Yura POV
Aku sedang duduk di ruang tunggu pasien, klinik tempat dokter Adel bekerja.
Jansen tadi minta izin untuk bertelepon. Penting katanya, urusan pekerjaan. Aku hanya mengiyakan dan duduk dengan tenang menunggu antrian, yang untungnya tidak terlalu panjang.
Karena jenuh, aku mengeluarkan ponsel, membuka aplikasi baca yang akhir-akhir ini cukup membuatku lupa diri. Aku terhanyut dalam bacaanku sebelum sebuah suara mengagetkanku.
"Yura?"
Aku mendongak dan melihat seorang wanita tengah berdiri dihadapanku. Ia sedang tersenyum, tampak bersahabat. Tapi aku malah merasakan sekujur tubuhku menegang. Wanita ini... Silvia.
"Lama tak bertemu, Yura."
Aku tersenyum canggung, "iya."
"Kamu mau periksa kandungan?" tanyanya ceria, mengambil tempat duduk disampingku.
Aku menatapnya sebentar, sebelum menggeleng pelan. "Kamu mau ketemu dokter Adel?" tanyaku.
"Iya, tapi sudah selesai. Baru aja keluar." Jawabnya cepat. Masih terlihat ceria.
"Kalian sedang program bayi ya?"
Aku meringis.
"Bukan. Mau kb."
Dia membulatkan mata, lalu mengangguk kecil. "Kamu belum mau punya anak? Kenapa? Bukannya kalian sudah menikah setahun?"
Aku tidak menjawab. Hanya tersenyum tipis. Rasanya... canggung sekali. Dan seolah tidak mengerti ketidaknyamananku, dia kembali mengoceh, "Jangan lama-lama Yura. Aku ingat Jansen dulu selalu menggebu-gebu kalau kami bicara tentang anak. Jansen itu selalu kepengen punya banyak anak. Apalagi anak cewek."
"Aku juga tahu." Pikirku muram.
Perempuan ini... sinis. Dia hanya sedang mengolokku. Senyum dan sikap ramahnya hanya tampilan luar.
"Jansen kemana?" tanyanya tak lama. Tampak tidak peduli sama sekali akan ketidaknyamananku. "Kemarin aku menelepon dia, tapi gak diangkat."
Pagi itu maksudnya?
"Apa dia masih marah? Maksudku sebelum kami putus, aku hanya sedang marah padanya. Trus berniat membuat dia cemburu dengan mencium dan menerima Nathan. Tapi kemudian aku mendengar kalian menikah." Hilang sudah mata ramah tadi, berganti dengan tuduhan yang aku tahu pasti kebenarannya. "Apa yang sebenarnya terjadi Yura? Kenapa Jansen yang selama kukenal tidak menyukaimu tiba-tiba menikah dengan kamu?"
Aku tercekat. Bingung. Dan tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan Silvia. "Kamu tanya saja langsung sama Jansen." Jawabku kemudian, berusaha menghilangkan getaran dalam suaraku. Pandanganku juga kembali pada ponsel. Mencoba mengabaikannya.
"Seandainya aku bisa." Lirihnya.
Aku melirik sebentar, "kenapa tidak bisa?"
"Aku tidak pernah diterima dalam kantornya. Tidak lagi. Dan tidak ada seorang pun yang bersedia memberikan alamat rumah Jansen. Bahkan Adel."
Rumah Jansen.
"Jansen ada disini sekarang." Kataku, mengabaikan ide bodoh untuk memberikan alamat 'rumah Jansen'.
Wanita itu tercekat, "Dimana?" tanyanya, kembali riang.
"Itu." Jawabku. Melihat ke arah belakang Silvia.
Jansen sedang melangkah ke arah kami dengan tenang. Matanya menangkap sosok Silvia. Hanya Silvia.
Aku ingin pergi.
.
.
(29 Januari 2020)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me (END)
RomanceEbook sudah tersedia di Google Play Book/Google Play Store. Aku mencintaimu seperti orang sakit jiwa. Memberikan segala yang aku punya. Segalanya tanpa sisa! Sekalipun harga diriku dikecilkan, aku tetap tak kuasa berpaling. Biarpun kau tak pernah me...