sure things

1K 126 14
                                    


Lavender mengelilinginya dalam kehampaan,
Langit biru yang slalu tampak sama,
Dan kabut yang terkadang menenggelamkan dirinya.

Gadis dengan mata amethyst berbaring tak berdaya.

Entah berapa lama ia disana,
Ia tidak tahu.
Tapi,  mestilah ini sudah sangat lama.

Ia merindukan kekasihnya dan ingin menemuinya,

Air mata mengalir dalam tenang,
Kesukaran dan kesunyian adalah tempat untuknya.
Lelah,  ia lelah.

Dimanakah dunia seharusnya berada?

Ia ingin pulang dan berjumpa dengan kekasihnya.

....

"kakak... Apa nee-chan ini sangat berharga bagi kakak?" tanya inojin pada sasuke yang sedang sibuk mengamati rumah sakit dari kejauhan.

Sasuke menatap inojin sejenak, kemudian tersenyum bangga.

"dia adalah kekasihku. "

Inojin beroh-ria,  ya wajar sekali pikirnya.  Kakak ini sangat tampan dan nee-chan itu juga sangat cantik.  Mereka adalah pasangan sempurna.

"kenapa kakak tidak langsung menemuinya saja? " tanya inojin yang mulai kepo.

Ia terlibat dalam ini dan ia tidak mengerti dengan langkah-langkah yang diambil sasuke untuk bertemu dengan hinata.  Ia tidak mengerti mengapa kakak ini mengambil jalan yang begitu berliku-liku hanya untuk bertemu pacar sendiri.

Dan ia sangat bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi?

"mmm...  Itu agak rumit." sasuke tersenyum lalu mengacak-acak rambut inojin.  "apa kau mau membantuku untuk bertemu dengannya? "

Inojin mematung,  kata-kata sasuke mengingatkannya pada ayahnya, beberapa detik kemudian ia mengangguk.

"kakak... Mengingatkanku pada ayah. " tutur inojin, ia menundukkan kepalanya. 

"apa kau mau menceritakannya padaku? "

Meskipun terus berbincang,  tapi pandangan sasuke tak pernah lepas dari rumah sakit.  Ia sengaja mencari tempat paling strategis untuk mengintai rumah sakit ini.

"ayah... " inojin menghela nafas.  "tidak dapat melupakan almarhum ibu. "

Sasuke tersenyum tipis,  ia merasakan apa yang ayah inojin rasakan.  Ditinggal oleh orang yang kita sayangi?  Hell!  Tidak akan melupakan tidak akan pernah.  Melupakan dan mengikhlaskan itu hal yang berbeda. 

"ia slalu mengatakan padaku bahwa ia menunggu waktu agar dapat bertemu dengan ibu. "

Inojin memeluk lututnya sendiri,  ia kesal pada ayahnya sekaligus sedih. Ayahnya adalah seorang pelukis hebat namun sejak kematian ibunya, ayahnya menjadi orang yang berbeda.

Ia tidak mencintai melukis seperti dulu, bahkan inojin hampir tidak pernah melihat ayahnya memegang kuas.

Ia tahu ayahnya mencintai ibunya tapi, semuanya tidak harus berjalan seperti ini'kan?  Ayah tidak harus berhenti dari apa yang disukainya.  Ia tidak harus menghabiskan waktu sendirian termenung memandang potret ibunya seharian dan mengabaikan putra semata wayangnya. 

Bukan seperti itu...

"inojin...ada kalanya orang akan berkabung,  merasa hampa dan sulit namun pada saatnya masa itu akan berakhir. " sasuke menepuk bahu inojin.  "bersabarlah... Ayahmu juga akan melewati masa itu, kau hanya perlu ada untuknya. " sasuke tersenyum tipis diakhir.

Secara tak langsung,  mungkin ia mengerti apa yang inojin rasakan.  Ia hanya ingin ayahnya kembali seperti dulu. Namun sebuah perpisahan membutuhkan waktu untuk mengikhlaskan.

Jujur,  jika hinata ternyata hari itu benar-benar telah tiada,  mungkin ia tidak akan pernah mengikhlaskan dan tidak mungkin akan bertahan lagi didunia ini. 

Hinata yang hadir dimimpinya,  memberinya harapan dan kekuatan. Itu yang membuatnya benar-benar mampu hidup hingga sekarang.

Inojin sejenak terperangah menatap sasuke,  ia memikirkan kata-kata yang diucapkan oleh sasuke. Itu benar... Mungkin ayahnya hanya butuh waktu... Ia yang terlalu egois karna berpikir ayahnya terlalu lemah karena tidak dapat melupakan ibu.

"kak. "

"ada apa?"

"aku akan membantu kakak bertemu dengan pacar kakak." tekad inojin telah bulat. Apapun yang terjadi,  ia akan membantu sasuke bertemu dengan hinata.

Sasuke mengangguk dan tersenyum pada inojin.  Tampaknya ia memiliki sekutu sekarang.

....



"aku punya firasat buruk. " desis sakura tajam. 

Naruto yang sedang menikmati pizzanya terhenti untuk sejenak.

"apa maksudmu? " tanya naruto tidak mengerti.

"sasuke... Sasuke tampaknya tidak hanya sekedar berjalan-jalan. " sakura menggigit ujung kukunya untuk mengalihkan rasa kesalnya.

"tapi sasuke bilang begitu...? "

"sepertinya ia sedang mencari petunjuk tentang keberadaan hinata. "

Sakura mengintai melalui jendela rumah,  memperhatikan satu-dua orang yang berlalu lalang. Tidak ada satupun tanda keberadaan sasuke. Ini agak mencurigakan, karena sebentar lagi malam akan datang.

"jika itu benar..." naruto meneguk sisa sodanya dengan kasar dan beralih pada sakura.  "apa yang kita harus lakukan? "

Sakura terdiam. Memperhatikan paket barang atas nama sasuke uchiha yang baru datang. Tindakan sasuke terlalu mencurigakan, sakura khawatir bahwa sasuke benar-benar mencari hinata.

Ini tidak bisa dibiarkan. Jika sasuke berhasil maka....  Semua usahanya selama berapa bulan ini sia-sia.  Sasuke tidak akan meliriknya.

"kita harus menghentikan sasuke! "

Naruto menyunggingkan sebuah senyuman.

"ya... Lagipula aku sudah lelah melihat sasuke tersiksa karena para hyuuga sialan itu. " sasuke meremas kaleng soda yang habis diminumnya. "mereka pikir mereka itu keluarga sempurna?  Seenaknya merendahkan klan lain dan menginjaknya. " naruto tersenyum sinis.  "bagaimana jika kita menyingkirkan mereka hingga keakar? "

"aku menyukai ide itu!! " sambut sakura gembira.  Benar,  jika mereka ingin membereskan masalah mereka harus membereskannya hingga keakar.

"kita harus menyusun rencana. "

"ayahku punya koneksi untuk itu. " sakura tersenyum sinis.  "kita lihat bagaimana keluarga hyuuga bertahan akan serangan kita. Terutam si hinata sialan itu. "



....



Krieeettt

Inojin menghela nafas ketika melihat ayahnya tak ada diruang lukis.  Ia hanya berharap ayahnya kembali melukis,  ya... Tidak ada salahnya juga berharap.

"ooh inojin,  kau ada disini? " ayah inojin tersenyum lalu mengambil beberapa cat dan kuas. "bisa kau bantu ayah nak? "

Inojin masih terperangah.

"ayah?  Melukis lagi??? " kata inojin tidak Percaya.

Sai nama lelaki yang sedang tersenyum kikuk pada anaknya,  inojin.

"tentu saja.  Ayah'kan pelukis? "

Inojin mengusap matanya yang serasa hangat.  Ia menghampiri ayahnya dan memeluk sai erat.

"aku percaya.... Ayah akan melukis lagi. "

Sai tersenyum haru.

"terima kasih telah mempercayai ayah. "

.

.

.



-continue

A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang