Yuna menatap datar pria tampan yang berjalan mendekati ranjangnya. Ia masih agak takut padanya. Pria itu menyodorkan sebuket bunga tulip kuning pada Yuna.
"Oh ayolah, aku memang payah tentang selera wanita. Setidaknya terima bunga ini agar aku sedikit lega".
"Untuk apa datang kemari?". Pria itu menurunkan tangannya yang terangkat tepat di depan Yuna yang menatapnya datar.
"Tidak bolehkah aku mengunjungi istriku sendiri yang sedang sakit". Sontak Yuna melebarkan matanya.
"Dasar sinting!".
Tepat saat itu seorang perawat paruh baya memasuki ruang rawat Yuna.
"Oh, maaf Tuan dan Nyonya Koo. Sepertinya saya mengganggu suasana romantis kalian". Perawat itu mendekat dengan ekspresi sungkan yang nampak konyol bagi Yuna.
"Tak apa, suster. Bagaimana keadaan istri saya". Yuna menatap tajam pria yang berdiri di samping ranjangnya itu. Sementara pria itu menahan tawanya.
"Semakin membaik, Tuan Koo. Nampaknya lusa Nyonya Koo sudah diperbolehkan pulang".
Yuna sekilas menangkap binar-binar di mata Koo Junhoe. Sedetik setelah perawat itu keluar dari ruangan, Junhoe langsung menatap Yuna serius.
"Choi Yuna-ssi—".
"Kenapa kau mengaku sebagai suamiku?". Junhoe terdiam kikuk.
"Kau dan sepupumu sama saja. Pergilah sebelum kalian berdua kulaporkan pada polisi". Junhoe seketika menatap kesal pada Yuna.
"Hey! Choi Yuna-ssi. Tidakkah seharusnya kamu berterima kasih padaku karena sudah menyelamatkan nyawamu, bukannya malah mengancamku seperti itu. Seharusnya kubiarkan saja kau mati di apartemenmu sendiri". Yuna menganga tak percaya.
"Aah.. begitu rupanya. Lalu kenapa kau mau repot-repot menolongku? Seharusnya kau biarkan aku mati saja agar saudaramu itu bebas, benarkan?". Junhoe mendecak kesal.
"Aku belum ingin membicarakan hal itu saat ini. Ada hal penting lain. Kekasihmu yang mengaku bernama Jeon Jungkook sedang dalam perjalanan kemari". Yuna spontan terlonjak dan mengerang setelahnya karena luka di perutnya.
"Yak! Berikan ponselku". Yuna menarik ujung kemeja Junhoe.
Pria itu menyerahkan ponsel Yuna dan gadis itu dengan tidak sabar mengetuk-ketuk layar ponselnya.
"Aish! Angkat telponku, Jungkook-ah". Yuna menggigiti kukunya gelisah.
Ia beberapa kali mencoba menghubungi Jungkook, namun nampaknya tak berhasil.
"Kapan ia menghubungiku. Tidak, apa yang kau bicarakan dengannya?". Junhoe mengusap poninya canggung.
"Aku mengatakan padanya bahwa aku suamimu". Yuna membelalakkan matanya.
"Tapi pria itu dengan menggebu-gebu berkata bahwa aku berbohong dan dirinyalah kekasihmu. Jadi kubilang saja sejujurnya bahwa aku bukan siapa-siapa". Junhoe menunduk.
"Lalu kenapa ia bisa berpikir terbang kemari? Apa kau memberinya alamatku?". Junhoe menatap Yuna ragu.
"Karena ia bilang bahwa kau kabur dari rumah sakit, kupikir kalian harus bicara makanya—". Yuna tak menghiraukan penjelasan Junhoe.
Bagaimana bisa semuanya menjadi makin rumit seperti ini. Kenapa juga Jungkook harus berbohong sedemikian rupa hanya untuk mengetahui kabar dirinya. Jika Jungkook saat ini sedang dalam perjalanan ke Denmark, ia mungkin akan menyeret Yuna kembali ke Korea mengingat situasi saat ini yang kacau.
Yuna seperti tersadar. Ia sontak bangkit dari ranjangnya dengan tergesa. Hampir saja Yuna terjungkal kalau saja Junhoe tak menangkap tubuhnya.
"Kau ini kenapa? Kau sadar hampir melukai dirimu lagi? Kenapa terburu-buru, kau mau kemana?". Yuna mau tak mau harus bergantung pada Junhoe.
Luka di perutnya melemahkan pergerakannya. Sehingga ia harus berpegangan pada Junhoe.
"Bantu aku berkemas. Aku harus kembali ke apartement sekarang juga".
"Tidak! Kau belum boleh pulang". Yuna menatap kesal Junhoe di depannya.
"Kau yang memaksaku pulang karena membuat Jungkook berusaha menemuiku". Junhoe tak punya pilihan selain mematuhi perintah Yuna.
Setelah berkemas, Junhoe langsung memapah Yuna menuju mobilnya. Sepanjang perjalanan terjadi keheningan. Yuna berkali-kali mencoba menghubungi Jungkook, namun selalu gagal.
"Apa saja yang sudah kalian bicarakan?". Junhoe menoleh sekilas pada Yuna lalu kembali fokus menyetir.
"Tidak banyak, hanya memberitahukan alamatmu saja". Yuna nampak belum puas dengan jawaban Junhoe.
"Kau tidak sedikitpun membahas sepupumu, kan?". Junhoe menggeleng.
"Bahkan aku tak sempat mengabarinya tentang kondisimu saat ini, pria itu sudah langsung menutup panggilan setelah mendapat alamatmu". Yuna mengernyit karena nada suara Junhoe nampak seperti sedang kesal.
"Aku butuh bantuanmu". Junhoe menginjak rem saat melihat lampu lalu lintas berubah merah.
"Tentang apa?".
"Jangan bicara apapun tentang insiden kemarin dan Tetaplah berakting menjadi kekasihku atau apalah". Junhoe menoleh kaget.
"Hei! Aish! Baiklah aku minta maaf karena lancang mengaku menjadi suamimu. Tapi aku—".
"Diamlah! Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu itu. Dan segera injak gas, lampu sudah hijau". Junhoe kehabisan kata-kata untuk membalas Yuna.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] It's You!
Fiksi PenggemarAbout my true feeling... Yes, it's You! [RE-PUBLISH]