8

1.1K 126 0
                                    

"Kita harus sama-sama saling menyakiti agar perpisahan tidak terlalu sakit untuk dilalui."

.
.

.

.

.
Minjoo POV

Ju, pulang jam?  Mau dijemput enggak?

Pesan dari Yujin masuk sekitar 30 menit yang lalu. Aku hanya menatapnya enggan untuk membalas entah kenapa. Jam kerjaku sudah berakhir 10 menit yang lalu. Layar komputer di hadapanku sudah menghitam, aku memasukkan beberapa berkas ke dalam tas dan merapikan berkas-berkas lain yang masih berserakan dimeja kerjaku.

Entahlah malam ini aku sedang ingin menenangkan diri dan mengambil keputusan selanjutnya dalam hidupku untuk masa depanku. Tentang hubungan ku dengan Yujin dan ucapan dari Ayah Yujin tempo hari.





.

.

.

Flashback on

Aku duduk dihadapan pria paruh baya yang ku hormati ini. Yang mungkin akan menjadi kakek dari anak-anak ku nanti. Hah seperti aku berkhayal terlalu jauh.

"ah terima kasih,pak" aku menerima tuangan alkohol dari Ayah Yujin ke dalam gelas kecil dihadapanku dan langsung menyesapnya habis. Dalam pertemuan seperti ini aku tetap bersikap  sangat formal padanya salah satunya dengan memanggilnya "pak".

"Bagaimana Kim Minju apa kau siap bergabung dengan perusahaanku, disana kau akan mendapatkan jenjang karir yang lebih cemerlang. Tidak seperti dikantormu saat ini." ucap Ayah Yujin.

Ya saat ini aku memang telah menjadi sekretaris dari seorang CEO perusahaan ternama Korea yaitu Na Jaemin. Tapi aku tidak tahu mengapa Ayah Yujin menawariku untuk bergabung diperusahaannya juga iming-iming kepemilikan saham yang cukup besar dan juga jenjang karir fantastis.

"Kau tau Minju, Yujin sangat keras kepala ia tak mau meneruskan perusahaan yang sudah ku dirikan."

"Maka dari itu Minju, jadilah anak angkat kami dan perusahaan itu akan menjadi milikmu. Tinggalkan Yujin, berhenti main-main dengannya. Aku akan memfasilitasi pendidikan tinggi untukmu, dengan begitu aku akan mati dengan tenang jika kau yang memegang perusahaanku."

Aku tercengang, oksigen disekililingku seakan menipis. Ini jauh dari ekpektasiku.

"Saya sama sekali tidak paham. Saya tahu Yujin memang tidak tertarik dengan kepenerusan perusahaan  ini, tapi dia menurutimu pak, kuliah dijurusan bisnis. Lagipula masih ada jalan lain, selain saya menjadi anak angkat anda" ucap Minju.

Ayah Yujin menenggak alkohol di gelasnya hingga tandas.

"Aku sudah muak melihat anak itu. Ya, Yujin menuruti ku mengambil jurusan bisnis, tapi lihatlah mungkin surat perintah D.O akan keluar sebentar lagi." Pria paruh baya dihadanku ini menghela nafas. Matanya sayu namun menyiratkan ketegasan.

"Pikirkan lagi Minju, jika yang kau maksud jalan lain adalah pernikahanan aku tidak setuju dengan itu, aku menginginkanmu menjadi putriku. Tidakkah itu tawaran yang menggiurkan Kim Minju, adikmu sebentar lagi akan lulus SMA dan akan melanjutkan ke perguruan tinggi, hutang dari ibu tirimu dan menggunung, dan rumah orang tuamu yang dijadikan jaminan itu kau bisa melunasinya tanpa harus bersusah payah." ucap Ayah Yujin

Otakku kesulitan memproses data yang masuk. Aku sama sekali tidak mengerti. Mengapa beliau begiti terobsesi menjadikan ku anaknya dibanding menantunya. Aku percaya Yujin bisa berubah. Aku bisa membantunya. Aku paham kekasihku itu tidak tertarik dengan bisnis. Dari awal aku mengenalnya sampai sekarang ia tidak serius menjalankan kuliahnya.

Dulu, waktu aku masih menjadi mahasiswa disana aku masih sering mengomelinya,menyuruhnya untuk belajar, memarahinya jika membolos. Tapi seiring waktu berlalu dan aku tidak memiliki waktu lagi untuk melakukan itu,  aku tidak tahu lagi apa yang terjadi dengan pendidikan Yujin. Kecuali banyaknya mata kuliah yang dia ulang disetiap semester. Aku juga tidak tahu, apa yang dia lakukan dikampus.

Aku masih duduk dengan tatapan kosong, setelah kepergian Ayah yujin. Yang kubutuhkan sekarang adalah Yujin. Aku butuh dia.

Flashbak off

.

.

.

"Kim Minju belum pulang, mari saya antar" Jaemin keluar dari ruangannya menenteng tas laptopnya.

Minju dan Jaemin dalam perjalanan pulang saat ini. Keduanya sama-sama diam. Minju menatap ponselnya yang bergetar sejak tadi.

"Angkat saja Minju takutnya penting" ucap Jaemin.

Tapi lagi-lagi Minju hanya mematikan panggilan tersebut.

"Bagaimana kalau kita makan malam dulu, aku lapar" ajak Jaemin.

"Jaemin-ssi, kamu mau menemaniku minum malam ini, cuaca sedang bagus tidak ada salahnya kita minum. Kau bilang kita bisa menjadi temankan jika diluar kantor."

"Ide bagus. Tentu saja kita adalah teman." ucap Jaemin. Ponsel ditangan Minju kembali bergetar, nama Yujin masih setia menjadi penelfon disana.

Dengan cekatan Minju mengirim pesan pada Yujin.

Aku lembur Yujin, ada meeting mendadak. Sampai jumpa besok. Good night sayang.

.

.

.

.

***

.

.

.

.



Entah berapa gelas alkohol yang sudah diminum Minju malam ini. Setelah meracau tak jelas Minju tertidur di meja bar. Jaemin masih mengamati pahatan indah didepan matanya. Bulu mata lentik indah.  Hidung mancung dan bibir merah tipis yang membuat Jaemin menelan ludahnya berkali-kali.

Jaemin tidak minum banyak malam ini. Ia masih sadar seratus persen.

"Tuan mobil sudah siap". Jaemin mengalihkan atensinya pada seseorang yang menghampirinya dengan sigap ia membopong Minju. "Tolong bawakan tasnya" perintah Jaemin.

Mobil yang ditumpangi Jaemin dan Minju berhenti perlahan didepan sebuah rumah sederhana. Jaemin turun dan mencoba menggendong Minju lagi, sebelum tangan seorang lelaki menghentikan aksinya.

"Biar aku saja" ucapnya lembut tapi seketika ia mengerutkan dahi dan menatap nyalang Jaemin setelah aroma alkohol menyeruak masuk ke dalam indra penciumannya.


.

.

.

"Bukankah kalian habis lembur?"

.












.







.



.





.


Semoga nanti malem ada teaser ya guys

Spechless (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang