'Ibu! sudah kukatakan berulang kali, aku mencintainya. Kalian tidak berhak memaksaku menerima perjodohan ini begitu saja hanya karena ambisi bisnis kalian. Bagaimana dengan Eunbi, tidakkah kalian memikirkan perasaan—'.
'Aku tidak apa, Jungkook-ssi'. Laki-laki itu menggeleng tak percaya mendengar ucapan gadis imut di depannya.
'Tapi aku yang tidak bisa, Eunbi-ah! Berapa kali sudah kukatakan bahwa aku mencintai—'.
'Cukup, Jeon Jungkook. Ikut aku!'. Wanita paruh baya itu menyeret puteranya ke dalam kamarnya.
'Ibu! Aku mencintai Yuna. Ibu sudah tahu itu bukan?'.
'Tidak sayang. Kamu hanya kasihan padanya'.
'IBU!'.
Pria muda itu menganga tak percaya.
'Ibu akan memberimu pilihan. Kau terima perjodohan ini dengan perempuan itu masih bisa berada di sekitarmu atau kau bebas dari perjodohan ini tapi..'.
Wanita itu menggantung kalimatnya.
'Kamu tidak akan pernah menemui perempuan itu lagi'. Jungkook menatap ibunya shock.
"Melamun lagi?". Sebuah tepukan pelan di bahunya membuyarkan lamunannya.
"Apa kamu mau jalan-jalan sore?". Wanita itu masih mencoba menarik perhatian suaminya.
"Tidak, aku sedang lelah".
Wanita itu tersenyum tipis. Ia tahu suaminya sedang stres. Ia tau apa penyebabnya. Gadis yang dicintainya selama bertahun-tahun menghilang lagi tanpa kabar dan dirinya tak bisa melakukan apapun karena cedera kakinya akibat kecelakaan beberapa bulan yang lalu. Bahkan ia membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan aktivitas sehari-harinya.
***
'Tebal muka juga kau ini'. Gadis itu menunduk sopan.
'Putraku akan menikah akhir minggu ini. Kenapa aku masih melihatmu di sekitarnya. Nampaknya kau lebih tak tahu diri daripada yang kupikir. Entah bagaimana caramu memperdaya Jungkook hingga ia sangat bergantung pada gadis miskin dan tak jelas asal usulnya sepertimu ini'. Tatapan tajam wanita paruh baya itu membuat si gadis meremas jemarinya sendiri dengan gugup.
'Eomonim, aku hanya berniat mengantarkan undangan pernikahanku padanya'. Wanita itu tersenyum sinis.
'Aah kau juga akan menikah? Baguslah, setidaknya Jungkook tak akan terikat lagi padamu'. Tangannya merebut undangan itu dengan kasar.
'Ya sudah, tunggu apalagi? Pergilah sebelum putraku melihatmu disini'. Hardiknya.
Ia berbalik dengan air mata yang menganak sungai di pipinya.
"Yuna-ya! Kau baik-baik saja?".
Gadis itu, Choi Yuna mengusap kasar air matanya yang entah sejak kapan mengalir. Ia berbalik menatap pria tampan di belakangnya sambil memamerkan senyum terpaksanya.
"June. Jadikan sore ini kita mengunjungi Gayoon eonni?". Tanyanya antusias. Pria itu mengangguk dan mengelus rambut gadisnya dengan sayang.
"Ah, apa yang harus aku bawa untuknya ya? Oh June, kira-kira kalau aku membawakannya kotak musik ini apakah eonni akan senang?". Pria itu mengangguk singkat.
"Tidak penting benda apapun yang kau berikan padanya. Yang dia butuh hanya penyemangat darimu".
Ia memperhatikan Yuna yang terlihat terseyum lebar sambil memainkan kotak musik di tangannya. Selama beberapa bulan ini gadis itu nampak terpuruk, Junhoe sangat tahu alasannya. Hal itu membuat Junhoe mau tidak mau memaksanya segera kembali ke Denmark.
Sebelum itu Junhoe mengajaknya bertemu Gayoon, sepupunya yang pernah hampir membunuh Yuna. Gayoon overdosis obat penenang hingga jiwanya terganggu. Pertama kalinya ia mengajak Yuna dua bulan yang lalu, gadis itu langsung jatuh tersungkur di lantai ruang rawat Gayoon sambil menangis setelah melihat kondisi perempuan yang nyaris gila itu dengan seluruh tubuh diikat di ranjang rumah sakit jiwa.
Junhoe menatap Yuna terenyuh. Bagaimana bisa ia menangis histeris melihat kondisi orang yang hampir membunuhnya bahkan enggan beranjak dan terlihat lebih menyayangi perempuan itu dibanding Junhoe yang notabenenya adalah saudara sepupunya.
"Eonni, apa kabarmu hari ini". Gadis itu mengelus tangan Gayoon sambil menggenggam telapak tangan kanan perempuan itu.
"Eonni, aku bawakan kotak musik ini biar kamu nggak kesepian". Yuna masih mencoba mengajak berinteraksi perempuan yang hanya berbaring diam itu.
"Eonni, aku akan segera kembali ke Denmark. Kuharap kamu segera pulih biar June nggak khawatir lagi padamu". Yuna mengusap pipi Gayoon perlahan.
Perempuan itu menoleh ke arah Yuna dengan ekspresi datar. Yuna menampilkan senyum tulusnya.
"Kumohon cepatlah sembuh, eonni. Aku nggak sanggup melihatmu seperti ini". Yuna lagi-lagi menangis di depan perempuan yang masih tetap membisu itu.
"Yuna-ya".
"Aah..maafkan aku June. Aku terlalu terbawa suasana". Ia mengusap air matanya sambil menyunggingkan senyum canggungnya.
"Eonni, aku janji akan sering mengunjungimu. Jaga diri baik-baik ya, aku pamit dulu". Yuna memeluk tubuh perempuan itu dan beranjak menuju keluar ruangan.
"Kau sepertinya lebih menyukai Gayoon noona daripadaku". Yuna tergelak karena nada Junhoe yang terdengar merajuk.
"Tentu saja". Gadis itu menampilkan gestur mengejek.
"Yasudah, sana ajak Gayoon berkencan. Kenapa masih mengikutiku!". Ujarnya ketus.
Yuna menangkup pipi pria yang baru sebulan ini resmi jadi kekasihnya itu dengan gemas.
"Kau lebih tampan darinya". Tangannya yang bebas mencubit pipi lelakinya dengan gemas.
"HEI! DIA WANITA DAN AKU PRIA TULEN. Aish! Kemari kau Choi Yuna!".
.
.
.