HappyReading!!
Gavin memijat pelipisnya pelan, kehadiran kakak laki-lakinya ini semakin membuat kepalanya pening.
"Lo ngapain di sini?" tanya Gavin nada pria itu tak ada kesan sopan sama sekali.
Pria yang berumur 19 menjelang 20 itu menatap Gavin sekilas. "Duduk." jawabnya logis.
"Mau lo apa, sih, Kak?"
"Mau gue?" pria itu menunjuk dirinya sendiri. "Banyak mau gue, ngak bakal bisa lo penuhi semua."
Gavin berdedis, kakaknya yang satu ini selalu bisa membuatnya naik pitam.
"Pergi lo!" usir Gavin tak ada kesan lembut-lembut disetiap katanya.
"Lo ngak liat di luar lagi hujan?" pria itu membalas dengan santai yang semakin membuat Gavin tersulut emosi.
"Lo naik mobil!"
"Ya terus kenapa kalau gue naik mobil?"
Gavin hampir saja melemparkan vas bunga yang ada di atas meja ke arah pria yang sedang duduk santai sembari menonton televisi itu, jika saja dia bukan kakaknya mungkin Gavin akan merealistiskan ucapannya.
"Mama nanyain lo." pria itu membuka suara setelah terjadi keheningan beberapa saat yang membuat Gavin menoleh menatapnya menaikkan sebelah alisnya bingung.
"Kenapa mama lo nanyain gue?" tanya Gavin dengan nada tak berdosanya.
Buk
Kunci mobil mendarat tepat di kening Gavin dengan sempurna menimbulkan bercak kemerahan di sana.
Gavin mengusap keningnya, menatap horor sang pelaku yang tak lain adalah kakaknya sendiri tetapi yang di tatap malah bersikap bodo amat seolah-olah ia tak melakukan apa-apa.
"Kenapa lo nimpuk gue?" tanya Gavin kesal.
"Lo di sekolah ngapain aja? Ini yang guru lo ajarin? Berlaku tidak sopan." tanya pria itu dengan nada rendah tapi mampu membuat Gavin membisu.
Pria itu mengecek ponselnya, ada satu buah pesan dari seseorang di sana yang menanyakan keberadaannya, hampir saja ia lupa akan janjinya hanya karena mengurus adiknya yang keras kepala.
"Jangan buat uang Papa terbuang sia-sia cuman buat nyekolahin lo, tapi sikap lo seperti tidak berpendidikan." setelah mengatakan itu pria yang berstatus kakak kandung Gavin melangkah pergi, keluar dari rumah itu.
Gavin menatap kepergian kakaknya, hujan di luar sudah reda tapi tak sepenuhnya hilang masih ada tetes demi tetes yang setia berjatuhan.
Pria itu tak memedulikan air hujan yang kini mulai mengenai seragam kantornya walau hanya beberapa tetes, ia membuka pintu mobilnya tapi sebelum ia benar-benar pergi ia menatap adiknya sebentar lalu melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah itu.
Gavin masih menatap tempat di mana kakaknya pergi hingga hilang di balik pembelokan. Pria itu menghembuskan napasnya gusar.
Apa ia harus berdamai dengan masa lalu dan menerima semua ini?
>_<
Dari jauh Emilia menyaksikan interaksi antara dua orang yang pernah ia temui sebelumnya.
Ia tak sengaja melihat mereka saat ia pulang dari toko buku dan hendak membeli minuman di cafe dekat toko tersebut, dan di sinilah dia sedang menyaksikan adegan yang membuat hatinya tersentil. Perasaan penyesalan itu kembali muncul dan semakin membuat ia sakit hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alisa
Teen FictionTerkadang kita harus memilih untuk egois agar kita dapat bahagia -Alisa Charlotte- ***** Hidup tanpa seorang Ibu membuat Alisa menjadi gadis yang keras, di didik seorang Ayah dan satu saudara lelaki membuat Alisa menjadi gadis yang jauh dari kata f...