Seulas senyum tipis terbit di bibir Hana. Ia selalu suka saat melihat Lukas memimpin rapat. Aura ketegasan, kepemimpinan, tanggung jawab cowok itu terlihat begitu jelas hingga membuat jantung Hana sedari tadi tidak bisa berdetak santuy. Hana akui kalau dirinya memang terlihat alay jika sudah berhubungan dengan pangeran berkudanya.
"Wakil Ketua OSIS, punya pendapat mengenai masalah ini?"
Lamunan Hana buyar saat suara Lukas menginterupsi dirinya. Hana yang sedari tadi melamun menjadi tidak paham dengan bahasan mereka.
"Pendapat gue tetep sama, lo itu ganteng cocok sama gue yang cantik."
Jawaban dari Hana sontak menghadirkan tawa tertahan dari teman-temannya. Mereka belum memiliki cukup nyali untuk menyemburkan tawa yang pastinya akan mengundang kemarahan Lukas.
Sadar dengan jawabannya, sontak Hana menunduk merasa malu. Lukas mengelus dadanya mencoba bersabar.
"Maaf, gue nggak fokus." Jawab Hana merasa bersalah.
"Mending kalau nggak siap rapat, nggak usah ikut. Bikin ribet." Ujar Lukas. Ia duduk diatas sofa menatap tajam Hana.
"Nggak ah nanti kangen." Ceplos Hana. Buru-buru dirinya menutup mulutnya yang selalu saja tidak bisa diajak kompromi.
"Keluar atau gue marah sekarang juga."
"Ta-"
"Na, lo tahu kan gue paling suka sama orang yang bercanda di waktu yang nggak tepat?" Ujar Lukas yang membuat Hana pasrah. Daripada ia terus memancing kemarahan Lukas lebih baik Hana mengalah dengan pergi dari sini.
Dengan kepala yang tertunduk Hana keluar dari ruang OSIS. Mengundurkan diri terlebih dahulu dari rapat yang sedang berlangsung. Entahlah hari ini pikiran Hana terasa blank hingga yang ada diotaknya hanya berisi Lukas saja.
"Salah lagi deh gue. Emang ya, cewek itu selalu salah." Gerutu Hana sepanjang jalan.
"Kebalik kali, justru cowok yang selalu salah." Sahut seseorang yang tiba-tiba berada di sebelah Hana.
Hana mengangguk-anggukkan kepalanya. Ternyata Nova.
"Itu Undang-Undang dulu. Sekarang udah di amandemen." Jawab Hana yang membuat Nova terkekeh. Tangannya bergerak menepuk puncak kepala Hana.
"Kenapa sih? Lagi marahan sama doi?" Tebak Nova. Hana meresponnya dengan bibir mengerucut disertai anggukan kepalanya.
"Tiap hari 'kan Lukas selalu marah. Dia itu ibarat kucing garong yang nggak dapet ikan."
Lagi-lagi Nova tertawa merasa lucu dengan gadis di sebelahnya. Gadis yang selalu bisa membuat orang tersenyum. Siapapun pasti menyukainya. Ya, termasuk dirinya.
"Yang sabar aja. Cinta 'kan butuh perjuangan." Ujar Nova.
Hana mengangguk, ia menggusah napas kasar. "Iya bener. Tapi nggak gue terus yang berjuang. Berjuang sendiri itu nggak enak."
"Udah tahu nggak enak kenapa masih dilakukin?" Tanya Nova.
Hana mengedikkan bahunya, "Nggak tahu. Mungkin udah dari sononya gue ditakdirin buat berjuang sendirian. Nggak papa lah itung-itung jadi pahlawan."
"Pahlawan cinta maksud lo?"
"Pahlawan hatinya Lukas yang lebih tepat."
Nova menggeleng-gelengkan kepalanya. Setahun lebih Hana berjuang namun belum membuahkan hasil maksimal. Walaupun mereka berdua sudah terikat dalam suatu hubungan, tapi tetap saja Lukas belum menyerahkan hatinya untuk Hana.
"Gue heran sama manusia. Katanya nggak suka hal-hal yang berbau ribet, emang menurut mereka cinta itu nggak ribet?" Ujar Nova heran. Mereka yang berkata tidak suka dengan hal yang berbau ribet, malah saling menjalin cinta yang menurut Nova ribet.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALU(Completed)
Teen FictionIni menceritakan tentang kisah percintaan seorang gadis yang memiliki tingkat halusinasi tinggi. Dirinya percaya kalau halu yang tercipta akan berubah menjadi nyata. Perjuangan yang dirinya lakukan menjadi awal sebuah hubungan. Hana percaya kepada T...