HUJAN DIKALA SENJA BERCERITA

52 24 3
                                    


Terimakasih Telah Menyamarkan Air Mataku

Sore itu, ketika awan mendung dan senja pun tak hadir. Selain senja yang ku nanti, hujan pun adalah hal yang paling terindah ku nantikan, alunan nadanya membuatku menari-nari dibawah sang hujan hingga ku bisa meluapkan rasa rapuh didalam dada. Apalagi aromanya, membuatku jatuh cinta berkali-kali kepada sang pencipta. Sebagai rasa syukurku, ku nikmati hujan dikala itu.

Tepat diwaktu itu, sepulang sekolah ku tak suka langsung pulang ke rumah. Melainkan bertemu dengan teman-teman organisasi, tidak semua, hanya sebagian sih. Ku lihat hujan sepertinya akan segera turun, ku rindu aromanya. Tak lama hujan pun turun dengan deras, dercak kagumku tak henti dengan diam saja. Melainkan, ku sambut dengan membasahi tubuhku dibawah derai hujan yang turun secara bergantian. Ingat dengan sambut, bukannya sambat.

Tadinya aku ingin sendiri menikmati rintikan hujan dikala itu, namun rasanya tak adil jika teman-temanku tak ikut merasakannya. Ku tarik satu persatu ke ruang sendu langit. Dan akhirnya kita semua pun hujan-hujanan, dan berlari-larian. It's okai berlari-larian dibawah hujan, asal jangan berlari-larian dari kenyataan. Hiks.

Ku coba berbaring dibawah hujan dan rasanya itu seperti melayang diudara, dasar halu. Setelah itu aku bangun dan berkumpul, melingkar dibawah hujan. Dari itulah hujan dikala senja bercerita.

Disitu ada Aku, Midah, Tela, dan Guntur. Senjani mundur karena kedinginan. Disitu kita berkumpul sembari melingkar bercerita tentang diri kita, mau duka, cita dan cinta semuanya ada.

Satu persatu mulai bercerita tentang kisahnya, dan tiba saatnya giliran Guntur yang bercerita. Semua pertanyaan menuju pada kisah asmaranya sendiri yaitu Jira dan Guntur. Semua bertanya tentang itu, dan aku hanya menunduk dan sesekali memandang Guntur. Yang mereka tanyakan adalah,

"Apakah kau masih bersama Jira" Tanya salah satu temanku dengan nada gemetar karena kedinginan.

Aku pun mulai menatap muka Guntur lagi dari sekian lamanya aku menunduk dari tadi.

"Iya, sekarang satu saja yaitu Jira. Itu juga susah" Jawab Guntur, sembari memeluk erat tubuhnya karena kedinginan.

Disaat hujan, disaat dia berkata seperti itu, dan disaat itu pun juga aku meneteskan air mata. Aku tidak khawatir akan ada yang melihat air mata ini, karena air mataku telah tersamarkan oleh hujan yang membasahi mukaku. Aku pun cepat-cepat menunduk karena aku tak boleh menatap dia terlalu lama, nanti semua orang yang ada disana bertanya-tanya. Hmm

Setelah itu semua pun beranjak pergi karena kedingingan, malam pun telah tiba dan aku pun tak peduli soal pulang atau tidak. Rumah tidak seperti rumah.

Kami semua pun pergi ke lapang sekolah di langit gelap gulita yag disertai rintik hujan, nahasnya kami semua pun tergoda untuk menikmati hujan lagi dikala itu. Kecuali Guntur, karena dia tidak kuat kedinginan.

Mereka asik berdua bermain hujan dan aku hanya berdiri dan menatap langit yang gelap serta menghujani seluruh tubuhku dengan mesra. "Oh begini ya, rasanya menikmati hujan dibawah langit malam" Gumamku dalam hati. Saatku ingin melanjutkannya, tiba-tiba ada suara yang meghardikku agar berhenti.

"Siapa itu?" Tanyaku dengan nada kesal, dengan posisi yang masih melihat ke atas langit.

"Ning! Ayo sudah ini dingin sekali, ntar kamu masuk angin!" Hardik Guntur dari kejauhan sembari memeluk erat tubuhnya yang sepertinya sudah tidak tahan lagi untuk meneduh.

"Ohh, ternyata kamu Guntur.. Okee!! Iya Iya..." Jawabku dengan nada tinggi.

Aku pun langsung memanggil Tela, dan Midah untuk segera meneduh dan ganti baju. Setelah itu kami pun merebah di mushola, aku yang posisi nya merebah menghadap kiri selalu saja di omelin tela agar menghadap dirinya. Kemudian kami langsung bergegas pulang, dan sebenarnya aku tak ingin pulang. Aku benci rumah. Tapi yasudahlah mau gimana lagi toh?

Hujan, waktu usai bertanya,

Hening, sendu berlindung dibalik sunyi,

Sepi yang kukira mati, kini mengenal cinta,

Tak letih terus menuggu yang tak pasti,

Air mata tersamarkan benang perak dunia,

Terimaksih telah menyadarkan diri ini.

Tatkala kau berkata, Dialah yang satu-satunya,

September, 2018

Terimakasih Hujan

SalamSemesta

PRASAJA  ( SLOW UPDATE✓ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang