16 ||PELUKAN TIBA-TIBA

11.3K 2.8K 51
                                    

"Sssttttt, nanti kakak beliin mainan. Tapi Adel harus diem, oke?"

Bukannya diam, Adel justru semakin mengencangkan tangisannya membuat Lukas kelimpungan. Hari ini Adel begitu rewel, meminta untuk ditemani Mama dan papanya. Namun, apa boleh buat karena orang tuanya begitu sibuk hingga lupa dengan anaknya sendiri.

"Adel mau mama papa! Pokoknya mama! Papa!"

Lukas mengacak rambutnya frustasi. Bertemu dengan Mama dan papanya bukan hal yang mudah. Mengingat orang tuanya itu yang selalu sibuk, membuat mereka jarang bertemu. Kalaupun itu bertemu, pasti kedua orang tuanya hanya menghabiskan waktu untuk bertengkar. Tak heran jika Adel kekurangan kasih sayang.

"Del, kakak mohon nurut sama kakak. Kali ini aja." Ujar Lukas lembut berharap dapat meluluhkan hari sang adik.

Adel menggeleng cepat. Derai air mata membasahi wajah lucunya. Begitu tampak menyakitkan gadis cilik berusia tujuh tahun itu. Dikala teman-temannya mendapat kasih sayang diusianya yang masih dini, justru Adel tidak sama sekali. Hari-harinya hanya dihabiskan bersama Lukas dan Bi Inah asistem rumah tangga.

"Telpon mama! Telpon papa! Kalau mereka nggak mau, lebih baik Adel mati aja!" Racau Adel. Walaupun masih belia, pemikiran si kecil itu sudah terbang kemana-mana. Apalagi saat sekarang, suhu tubuh Adel meningkat hingga membuatnya demam.

"Del, mama sama papa sibuk."

"Pokoknya nggak mau, kak. Adel mau mama papa." Ujarnya lirih. Selimut tebalnya ia gunakan untuk menutup seluruh tubuhnya.

Lukas menghela napas berat. Kalau sudah begini, apa yang bisa dilakukan selain menelpon kedua orang tuanya?

Lukas merogoh sakunya, mengambil handphone yang berada di sana, lalu mendial nomor papanya.

Suara sambungan telpon terdengar namun cukup lama tidak ada jawaban. Berkali-kali Lukas mencobanya, namun tetap sama. Panggilannya tidak dijawab.

Lukas menggeram kesal bisa-bisanya mereka tega dengan anaknya sendiri? Lukas mencoba memanggil untuk yang terakhir kali. Kalau sampai papanya tidak mau mengangkat, dia akan benar-benar menganggap lelaki itu orang terjahat di dunia.

"Halo?"

Suara yang terdengar dari seberang membuat Lukas menghela napas lega. "Halo pa?"

"Ada apa Lukas?"

"Adel minta papa pulang. Dia sakit dari tadi nangis terus." Lukas menggigit pipi bagian dalamnya berharap papanya mengiyakan permintaannya.

"Papa sibuk Lukas. Bilang sama Adel kalau papa lagi meeting."

Ucapan papanya itu membuat Lukas menahan amarahnya. Anak mana yang tidak kesal jika orang tuanya selalu saja sibuk tanpa mau meluangkan waktu.

"Sibuk sama selingkuhan?" Lukas benar-benar hilang kesabaran. Mulutnya yang dari dasarnya pedas kini ia tampakkan.

"Maksud kamu apa? Papa kerja buat kalian. Semua ini salah paham, Lukas. Papa tidak pernah selingkuh. Papa-"

Belum sempat papanya selesai bicara, Lukas memotongnya terlebih dahulu, "Kalau papa masih anggep aku sama Adel anak. Papa pulang sekarang juga."

Lukas kembali menatap adiknya saat sudah mematikan telepon. Ia menatap Adel sedih, mengapa adiknya harus mengalami nasib seperti ini?

"Gimana kak?" Wajah polos itu bertanya dengan penuh harap.

"Kita tunggu aja. Kakak telpon mama dulu."

Lukas kembali mengutak-atik handphonenya berniat untuk menelpon mamanya. Suara telpon tersambung itu membuat Lukas berharap cemas.

HALU(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang