Alisa || Chapter 21

311 13 2
                                    

HappyReading!!

Vano meletakkan laptopnya di nakas, pria itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Jam sudah menunjukkan pukul 23.55, tapi pria itu masih tak bisa memejamkan kedua matanya.

Bayangan kejadian siang tadi masih terus terbayang di kepalanya, berputar bak kaset rusak yang membuat kepala Vano sedikit pening.

"Emilia?"

Alisa semakin mengerutkan keningnya saat Vano menyebut nama yang terasa asing di telinganya.

"Em.. Arka." Alisa berdiri, memanggil Vano dengan sedikit canggung. Kenapa suasana menjadi akward seperti ini.

"Arka?" gadis yang bernama Emilia itu ikut bangkit saat Alisa memanggil Vano dengan sebutan Arka, nama belakang pria itu.

"Ayo pulang." Vano segera menarik lengan Alisa lembut yang membuat gadis itu sedikit terpelonjak kaget dengan pergerakan Vano yang tiba-tiba.

"Vano." dengan cepat Emilia menahan lengan kiri Vano saat pria itu hendak berjalan mendahuluinya.

Vano menepis lengan Emilia dengan pelan tak ingin menyakiti gadis itu.

"Gue sibuk, sorry."

Langkah Vano lagi-lagi terhenti saat Alisa hanya diam saja di tempatnya seraya memerhatikan pria itu.

"Sa, ayo kita pulang." ajak Vano dengan suara pelan entah kenapa tenggorokannya terasa tercekat, ia tak menyangka akan bertemu gadis itu di sini.

Sebaik mungkin ia harus mengendalikan emosinya.

"Kayaknya dia mau ngomong." gumam Alisa melirik Emilia sebentar.

Vano menutup kedua matanya pelan, lalu kembali menatap Alisa lembut.

"Aku ngak ada waktu."

"Aku?" dengan kompak Alisa dan Emilia menggumamkan kata yang sama.

Vano sedikit memberikan kode ke arah gadis itu. Entahlah, kode Vano yang kurang jelas atau Alisa yang memang tidak peka. Gadis itu malah mengerutkan keningnya bingung.

Vano menghembuskan napasnya pelan, melepaskan genggamannya di lengan Alisa.

"Lima menit." putus Vano akhirnya menatap ke arah Emilia.

Alisa sedikit mengembangkan senyumnya, lalu berjalan ke arah mobil Vano memberikan ruang bagi mereka untuk berbicara. Alisa tak ingin bertanya lebih lanjut, ia tau bahwa Vano juga punya privasi.

Vano sedikit menghembuskan napasnya pelan, menatap gadis berambut sebahu yang kini berdiri tepat di hadapannya.

"Hai, ngak nyangka kita bisa ketemu di sini." ujar Emilia dengan senyum canggungnya.

"Langsung inti." tutur Vano tak membalas ucapan gadis itu.

Emilia sedikit mengembangkan senyumnya. Tak banyak yang berubah dari Vano, pria itu masih sama. Hanya saja ia lebih tampan.

Emilia tertawa dalam hati, rasa penyesalan itu kembali hadir.

"Aku balik ke Indonesia buat nyari Kamu." Emilia tersenyum di akhir kalimatnya.

Vano tak menjawab, ia hanya memperhatikan wajah Emilia. Tak bisa Vano pungkiri bahwa ia juga merindukan gadis imut berambut sebahu ini.

Tapi mengingat cara gadis ini menolaknya, rasa kecewa lebih mendominan saat ini di banding rasa rindunya.

"Hanya itu?" tanya Vano datar melirik jam di tangannya sebentar.

"Em.. Kalau gue ngajak lo makan malam, lo mau?" tanya Emilia mengeratkan pegangannya pada buku-bukunya.

Vano memejamkan kedua matanya sebentar, lalu kembali menatap gadis ini. Vano tak bodoh, ia mengerti maksud ucapan gadis ini. "Gini, Li. Jujur gue juga kangen sama lo." Vano sengaja menggantung ucapannya, mendengar itu kedua sudut bibir Emilia mengembang dengan sempurna.

"Tapi, bukan berarti gue masih ada rasa sama lo."

Dengan sekejap, senyum yang tadi merekah sempurna kini luntur di gantikan dengan bibirnya yang menekuk ke bawah. Ada perasaan kecewa mendengar ucapan pria ini.

"Sorry, Li. Gue ngak ada waktu, gue duluan." setelah mengucapkan itu, Vano segera meninggalkan Emilia tak ingin menunggu jawaban dari gadis itu.

"Woy!"

Vano terpelonjak kaget, saat tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dengan keras di ikuti teriakan yang tepat berada di telinganya

"Ngapain lo di kamar gue?" tanya Vano sewot seraya mengusap telinganya pelan, yang hanya di balas wanita itu dengan mengedikkan bahunya acuh.

"Keluar lo." usir Vano tak ada kesan lembut-lembutnya sama sekali.

"Kenapa lo belum tidur? Mikirin jodoh?" Wia bertanya dengan santai.

"Yaelah, santai aja kali. Lo bakal nikah juga." lanjut wanita itu masih dengan raut santainya.

"Apaan, sih, lo." Vano masih berujar dengan nada sewotnya, kakak perempuannya yang satu ini memang tidak boleh di kasih hati.

"Lo itu kalau jadi adik yang sopan sama kakaknya."

"Ini kan ajaran dari lo juga." balas Vano tak mau kalah.

Wia berdesis, adiknya yang satu ini memang bermulut pedas. "Sialan lo."

"Lo itu kalau jadi kakak yang sopan sama adiknya." Vano membalas dengan mengikuti kata-kata dari kakaknya, membuat Wanita itu semakin menatap Vano sinis.

"Wia, gue mau nanya." panggil Vano setelah hening beberapa saat seraya menatap kakak perempuannya dengan raut muka serius. Wanita itu menoleh dengan tatapan garangnya.

"Apa lo bilang! mulut lo ngak pernah di sekolahin?" tanya Wia galak.

"Maaf, keseplosan." balas Vano tak merasa bersalah.

"Kak, Vano mau nanya." ulang Vano sengaja melembutkan suaranya.

Wia bergidik, memukul bahu adiknya dengan sedikit keras. "Ngak usah sok lembut juga lo, bikin gue merinding aja."

Vano menghembuskan napasnya kesal. kakaknya ini memang tukang protes. "Serius nih gue." Vano berujar dengan nada seriusnya.

"Apaan?" tanya Wia tak sabaran.

Pria itu tak langsung menjawab, ia tampak berpikir sebentar.

"Lo ngak KDRT kan sama kak Nando?" tanya Vano dengan raut seriusnya, pria itu bahkan mengubah posisinya agar bisa berhadapan dengan kakaknya.

Mendengar pertanyaan adiknya, air muka Wia seketika berubah.

"Kurang ajar lo, gue aduin lo sama papa." setelah mengucapkan kalimat dengan nada kesal itu, Wia keluar dari kamar Vano dengan membanting pintu kamar dengan kasar yang menimbulkan suara yang memekikkan telinga dan cukup membuat Vano sedikit terpelonjak kaget, tak lupa pukulan keras yang mendarat di kedua bahu adiknya itu sebagai salam perpisahan untuk malam ini.

Vano meledakkan tawanya, berhasil membuat kakaknya kesal adalah hobby-nya. Raut muka merah padam milik kakaknya itu berhasil menghancurkan humornya.

Setelah tawanya mereda, Vano mematikan lampu kamarnya, bersiap untuk mengistirahatkan otak dan tubuhnya. Pria itu jadi tak sabar mendengar pengaduan kakaknya besok.

*******

Haaaeeeee, aku update lagi. Alhamdulillah, ya. Maaf ya kalau ngaret. Gimana? Dapat feelnya?

Suka ngak sama part kali ini? Semoga suka, ya. Pertanyaan tentang Emilia sudah terjawabakan. Sukses terus yaa, dan jangan lupa vote dan kommen, oke? Sorry for typo and thanks for reading.

AlisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang