Chapter 23

32 1 0
                                    

Bandara Adi Sudjipto, Yogyakarta.

"Akhirnya sampai jugaaaa!" Rifqi merenggangkan ototnya setelah keluar dari ruang bagasi. Arthur yang masih dengan tubuh lemas dan berwajah pucat, mau tidak mau meminta agar mencari makanan terlebih dahulu.

Teman-temannya setuju dan memutuskan akan mencari makanan di sekitaran bandara.

Mereka sepakat akan makan bakso. Rifqi ingin tahu, apakah cita rasa bakso di Yogyakarta akan berbeda dengan yang ada di Samarinda. 5 porsi bakso sudah datang.

Mengapa 5?

Arthur yang memintanya. Karena diperjalanan, isi perutnya sudah terkuras habis hingga kosong melompong membuat dirinya kian semakin merasa lemas.

Setelah menghabiskan makanannya masing-masing, Rifqi menuju kasir dan bertanya total dari semuanya.

"Totalnya 25 ribu, mas" Kata mbak-mbak kasir.

Rifqi mengangguk lalu merogoh dompetnya, dan tiba-tiba tersadar lalu mengerutkan keningnya. "5 porsi, mbak sama es teh manisnya 4?"

"Iya, 25 ribu, mas"

Rifqi menggeleng takjub. Kalau ia tinggal disini, bisa-bisa dalam waktu 1 bulan, Rifqi bisa menggemukkan badan dalam waktu singkat.

Rifqi memberikan uang pas lalu kembali ke meja tempat ia makan tadi.

Setelah itu mereka berempat memutuskan mencari penginapan untuk 4 hari kedepan.

"Wisma Prambanan aja gimana?" Ujar Ririn sambil memainkan ponselnya.

Teman-temannya lantas mengangguk. hotel tersebut juga begitu dekat dengan bandara.

Setelah sampai hotel, mereka memesan untuk 2 kamar.

"Kenapa gak satu kamar aja?" celetuk Arthur tiba-tiba lantas mendapat toyoran dari Rifqi.

"Elo! Sudah makan, masih aja bego!"

Mila menghempaskan badannya diatas ranjang yang empuk dan berukuran besar, Mila menatap langit-langit berwarna putih.

"Mil" Panggil Ririn yang baru saja membuka kopernya mencari charger.

"Hm" Mila bergumam lalu duduk menatap Mila yang kini sudah duduk di sisi ranjang.

"Lo harus seneng-seneng. Ok?" Ujar Ririn.

Mila memejamkan matanya sejenak. Ririn melihat masih ada raut kesedihan di wajah Mila. Tidak semudah itu melupakannya.

Siapa yang tidak akan sedih berkepanjangan bila sang kekasih pergi begitu saja. Arti pergi itupun masih antara pergi sementara atau...selamanya.

Selamanya pun bukan berarti di dimensi yang sama, melainkan di dimensi yang berbeda.

Mila masih belum tahu akan hal itu. Selama belum ada kabar pasti mengenai Andrian, Mila tidak akan putus harapan. Apa salahnya berharap sekali lagi. Kalaupun hasilnya nihil, setidaknya Mila sudah melakukan apapun dan banyak berdoa untuk sesuatu yang terbaik untuk Andrian.

"Lo harus damai sama masa lalu lo, Mil"

"Gue ga ngerti maksud lo apaan, Rin" Jawab Mila dengan suara lirih.

"Buka lembaran baru"

Mila terkejut memicingkan matanya. Apakah maksud Ririn, Mila harus memulainya dengan orang baru?

Tidak! Tidak semudah itu. Mila begitu mencintai Andrian dan ia masih terpukul atas apa yang dialami olehnya. Selama tidak ada kepastian mengenai kabar Andrian, Mila tidak akan memulai lembaran baru, apapun yang terjadi.

DECEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang