Chapter 22

30 1 0
                                    

Delapan bulan sudah sejak insiden tersebut.

Mila memutuskan tidak kuliah diluar kota. Ia akan tetap disini sambil menunggu kabar dari keluarga Andrian yang masih belum kembali.

Vira melanjutkan kuliahnya di Malang, sedangkan Deni di Yogyakarta.

Karin, Ririn dan Mila satu kampus dan berbeda fakultas. Begitu juga Arthur. Mila tidak menyangka Arthur diterima di jurusan tata boga. Walaupun ayahnya membiayai kuliahnya, bukan berarti Arthur tinggal satu rumah dengan ayahnya. Arthur belum siap menerima ibu tirinya tersebut.

Mila menempati janjinya tidak akan menangis lagi. Tapi rasa sedih itu tetap saja tidak akan pergi dengan mudahnya, walaupun tidak pernah ada kabar, sesekali Mila percaya bahwa Andrian akan datang kembali menemuinya.

"Hai!" sapa Karin.

Mila mendongakkan kepala dari layar laptopnya. "Mana Hendra?" Tanya Mila.

"ada praktikum, tar juga nyusul" jawab Karin lalu duduk didepan Mila.

Karin memesan satu porsi spaghetti untuk dirinya dan satu burger untuk Mila. Mila hendak mengatakan bahwa ia sudah makan, tapi Karin menolaknya, katanya mumpung lagi baik.

Apa boleh buat, bagus deh. Rejeki tidak boleh ditolak.

Tepat hari ini adalah bulan desember. Dimana satu tahunnya mereka telah resmi berpacaran.

Mila teringat sesuatu.

"Rin, gue tinggal dulu ya" Mila berdiri lalu menyomot burger dan laptopnya dan berdiri.

Mila menghubungi Arthur, menyuruhnya menunggu di parkiran.

Tak lama kemudian Arthur datang. "Ada apa, Mil?" Tanyanya.

"Ikut gue buruan!" Mila menggandeng tangan Arthur agar segera masuk ke mobil. Saat ini Mila sudah diperbolehkan mengendarai mobil.

Mila menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang, wajahnya sumringah membuat Arthur sedikit bingung.

"Lo kenapa sih"

"Udah nurut aja" Jawab Mila sambil tersenyum.

"Malah cengengesan. Narkoba ya?" Gerutu Arthur.

Setelah sampai ditujuan, Mila keluar dari mobilnya lalu berlari ke salah satu bangunan sederhana. Bangunan tersebut terlihat klasik dan terkesan modern. Bangunan bernuansa putih tersebut dihiasi dua pohon pinus didepannya.

Bangunan tersebut bukan berbentuk rumah, melainkan seperti toko, dindingnya sebagian menggunakan kaca sehingga pengunjung dapat terlihat dari dalam.

Mila membuka pintu kaca tersebut. Disudut ruangan sudah dihiasi hiasan bunga dan beberapa figura bergambar abstrak juga beberapa pasang kursi dan meja yang sudah tersusun rapi.

"Ngapain kesini?" tanya Arthur.

"Buat lo!" Mila memberikan kunci toko tersebut pada Arthur.

"Maksud lo?" Tanya Arthur tidak mengerti.

"Jadi satu tahun yang lalu, gue sepakat sama Andrian buatin toko ini. Lo kan suka banget masak, lo juga pernah cerita sama gue kalo lo pengen punya toko kue sendiri. Dan sekarang bisa lo wujudkan"

"Tapi, gue ga pernah ngasih apa-apa sama lo, Mil"

"Gue pernah janji sama lo, gak bakal ninggalin lo. Gue bakal nemanin lo sampe lo gak ngerasain sendirian lagi. Gue tau rasanya jadi lo, Thur. makanya gue bantu" ucap Mila tulus.

"Gue gatau harus bilang apa sama lo, sama Andrian juga." Arthur masih menganga tidak menyangka.

"Lo udah jagain gue buat Andrian. Udah jadi sahabat terbaik gue. Cukup lo selalu ada buat gue, dah bikin gue seneng." Mila tersenyum pada Arthur.

DECEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang