan langsung mengamuk.
Gibran berlari menghindari Vira dengan melompat dari satu meja ke meja lain. Sedangkan Vira sibuk mengajarnya dari bawah.
Ririn, Mila, Hendra dan Devan hanya bisa tertawa lepas melihat kelakuan temannya. Saat Mila sedang asyik tertawa, ia melihat keluar kelas dan baru saja Arthur lewat dengan ekspresi datar. Arthur menyandarkan tangannya di balkon depan kelas Mila.
Mila keluar dari kelasnya dan mendatangi Arthur yang sedang asyik dengan pikirannya sendiri. Sampai Mila disebelahnya, Arthur juga belum menyadari."Lo kenapa?" Tanyanya.
Arthur buyar dari lamunannya lalu menengok kearah Mila. "Masih idup lo?" Tanyanya polos lalu merapikan rambutnya. Lantas dibalas keplakan tangan dari Mila.
"Hehe becanda, Mil. Gue baru tau ini kelas lo." Arthur membalik badannya dan membaca papan kelas Mila diatas pintu.
"Lo mikirin apa?" Tanya Mila melihat lingkar hitam dimata Arthur.
Arthur lalu membalik badannya lagi menatap langit. "Kagak" Jawabnya singkat.
Mila mengerti akan posisinya. Posisi Arthur yang rapuh, sendiri, dan ia pernah bilang kalau dirinya tidak punya teman cerita selain beradu argumen antara otak dan hatinya. Hatinya yang sudah terlanjur sakit, ingin menyerah pada dunia, namun otaknya berkata bahwa ia masih bisa berfikir akan kedepannya tanpa orang tua.
Mila menundukkan kepalanya, ia bersandar pada pagar lalu menunduk menatap lapangan basket. "Thur, iklasin. Kasihan nyokap lo"
Kini Arthur melirik Mila dan mengenyitkan alisnya heran. "Iklasin ya?" Ulang Mila.
Selang berapa detik, Arthur mengangguk dan senyum samar mulai terlihat.
"Gue bantuin sampe lo ga ngerasa sendirian." Ucap Mila tulus.
Entah mengapa seperti ada dorongan untuk menolong Arthur. Baru kali ini ia melihat dan bisa membuktikan bahwa broken home bisa merubah seseorang terutama seorang anak.
Mila memang sering bertemu tunawisma dijalanan, dan ia tak segan membantunya dengan sesekali membelikan makanan atau memberinya sisa uang sakunya. Ya, walaupun tekenal cuek, tapi Mila memiliki rasa empati yang tinggi.
Pernah di suatu hari, Mila bertemu dengan seorang nenek yang sedang dimaki oleh anaknya, dipinggir jalan. Tidak ada orang yang membantu. Anak tersebut mendorong-dorong sang nenek hingga terjerembab ke aspal. Mila yang sedang pulang sekolah hendak menunggu angkot lantas mengurungkan niatnya dan berlari menghampiri sang nenek.
Ternyata laki-laki berusia kurang lebih umur 25 tahun tersebut mengusirnya. Tidak segan Mila memarahi dan memaki laki-laki tersebut, dan hampir saja terjadi baku hantam. Mila tidak peduli ia laki-laki atau perempuan, yang jelas, Mila tidak terima sang anak memperlakukan ibunya seenak jidat.
"Makasih, Mil" Ucap Arthur.
.
.
Andrian sedang menunggu Mila di lapangan parkir. Sudah 10 menit tapi Mila tak kunjung muncul. Tiba-tiba Andrian melihat Arthur tepat didepannya, lantas Andrian memanggilnya.
"Thur!"
Si pemilik nama tersebut lalu menengok ke sumber suara, lalu mendekatinya. Arthur kini tepat didepan Andrian. "Ada apa, Yan?
KAMU SEDANG MEMBACA
DECEMBER
Teen FictionMila Nerissa Wahyudi. Gadis cantik SMA yang cuek, seadanya, dan nyaris tidak tertarik pada laki-laki. Suatu hari ada seorang laki-laki yang tertarik padanya dan tak lelah juga untuk terus berusaha agar mendapatkan hatinya. Apakah Mila tertarik? Apak...