19 ||MULAI MENJAUH

11.1K 2.2K 32
                                    

Hana mengerucutkan bibirnya sebal saat tidak mendapatkan satupun kendaraan umum yang lewat. Baterai ponselnya habis hingga membuatnya tidak bisa memesan ojol. Supir keluarganya sedang pergi keluar kota bersama ibunya sejak tadi pagi. Kalau saja tubuhnya tidak merasa lelah, pasti ia sudah berjalan kaki sekarang. Tumpukan tugasnya sebagai wakil ketua OSIS membuatnya terlambat pulang hari ini.

Hana berdiri dari duduknya. Menggerakkan bibirnya ke bawah sedih. Apakah ia harus berjalan kaki saja? Itu terdengar mengerikan. Namun mau bagaimana lagi?

Hana melangkahkan kakinya tak bersemangat. Kepalanya menunduk dengan kaki yang menendangi beberapa kerikil di jalanan. Tangannya menggenggam tali tas lemas.

Brakkk

Suara benda terjatuh itu berhasil mengalihkan pandangan Hana ke depan. Matanya memicing melihat sebuah kotak merah yang jatuh di atas aspal. Tatapannya melihat ke arah taksi yang melaju kencang membuat Hana berasumsi bahwa kotak itu berasal dari taksi tersebut.

Hana menghampiri kotak itu lalu menunduk untuk mengambilnya. "Masa iya sengaja dijatuhin? Atau jangan-jangan isinya bom?" Ujar Hana seraya mengambil kotak itu.

Matanya melebar saat melihat kertas yang berada di atas kotak itu.

To: Hana.

Jauhin Lukas atau lo nggak bisa lihat dia lagi.

Yang perlu lo tahu, gue nggak pernah main-main sama omongan. Jadi, turutin apa omongan gue. Ini perintah,  bukan ancaman.

                                 ㊙

Hana memandang kosong kearah kertas yang kini berada di genggaman tangannya. Pikirannya kalang kabut memikirkan siapa yang sudah mengganggunya selama dua hari terakhir ini. Hatinya terasa gelisah tidak seperti biasanya. Hana yakin kalau orang yang mengganggunya adalah orang yang telah mengetahui semua ketakutannya. Semua hal tentangnya.

Pandangan matanya beralih ke arah kotak yang kini berada di atas meja belajarnya. Hana mengingat kembali tentang isi dari kotak itu. Setangkai bunga mawar yang telah layu, dengan kertas yang lagi-lagi berwarna merah yang terdapat tulisan,

Bentar lagi, hidup lo bakalan kayak bunga ini. Layu.

Hana menghela napas panjang lalu berjalan kearah balkon. Matanya memandang bintang yang bertaburan di atas sana. Bintang yang selalu mengingatkannya tentang seorang lelaki yang selalu melindunginya, menyayanginya, dan orang pertama yang bersedia menghiburnya jikalau hatinya terasa gundah.

"Ayah." Gumamnya pelan. "Kalau aja ayah nggak pergi. Nana nggak bakalan ngerasa sendiri kayak gini. Mami nggak mungkin sibuk ngurusin perusahaan. Dan Nana bisa ketawa bareng kalian."

Tak terasa, sebulir air mata jatuh dari ekor matanya. Bibirnya mengeluarkan isakan kecil. Tangannya memukul dadanya yang entah mengapa terasa sesak.

"Terus, sekarang, ada orang yang mau coba ambil Lukas dari Nana. Kalau sampai Lukas dibawa pergi, siapa lagi yang ngasih warna di hidup Nana?"

"Apa Nana harus nurutin ucapan orang itu, supaya Lukas nggak dibawa pergi?"

Hana menggeleng membayangkan kehidupannya tanpa Lukas. Bagaimana hari-harinya jika tidak ada sosok lelaki yang dicintainya? Bagaimana Hana bisa menjalankan hidupnya?

"Kalau ini emang yang terbaik buat Lukas, Nana bakalan coba lakukin. Tapi, aku nggak yakin kalau aku bisa."

Satu hal yang perlu diketahui. Hana itu pintar, tetapi bodoh jika berkaitan dengan Lukas.

                                 ㊙

Lelaki dengan pakaian super licin dan rambut yang tersisir begitu rapi itu berjalan dengan penuh wibawa menyusuri koridor sekolahan. Mulutnya sesekali menegur siswa yang tidak memakai atribut lengkap. Mata tajamnya memandang tegas ke depan dengan raut wajah yang begitu tenang. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana dan berjalan menuju kearah kelas.

Sesampainya di kelas, Lukas buru-buru menaruh tasnya di meja. Pandangan matanya tertuju ke dalam laci meja untuk memastikan apakah ada sesuatu yang Hana kirimkan padanya seperti biasanya saat pagi hari. Keningnya mengernyit saat menyadari laci mejanya yang kosong. Dalam hati Lukas bertanya mengapa hari ini Hana tidak memberikan ucapan selamat pagi di kertas yang menurut Lukas alay.

"Kenapa gue jadi ngarep?" Tanyanya pada diri sendiri. Dengan cepat Lukas kembali keluar kelas menuju gerbang pintu masuk ke SMA Cakrawala untuk berjaga apakah ada siswa yang telat lagi atau siswa yang menyalahi aturan sekolah.

Sesampainya di gerbang, Lukas segera berdiri tepat di pinggir pintu gerbang. Matanya menajam saat melihat seorang siswi yang mengenakan rok tinggi di atas lutut dengan baju super ketat.

"Lo mau sekolah atau mau ngejablay?" Tegurnya pedas. Siswi yang merasa dikatai Lukas seperti itupun hendak mengamuk namun saat matanya menatap ke arah wajah garang Lukas, ia menjadi takut sendiri.

"Kalau besok nggak ganti, gue robek tuh seragam biar sekalian kelihatan."

Siswi itu terlihat sebal, lalu mengiyakan saja ucapan Lukas sebelum mendapat cibiran pedas lagi dari cowok itu.

Untung ganteng.

Mata Lukas mengedar, lalu berhenti saat tak sengaja melihat tubuh seseorang yang begitu Lukas kenali. Rambut sepunggung gadis itu tersisir rapi dengan pita kuning sebagai pemanisnya. Siapa lagi kalau bukan Hana. Cewek itu sedang duduk melamun di gazebo pinggir lapangan.

Tatapan mereka tidak sengaja bertemu, namun Hana segera mengalihkan pandangannya seolah tidak ingin melihat Lukas. Sesaat, Lukas merasa heran saat gadis itu tidak memanggilnya dengan sebutan khas darinya.

Lukas mencibir, mungkin Hana sedang gengsi untuk memanggilnya. Lukas berniat menghampiri Hana untuk menanyakan perihal tugas yang ia suruh membuat kemarin. Selangkah lagi Lukas sampai tepat di depan Hana, cewek itu buru-buru pergi menghindari Lukas seolah-olah Lukas ini kuman yang harus dijauhi.

Lukas mengerutkan keningnya, "Dia, kenapa?"

                                   ㊙

Lukas merasa hari ini Hana terlihat begitu aneh. Tidak seperti biasanya Hana mencuekinya seperti ini. Bahkan saat rapat perihal ekstrakulikuler tadi, Hana bersikap seolah-olah orang asing yang tidak mengenalinya. Hanya sebatas ketua dan wakil OSIS. Setelah rapat pun, saat Lukas ingin bertanya, Hana buru-buru keluar ruangan OSIS tanpa mau menoleh saat Lukas memanggilnya.

"Tumben gue nggak lihat Hana nyamperin lo?" Tanya Reyhan yang sedang asik memakan coki-cokinya. Pandangan matanya tertuju ke arah Lukas yang sedang melamun.

"Iya tuh." Timpal Nova seraya merebut satu bungkus coki-coki milik Reyhan hingga sang pemiliknya mengumpati dirinya.

"Emang." Jawab Lukas singkat.

Reyhan dan Nova saling berpandangan. Lalu saling menganggukkan kepala saat dirasa memiliki pemikiran yang sama.

"Hana mulai menjauh, ya?" Tanya Nova.

Lukas memandang Nova sebentar, sebelum kembali menundukkan pandangan kearah sepatunya.

Menjauh, ya?

Reyhan menggelengkan kepalanya. "Gue nggak nyangka. Bos kita yang galak ini bisa galau kayak gini." Ucap Reyhan yang langsung mendapat anggukan dari Nova.

"Mungkin ini karma buat lo yang udah sia-siain Hana. Yang sabar ya, bos."

※※※※※※

TBC

SALAM,

IA💟

Vote comment-nya jgn lupa btw, hehehe😂

HALU(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang