23. Hurts

330 45 5
                                    

Junhoe bersenandung kecil sambil memutar-mutar tas kresek di tangannya. Langkahnya terlihat ringan sekali. Ia berhenti di depan rumah sederhana dengan gerbang besi tinggi bercat hitam. Tangan kanannya hampir menyentuh teralis besi itu saat telinganya mendengar suara dari balik pagar. Ia mengintip di celah yang berada di antara teralis pagar.

"Apa kamu benar-benar bahagia jika tanpaku?". Junhoe mengernyit menatap gadis yang baru beberapa bulan ini menjadi kekasihnya sedang menangis dan seorang laki-laki yang dikenalnya, yaitu Jeon Jungkook, berusaha membuat gadisnya menatapnya.

"Jawab aku, Yuna!". Perlahan kepala gadis itu terangkat.

"Aku.. mencintaimu".

Kedua tangan Jungkook melorot jatuh dengan ekspresi shock yang kentara. Junhoe juga nampak terkejut bukan main.

"Kau-". Suara laki-laki itu tercekat.

"Aku mencintaimu". Ulangnya.

"Maafkan aku, seharusnya tidak boleh ada perasaan semacam ini diantara kita. Aku-".

Junhoe shock luar biasa saat Jungkook mencium Yuna. Tas kresek dalam genggamannya jatuh. Tanpa sadar kedua tangannya mengepal dan hampir mendobrak paksa gerbang yang menghalanginya ini. Ia melihat Yuna mendorong bahu Jungkook dengan keras.

"Yak! Apa yang kau lakukan!". Yuna mengusap bibirnya dengan ekspresi murka.

"Kamu bilang mencintaiku, dan aku juga mencintaimu. Alasan apalagi yang kuperlukan untuk meninggalkanmu". Yuna memejamkan matanya menahan kesal.

"Kuharap ini terakhir kalinya kita bertemu, Jeon Jungkook". Ujarnya dingin dan beranjak melewati laki-laki itu. Junhoe sedikit memundurkan tubuhnya dari gerbang.

"Aku tau kamu terpaksa menerima pria itu. Kamu sengaja menjalin hubungan dengannya hanya agar aku tak lagi mengejarmu". Mata Junhoe melebar, laki-laki itu masih menahan lengan Yuna.

"Cukup, Jungkook!".

"Atau kamu begini karena apa yang telah eomma lakukan padamu dulu, iya kan?". Gadis itu membeku dengan jemari mengepal.

"Aku tau eomma mengancammu berkali-kali. Tapi aku tak menyangka jika eomma benar-benar nekat hingga mengadu domba kamu dengan mantan pacar si brengsek itu". Jungkook membalik tubuh Yuna kembali menghadapnya.

"Yuna-ya, maafkan aku yang pengecut ini. Aku sungguh menyesal. Maafkan aku". Laki-laki itu jatuh bersimpuh.

"Harusnya aku tak meninggalkanmu. Harusnya aku tak membiarkanmu bersama si brengsek itu. Maafkan aku, Yuna-ya. Maafkan aku".

Junhoe yang sudah kepalang kesal langsung mendobrak gerbang besi itu hingga sikunya berdarah. Yuna menoleh kaget mendapati Junhoe masuk pekarangan rumahnya dengan ekspresi dingin yang menakutkan.

"Aku sudah terlalu lunak padamu beberapa waktu ini, Jungkook-ssi. Kau pikir aku tidak tahu kau memata-matai kami selama beberapa hari ini. Kurasa kau sudah melewati batas. Aku akan segera mengirimkanmu undangan pernikahan kami, tunggu saja".

Junhoe menarik tangan Yuna berjalan keluar dari rumah itu. Yuna berjalan terseok-seok mengikuti langkah Junhoe yang lebar.

"June, lepaskan tanganku. Ini sakit sekali". Junhoe menulikan telinganya.








***






Junhoe lantas mendorong Yuna memasuki mobilnya berikut dirinya sendiri kemudian melajukannya dengan kecepatan penuh. Yuna memegang seatbeltnya dengan gemetar. Selama beberapa menit hanya ada keheningan karena keduanya sama-sama enggan membuka mulut. Sekitar sepuluh menit kemudian mobil Junhoe berhenti di depan sebuah villa.

"Turun!". Yuna menapakkan kakinya dengan ragu.

"Ru..rumah siapa ini, June?". Junhoe berbalik setelah berhasil membuka gerbang di depannya.

"Masuk!". Laki-laki itu berkata nyaris membentak.

"June, ini rumah siapa?". Yuna mengulang pertanyaannya.

"Kubilang masuk! Atau kau lebih suka kuseret seperti tadi?". Yuna langsung memasuki villa itu dengan kepala menunduk.

Dekorasi villa yang indah dan unik tak mampu membuat Yuna merasa tenang. Ia benar-benar takut berhadapan dengan Junhoe saat ini. Karena Yuna baru pertama kali melihat sisi kasar seorang Junhoe yang selama ini ia kenal sebagai laki-laki yang cuek dan dingin.

Junhoe mendudukkan dirinya di samping Yuna yang terlihat sedang gemetar. Tanpa kata, laki-laki itu menempelkan es batu yang telah dibungkus kain lembut ke bagian pergelangan tangan kiri Yuna yang nampak memerah akibat ulahnya.

"Maafkan aku". Yuna mendongak.

"Aku lepas kontrol. Aku gak bermaksud menyakitimu. Semua terjadi begitu saja".

Terjadi keheningan selama beberapa saat. Saat Junhoe beringsut mengisi kembali es batu dari dalam ember yang ia bawa, Yuna terkejut mendapati luka memanjang dan berdarah di siku kanan laki-laki itu. Yuna buru-buru bangkit mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk mengobati luka itu.

"Aku belum selesai, Yuna-ya".

"Tunggu sebentar, June".

Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Yuna kembali duduk di hadapan Junhoe. Ia menyentuh lengan laki-laki itu dengan hati-hati. Yuna meringis pelan menatap luka sobek yang cukup panjang itu. Dengan perlahan ia membersihkan noda darah itu dan membubuhkannya obat merah kemudian menutup lukanya dengan plester.

Selama itu Junhoe tak sekalipun melepas pandangannya dari wajah cantik di depannya. Ia bahkan tak merasa perih sedikitpun. Sampai akhirnya lamunannya buyar akibat Yuna yang balas menatapnya.

"Ya..yang kamu katakan tadi, benarkah?". Junhoe mengerjapkan matanya sejenak lalu menatap Yuna bingung.

"Undangan pernikahan kita?". Lanjut Yuna. Junhoe menghembuskan nafasnya sejenak.

"Aku hanya menggertak pria itu. Aku tak mungkin memaksamu menikah denganku. Kamu jelas tak memiliki perasaan apapun padaku. Jadi kamu-".

"Ayo kita menikah, June". Junhoe menoleh cepat dan mendapati ekspresi putus asa Yuna disertai setitik air mata yang lagi-lagi luruh dari kelopak mata kanan gadis itu.


.
.
.

[END] It's You! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang