1

3.3K 237 14
                                    

"Rumah ini tak layak disebut rumah hanya sebatas tempatku singgah. Diluar sana aku sedang mencari definisi rumah yang sesungguhnya. Kamu kah orangnya? "

-Minju

Minju memasuki rumahnya dengan lunglai. Ia memasukkan sepatunya dirak sepatu berjejer dengan sepatu lainnya yang tertata rapi.

"pacar berondongmu tidak kamu ajak mampir?" sapa wanita paruh baya yang sedang asik menonton tv dengan camilan ditangannya.

Tidak menjawab Minju langsung berjalan melewati wanita tersebut untuk naik ke kamarnya di lantai dua.

"HEI!!!"

"Kalau ada orang tanya tuh dijawab. Aku adalah ibumu, dimana letak etikamu? " bentak wanita bernama Eunbi itu.

Sebenarnya Minju sangat malas menanggapi. Badannya sudah remuk redam ditambah wanita ini selalu saja mencari masalah.

Minju berbalik menatap wanita yang menyebut dirinya Ibu itu dengan nyalang.

"Sejak kapan kau menjadi Ibuku? Kau tidak lebih dari wanita murahan yang merusak rumah tangga orang!" ucap Minju dengan ketus.

"Apa kau bilang?? Kau anak kurang ajar!" Eunbi merangsek maju hendak menyerang Minju lantaran harga dirinya dinjak-injak oleh anak dari almarhum suaminya tersebut.

"EOMMA! HENTIKAN!!" muncul gadis tinggi yang masih memakai seragam SMA memasuki rumah tersebut, dan menghentikan aksi ibunya.

Ditahannya badan Ibunya itu. "Kak Minju cepat naik! Istirahatlah! Maafkan Ibu Kak!"

Tanpa menjawab Minju berlalu pergi naik kekamarnya dan mengunci pintu. Disandarkan tubuhnya didaun pintu. Kaki-kakinya serasa kehilangan kekuatan untuk menopang tubuhnya. Ia merosot memeluk lututnya sambil terisak.

Hampir setiap hari rumah yang ia tempati tak pernah memberinya kedamaian. Selalu ada saja perdebatan-perdebatan yang terjadi antara dirinya dan Ibu tirinya tersebut. Bahkan ketika Minju lebih memilih diam, ada saja yang diributkan.

Tak heran pukulan, jambakan, sudah menjadi makanan sehari-sehari sejak dirinya masih di bangku SMA. Ingin rasanya ia kabur dari rumah ini, apalagi sekarang ia sudah bekerja. Tapi itu tidak bisa ia lakukan, gajinya belum cukup untuk menyewa sebuah apartemen. Posisinya sekarang dikantor juga masih menjadi karyawan kontrak apalagi ia juga harus mengurusi biaya sekolah adiknya Wonyoung.

Lagipula rumah ini adalah satu-satunya harta yang ditinggalkan Ayahnya sebelum meninggal dalam kecelakaan 3 tahun silam. Dan ia tidak rela memberikan rumah ini pada Ibu tiri yang sudah membuat Ibu kandungnya meninggal.

***

Setelah berendam dengan air hangat hampir 1 jam Minju keluar kamar mandi dengan keadaan fresh. Diliriknya jam dinakas yang menunjukkan pukul 9 malam.

Ketika ia hendak keluar kamar ponsel diatas bantalnya berkedip menampilkan nama seseorang yang mampu membuatnya mengulas senyum setelah adegan pertengkaran tadi.

"Halo, sayang kamu belum tidur? " layar persegi panjang itu berubah menampilkan wajah bidadari.

"Belum Yujin. Kamu udah sampai rumah? " tanya Minju.

"Udah baru aja sampai. Tadi aku mampir dulu diwarung depan makan. Laper hehe.  Kamu udah makan? " jawab Yujin.

"Baru aja aku mau turun Jin, mau cari makanan hehe"

Mereka saling diam mengamati wajah masing-masing sambil tersenyum-senyum.

"Kim Minju"

"Ahn Yujin"

Ucap mereka barengan.

"Kamu duluan, ladies first" ucap Yujin masih terpaku dengan wajah cantik kekasihnya itu.

"Terima kasih Yujin,  i love you" ucap Minju dengan rona merah dipipinya.

"Ily too Kim Minju. Apasih tiba-tiba banget kamu ngomong gitu. Biasanya nggak pernah manis-manis gini?" tanya Yujin heran, memang benar Minju jarang sekali mengekpresikan perasaannya seperti ini.

"Eh, nanti lagi ya sayang aku laper mau makan dulu ke bawah. Bye"

Tuttt

Tanpa menjawab pertanyaan Yujin barusan ataupun menunggu Yujin mengatakan sesuatu Minju mematikan panggilannya. Ia kembali menghela nafas dalam. Seakan berbicara dengan Yujin barusan adalah hal sulit.
.
.
.
Minju turun dari kamarnya menuju dapur. Dilihat ruang tamu yang sudah kosong dan tidak ada siapapun. Diliriknya kamar Ibu tirinya, juga lampunya sudah mati, mungkin sudah tidur.

Minju beranjak membuka kulkas, mengambil beberapa buah disana juga menuang segelas susu segar. Lalu membawanya ke depan tv. Ia akan mencoba santai sedikit malam ini, tidak seperti malam biasanya dimana ia habiskan dengan menangis.

"Kakak belum tidur? " sapa Wony adiknnya. Wony adalah anak Eunbi dengan mendiang Ayahnya alias adik tiri Minju. Meskipun begitu Minju tidak membenci Wony seperti ia membenci Eunbi.

Entahlah meski terlahir dari rahim wanita yang sudah mengahancurkan definisi keluarga bahagianya, Minju tetap bersikap layaknya kakak yang baik.

Bahkan semenjak Wony dan Eunbi menginjakkan kakinya dirumah ini, dimana saat itu Wony baru berusia 5 tahun. Momen-momen yang tidak ingin Minju ingat. Kenyataan bahwa Ayahnya telah berselingkuh dengan sekretaris mudanya hingga memiliki anak. Juga keterkejutan ibunya hingga serangan jantung merenggut nyawanya.

Yang Minju benci hanya Ayahnya dan Eunbi. Tapi tidak dengan Wonyoung, ia adalah gadis yang manis, cantik, terlebih diusianya yang masih muda Wonyoung sudah harus menghadapi sebuah cerita tidak mengenakkan tentang bagaimana ia bisa terlahir ke dunia ini.

"Kakak maafin Ibu ya. Jangan benci dia. Benci Wony aja kak" ucap Wonyoung sambil memeluk Minju dan tersedu-sedu dalam tangisnya.









Maapkeun yah disini saia buat kalau mak Eunbi jadi pelakor juga ceritanya usianya sudah dipertengahan 30-an.


Jangan lupa votement ya guys!!

Spechless (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang