Bab 7

39.3K 1.4K 16
                                    

Yura POV

Jansen benar-benar marah!

Aku tahu Jansen memang terkenal dengan sifat pemarahnya itu. Yang tidak kumengerti, apa sih yang buat dia semarah ini?

Percayalah, ini kali pertama aku menganggap kemarahannya serius. Selama ini ketika kami beradu pendapat, lelakiku itu hanya mendiamkanku. Tidak menegur, dan pura-pura aku tidak ada dirumahnya.

Lalu aku? Aku terpaksa menuruti kemauannya. Lalu pura-pura manja, memelukinya, menciuminya dan berakhir dengan percintaan panas.

Dan keesokan pagi, seperti keajaiban, dia kembali seperti Jansen yang kukenal. Yang tersenyum tipis-tipis, yang menggangu tidurku untuk bercinta, yang selalu mesum, dan keinginannya yang harus dituruti. Jansen yang menyebalkan.

Tapi itu lebih baik daripada sekarang. Jansen bukan cuma mendiamiku. Tapi juga memusuhi!

Bayangkan saja, pagi itu ketika dia marah, Jansen mandi dan berpakaian di kamar lain. Tidak menyentuh sarapannya, tidak membawa bekalnya, tidak menciumku, tidak mengirimkan pesan atau meneleponku sekalipun, dan pulang lewat dari tengah malam tanpa kabar.

Oke ini masih biasa.

Yang tidak biasa adalah, pria itu memindahkan semua barang-barangnya ke kamar lain!

Seorang Jansen yang katanya suka memelukku sebagai guling hidup rela pindah kamar. Dulu semarah-marahnya dia, tidak pernah sekalipun sampai tidur ditempat lain.

Kalau kami sedang bersinggungan, pria itu juga selalu menatap dengan mata memusuhi, bukan datar seperti biasa. Lah! Apa salahku ya Tuhan punya suami kok begini amat?

"Kamu tidak sarapan lagi?" aku menegur.

Dan lihat dia? Nyolonong aja keluar. Aku mendesah. Apa hari-hari seperti ini yang akan kujalani di sisa umur pernikahanku?

Tidak, aku tidak mau. Pernikahanku yang mungkin berumur singkat ini ingin kuingat sebagai kenangan indah. Agar aku dapat mengangkat kepalaku nantinya, dengan senyuman. Walau tanpa dia, Jansen. Aku tidak mau menyesal.

Untuk itu, walau aku tidak siap, aku akan mampir ke kantornya nanti. Ya aku tidak bekerja lagi disana. Bukan karna Jansen suami otoriter yang ingin mengurung istrinya. Aku hanya.. tidak berani menatap karyawan lainnya disana.

Kalian pasti mengerti maksudku. Jansen salah satu atasan. Dia tampan. Dan kehidupan pribadinya cukup sering menjadi bahan gosip para perempuan. Tentu saja Silvia juga masuk ke dalam pembicaraan. Karna perempuan itu cukup sering mampir ke kantor.

Rata-rata memuji keserasian mereka. Satu cantik, satu tampan. Tapi Jansen menikah denganku? Apa tanggapan mereka? Jelas menganggapku perempuan ketiga. Aku pasti perebut pacar orang. Dan Jansen pasti sudah gila karna mau-mau aja melepas perempuan cantik seperti Silvia. Lalu menggantinya denganku? Si perempuan biasa?

Seandainya mereka tahu.. aku tidak pernah menginginkan ini. Oh tidak benar. Aku menginginkannya. Tapi aku tidak pernah berusaha merebut Jansen. Aku tidak meminta pria itu menikahiku. Dan sebelum kami menikah, Jansen bertekad sekali membuangku, dan segera menikahi pujaan hatinya.

Aku tidak pernah berusaha. Percayalah.. tidak sekalipun aku berusaha memisahkan mereka. Aku bahkan sudah bertekad untuk keluar kota seandainya nanti akhirnya aku dipaksa keluar dari hidup Jansen.

Jansen yang memaksa. Mungkin ingin memberi Silvia pelajaran. Mungkin karna lelah meyakinkan wanita itu. Mungkin juga hanya karna marah pada Silvia mengenai sesuatu.

Entahlah ...

Kalau bisa protes, harusnya aku disini yang menjerit. Harusnya aku yang perlu dikasihani, diberi dukungan. Bukan dipandang hina. Dilecehkan melalui mata dan kata.

.

.

(30 Desember 2019)


Love Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang