HappyReading!!
Jam sudah menunjukkan pukul 19.20, tapi Felix tak henti-hentinya mengecek ponselnya menunggu seseorang menelpon atau sekedar membalas pesannya.
"Ck, nih anak emang suka bikin khawatir." gerutu Felix ditempatnya.
"Assalamualaikum." suara seorang gadis membuat Felix beranjak dari tempatnya, berniat menemui gadis itu.
"Lo itu dari mana aja sih?" tanya Felix membuat Alisa terkejut.
"Lo bukannya jawab salam gue malah marah-marah, kenapa sih?" tanya Alisa lalu menyimpan sepatunya di rak sepatu dekat pintu rumahnya.
"Ayah dari tadi nungguin lo, kayaknya dia pengen ngomong serius." jawab Felix dengan nada sedikit berbisik. Alisa sedikit meringis mendengar jawaban adiknya itu, ayahnya pasti akan memarahinya apa lagi penampilannya sekarang sudah acak-acakan akibat berkelahi sore tadi.
Tamat sudah riwayat gue.
"Ngapain lo masih di situ, cepet masuk!" geram Felix. Menoleh, menatap kakaknya.
Alisa berjalan, mengikuti Felix dari belakang. Sehingga orang-orang akan mengira bila Alisa bersembunyi di belakang Felix. Felix menghentikan langkahnya yang otomatis Alisa juga berhenti, saat melihat ayahnya sedang duduk di ruang keluarga sembari menikmati secangkir kopi.
"Dari mana saja kamu, Sa?" tanya William tanpa menoleh yang membuat kedua anaknya itu sedikit terkejut.
Tak ada jawaban, yang membuat ruangan itu hening. Sehingga suara sekecil apa pun dapat terdengar.
"Sudah 4 jam ayah menunggu kamu, kenapa baru pulang sekarang?" tanya William lagi nada pria itu terlihat santai tapi terdengar tegas dan menyeramkan di telinga Alisa. Jika sudah seperti ini, ayahnya pasti akan marah.
"Hari ini kamu tidur di luar, Alisa!" ujar William dengan nada yang tidak ingin di bantah.
"Tap..." Alisa hendak protes tapi ucapannya terpotong saat ayahnya itu menoleh, menatapnya dengan tatapan tajam yang mematikan.
Dengan lesu, Alisa berjalan keluar dari rumahnya. Felix yang melihat itu menjadi tidak tega, tapi tak ada yang bisa pria itu perbuat. Membantah ucapannya ayahnya, sama saja memasuki kandang singa. Di didik secara militer seperti ini, membuat Alisa menjadi pribadi yang keras. Mengingat bahwa kakeknya seorang agen FBI dan ayahnya seorang tentara yang mengabdi terhadap negara, semakin membuat Alisa jauh dari kata feminim.
Dengan malas, Alisa duduk di tangga teras rumahnya. Udara malam ini cukup dingin, Alisa menggosokkan kedua tangannya lalu meniupnya memberikan sedikit kehangatan bagi gadis itu.
"Bosan kalau kayak gini terus, mana ponsel gue pake mati segala lagi." gerutu Alisa tidak jelas, dewi fortuna sedang tidak berpihak padanya malam ini.
Perut gadis itu berbunyi, menandakan bahwa ia sedang kelaparan. Alisa membuka tasnya, lalu mengambil dompetnya. Gadis itu berniat pergi ke supermarket terdekat. Dengan sisa tenaga yang ia punya, Alisa beranjak dari sana meninggalkan tasnya yang tergeletak di atas lantai teras rumahnya.
Alisa berjalan di atas trotoar, lampu jalan yang sedikit remang-remang tak membuat nyali gadis itu menciut. Alisa bersenandung kecil, melangkah dengan santai hingga ia sampai di depan supermarket di depan kompleks rumahnya.
Dengan penampilan yang sangat jauh dari kata rapi, Alisa memasuki supermarket tersebut membuat sang kasir penjaga menatapnya tanpa berkedip. Rambut yang sedikit acak-acakan, kulit wajahnya yang terdapat luka gores dan lebam yang belum di obati sama sekali yang membuat darahnya mengering, serta seragam sekolah yang masih ia kenakan sudah sangat kusut dengan kancing baju yang sengaja ia lepas memperlihatkan kaos hitam polos yang sedang gadis itu kenakan. Sangat mirip dengan preman pasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alisa
Teen FictionTerkadang kita harus memilih untuk egois agar kita dapat bahagia -Alisa Charlotte- ***** Hidup tanpa seorang Ibu membuat Alisa menjadi gadis yang keras, di didik seorang Ayah dan satu saudara lelaki membuat Alisa menjadi gadis yang jauh dari kata f...