23||Spent the Whole Day With Lukas

9.7K 2K 21
                                    

Akibat bujukan dari Hana, akhirnya Lukas menuruti permintaan gadis itu yang ingin jalan-jalan ke taman dekat perumahan. Padahal Lukas tadi sudah menolak karena kondisi tubuh Hana yang belum memungkinkan untuk diajak jalan-jalan. Namun namanya juga Hana, mana mungkin dirinya tidak memiliki seribu satu macam cara.

"Lukas." Panggil Hana kepada Lukas yang kini berjalan di sampingnya. Suasana taman sore hari ini yang tidak begitu ramai membuat Hana merasa senang.

"Hm?"

Hana mengedarkan matanya menatap beberapa truk gandeng yang berada di jalan raya. "Aku tuh suka sebel sama truk yang gandeng-gandeng kayak gitu." Hana menunjuk kearah truk gandeng di jalan raya.

"Kenapa?"

"Masa, truk aja gandengan akunya enggak."

Lukas menaikkan sebelah alisnya, "Ngode?"

Hana menatap Lukas malu-malu. Rambutnya yang menjuntai Ia selipkan ke belakang telinga. Tangannya menengadah ke depan Lukas yang kini menatapnya.

"Gandeng." Ujar Hana dibuat selucu mungkin. Lukas yang ditatap seperti itu hanya memutar bola matanya malas.

"Ogah. Tangan kamu bau." Ujar Lukas.

Refleks, Hana mencium tangannya. Saat indra penciumannya tidak menghirup bau busuk melainkan wangi, Ia menatap Lukas jengkel. "Tangan aku wangi, kok!" Ujar Hana emosi.

Lukas terkekeh, diacaknya surai hitam milik Hana. "Polos banget, sih. Sini aku gandeng." Lukas meraih tangan kiri Hana, lalu menggenggamnya menggunakan tangan kanan. Hal ini membuat Hana ingin terbang ke angkasa sekarang juga karena saking senangnya.

"Lukas ganteng, deh. Kalau kayak gini kan aku udah nggak iri lagi sama truk gandeng." Ujar Hana malu-malu yang membuat Lukas geli mendengarnya.

"Jangan suka iri. Nggak baik, syukuri aja semua yang kamu punya." Ujar Lukas lalu kembali melanjutkan langkah sembari menggandeng tangan Hana.

"Seperti memiliki kamu?"

Lukas mengedikkan bahunya, "Mungkin?"

"Kok mungkin, sih?"

"Emang kamu ngerasa milikin aku?"

Kata-kata Lukas itu berhasil memojokkan Hana. Ia sadar dirinya terlalu percaya diri. Padahal belum tentu Lukas menyukainya, tetapi Hana selalu beranggapan bahwa Lukas menyukai dirinya.

"Aku ngerasanya gitu. Nggak tahu kalau kamu."

Lukas tersenyum tipis menatap Hana. Senyum yang selalu dijadikan matahari dalam hidup Hana. "Nggak papa."

Hana mengangguk, matanya berbinar saat melihat penjual es krim di depan mereka. Hana kembali menatap Lukas berniat meminta es krim kepada lelaki itu. Lukas yang sadar jika Hana ingin meminta es krim pun menatap tajam.

"Nggak."

"Kok enggak? Masa sama pacar sendiri gitu?"

"Emang lo pacar gue?"

"Kok jadi lo-gue lagi, sih."

"Lupa."

"IH SEBEL!"

Lukas terkekeh lalu menggelengkan kepalanya saat melihat sikap Hana yang kekanak-kanakan. Bahkan sekarang, gadis itu tengah bersedekap dada dengan bibir mengerucut dan kaki yang menghentak ke tanah.

"Enggaklah. Sama pacar nggak bakal lupa, dong?"

Pipi Hana seketika merona. Karena malu, lantas Ia pergi duluan menghampiri penjual es krim berniat membeli. Saat tiba di penjual es krim itu, keningnya mengernyit saat tangannya yang merogoh saku celana tidak menemukan uang sepesar pun.

"Ah, lupa kalau gue nggak bawa uang." Gumam Hana sendiri.

"Jadi beli nggak, neng?" Tanya abang penjual es krim.

Hana meringis lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Jadi kok, bang. Tunggu bentar, ya?" Dengan sigap Hana berbalik menghampiri Lukas yang masih setia berdiri di tempat tadi dengan tangan bersedekap dada.

"Nggak jadi beli es krimnya?" Dari nada bicaranya saja Hana sudah tahu kalau cowok itu tengah mengejeknya. Hana menengadahkan tangannya berniat meminta uang.

"Aku minta uang, nanti diganti." Ujar Hana.

"Nggak boleh. Kamu masih sakit, Na." Jawab Lukas menolak permintaan Hana.

"Aku udah sembuh, tau! Coba sini pegang." Hana menarik tangan Lukas untuk memegang keningnya yang sudah sedikit hilang panasnya. "Nggak panas, kan?"

"Masih dikit."

"Emang kamu nggak kasian sama abang itu? Dari tadi kayaknya nggak ada yang beli." Ujar Hana mencoba membujuk Lukas.

Lukas menghela napas pasrah. Gadis di hadapannya ini memang selalu punya berbagai macam alasan. "Satu cup aja."

"Horee!!" Saking senangnya Hana sampai meloncat kegirangan dengan tangan bergerak meninju angin. Setelah itu, Ia buru-buru menarik Lukas menuju penjual es krim.

"Es krimnya satu cup, bang. Rasa coklat sama banyakin es krimnya dua kali lipat."

Ucapan Hana itu berhasil membuat Lukas melotot. Itu mah sama saja. Dasar Hana. Namun karena tidak tega, akhirnya Lukas menyetujui permintaan Hana walau terpaksa.

Setelah Hana mendapatkan es krim yang diinginkan, Lukas mengajaknya duduk di kursi taman di bawah pohon yang rindang. Keduanya duduk bersebelahan dengan Hana yang sibuk dengan es krimnya dan Lukas yang sibuk memeperhatikan gadis itu. Hana memakan es krimnya begitu lahap tanpa ada niat jaim di depan Lukas. Dari kecil gadis itu memang menyukai es krim. Pernah saat dulu ayahnya membelikan es krim bersama dengan tempatnya sekalian. Ayahnya memang selalu menuruti apa yang Hana inginkan hingga membuat gadis itu merasa bergantung kepada ayahnya.

Dan saat ayahnya meninggal, Hana begitu shock hingga membuatnya tidak nafsu makan selama satu minggu. Namun dengan support yang diberikan keluarganya juga sahabatnya Hana kembali bangkit walau sesekali merasa sedih.

"Pelan-pelan." Ujar Lukas. Ia terkekeh saat melihat mulut Hana yang belepotan karena es krim. "Aku nggak akan ngelapin mulut kamu kayak harapan kamu selama ini. Jadi, lap sendiri."

Hana memutar bola matanya jengah lalu mengelap mulutnya dengan kasar. Bisa nggak tidak usah blak-blakan seperti itu? Itu adalah kalimat yang mengandung 99,9% kejujuran.

"Lukas."

"Apa lagi?"

"Aku-," Hana memberi jeda sejenak. "Boleh pinjem bahu kamu nggak?"

Lukas mengangguk, "Pake aja."

Dengan senang hati Hana menaruh kepalanya di bahu sandarable milik Lukas. Mata bulatnya menatap kedepan dengan lengkungan tipis di bibirnya. Hari ini Hana merasa begitu bahagia.

"Makasih, pacar. Aku tidur dulu. Ngantuk."

Setelah mengatakan itu tak ada lagi gerakan dari Hana. Mulutnya tertutup rapat dengan nafas teratur. Lukas menyunggingkan senyum tipis. Tangannya bergerak menyentuh kening Hana.

"Ck! Panas lagi. Dibilangin ngeyel, sih."

****

"Loh Non Hana kenapa, Den?" Bi Sarmi bertanya panik saat melihat Hana yang berada di gendongan Lukas.

"Ketiduran di taman, Bi. Untung Lukas bawa mobil." Jawab Lukas yang membuat Bi Sarmi menghembuskan napas lega.

"Syukurlah. Ayo Den langsung bawa ke kamar."

Lukas mengangguk lalu segera melangkah menuju kamar Hana yang berada di lantai dua. Setelah Bi Sarmi membukakan pintu kamar, Lukas buru-buru membaringkan Hana di kasur lalu menyelimutinya hingga sebatas dada. Sebelum pulang, Lukas menyempatkan diri untuk mengelus rambut Hana.

"Good night, Hana."

****

Salam,

Ia

HALU(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang