Bab 18

33.2K 1.3K 12
                                    


Yura POV

Jansen membawa mobilnya dengan kalap. Wajahnya keras. Tangannya kulihat memegang stir dengan terlalu kuat.

Aku hanya diam. Tidak berniat menanyakan penyebab kemarahannya kali ini.

Karena aku sudah tahu.

Aku mendengar semua tadi. Jansen dan Silvia tidak sadar kalau aku sudah duduk tidak jauh dari mereka.

"Sudah sampai." Katanya, ketika kami berada di depan rumah. Satpam telah membuka pagar rumah kami, tapi Jansen tidak juga menjalankan mobilnya masuk.

"Kamu mau pergi?"

"Hm. Hanya sebentar."

"Oke."

~~~

Aku meringkuk di atas tempat tidur, kedua tanganku memeluk lutut. Dan merasakan kembali sakit di hatiku. Tapi aku tak menangis. Aku teringat kembali kata-kata yang Silvia katakan.

Salah paham. Mereka salah paham. Karena ayah.

"Ayah. Kenapa ayah?" bisikku dalam hati. Ada takut menjalar. Teringat kejadian dulu.

Aku sedang menangis kala itu. Di rumah. Orangtuaku sedang pergi. Seharusnya tidak ada siapapun di rumah. Tapi ternyata ayah Josh sedang ada disana. Ayah Josh, ayah dari Jansen, kebetulan melihatku menangis.

"Hey, hey babygirl. Kenapa menangis?"

"A-ayah?" kataku terbata. Berusaha mengurangi laju air mata. Bangkit dari pembaringanku di sofa.

"Hm.." gumamnya tersenyum teduh. Berusaha menenangkan. Ayah Josh duduk di sebelahku. Aku dipeluknya. Punggungku ditepuk-tepuknya. Keningku dicium dengan kasih sayang. Ayah Josh adalah pria paling paling penyayang yang pernah ku kenal. Bahkan jauh tampak lebih sayang padaku daripada ayah kandungku sendiri.

"Jansen buat nakal sama kamu?" Tanya ayah, ketika isakanku telah hilang.

"Enggak kok ayah. Jansen gak nakal sama Yura."

"Lalu kenapa nangis, hm?"

Aku menggeleng saja. Bingung mengatakan alasan masuk akal. Karena pada dasarnya aku memang menangis karena Jansen. Karena Jansen pacaran dengan Silvia. Karena aku tahu bahwa kali ini Jansen serius dengan satu perempuan.

"Kamu suka kan sama anak laki-laki ayah yang bodoh itu?"

"Eh?"

Ayah Josh tertawa pelan. Kembali mengecup keningku sayang.

"Jadi ayo jawab jujur. Anak satu itu ngapain kamu? Biar nanti ayah hukum."

"Jansen gak ngapa-ngapain Yura kok ayah. Bener. Yura cuma .. cuma sedih karena Jansen pacaran sama perempuan di kampus."

"Oh?"

"Ayah janji ya jangan bilang-bilang ini sama Jansen. Sama ayah ibu Yura juga."

Ayah Josh mengangguk pelan.

Aku kira tangisan dan curhatan singkatku kala itu lewat begitu saja.

Oh Tuhan...

Setelah kuingat-kuingat, kejadian itu tepat 6 bulan setelah gosip Jansen dan Silvia pacaran menyeruak di kampus.

Tidak mungkin kan? Ayah gak mungkin kan ngelakuin itu hanya karena aku?

Selama ini aku berusaha untuk membahagiakan Jansen. Sesakit apapun sikapnya terhadapku, aku selalu menerima dengan ikhlas. Kukira dengan begitu ia akan berbahagia, walau sedikit, namun baru hari ini kutahu, akulah penyebab terbesar kehilangannya. Rasa sedihnya, dan putus asanya kala penolakan selalu ia terima ketika mencoba melamar wanita itu.

.

.

(05 Februari 2020)


Love Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang