Malam telah tiba, pesta api unggun diadakan beberapa menit lagi. Semua berkumpul menjadi satu, duduk mengelilingi bongkahan kayu yang banyak itu.
Acara pensi akan dilakukan setelah pesta api unggun. Ada beberapa pertunjukkan kecil yang mengawali pesta malam ini. Sepuluh siswa yang terpilih akan membacakan dasa dharma didepan ratusan anak kelas sepuluh sambil membawa obor dan meletakkan obor tersebut di bongkahan kayu yang sudah dipersiapkan sejak tadi, agar menjadi satu dan mulai terbakar sendirinya.
Moza, Alana dan Kania. Mereka lebih memilih duduk didekat pohon yang tempatnya tidak terlalu jauh dengan api unggun. Lumayan jauh, namun mereka sengaja duduk disitu. Supaya bisa bercerita dengan bebas, tanpa perlu berbisik bisik.
"Gue pengen cerita sesuatu deh sama lo berdua." ujar Moza, memulai percakapan.
"Cerita apa, Za?" tanya mereka bergantian.
"Gue malu nih mau cerita, soalnya gue juga gangerti dia cuma baperin gue doang atau engga." jelasnya.
"Zaikal?" jawab Kania to the point.
"Iya."
"Kenapa dia ? udah berani macem macem sama lo, Za?" wajah keduanya berubah menjadi serius.
"Jangan bilang yang bikin lo celaka kemarin, Zaikal?"
"Jadi Zaikal yang bikin lo celaka kemarin ? wah bener bener minta dijitak ama Kania." ucap Alana.
"Awalnya dia asyik banget ngajakin gue ngomong sampe gue galiat jalan dan nginjek salah satu ranting pohon yanh lumayan lancip. Tapi kalian salah, salah besar malah." ujar Moza.
"Maksudnya?"
"Justru dia yang nolongin gue, waktu kaki gue luka kemarin. Dia yang cariin daun buat nutupin luka gue dan dia juga yang udah gendong gue kemarin."
"Zaikal ngelakuin itu semua, buat lo? serius, Za?!"
"Iya, berkat mulut dia pendarahan gue berhenti." jelasnya lagi.
"Mulut, maksud lo?"
"Lo dicium sama Zaikal?" Kania meninggikan nadanya.
"Heh enggaklah ! dia cuma pake mulutnya buat keluarin darah gue doang, biar ga keluar terus."
"Kirain, tapi kok Zaikal bisa se care itu sama lo?" tanya Alana.
"Heh tak tik dia buat baperin cewe tuh banyak, ga cuma satu dua doang." jelas Kania.
"Iya juga sih. Eh tapi menurut lo gimana, Za?"
"Gue gatau, makannya gue cerita sama kalian biar gue ga salah arah."
"Udah cuy, liat deh api unggunnya udah nyala." Alana mulai membuyarkan Moza dan Kania yang masih berkutat dengan pikirannya masing masing. Sejujurnya mereka tidak tahu bahwa daritadi ada yang memperhatikan, bahkan mendengarkan percakapan ketiganya.
Disela ketiganya ikut beryanyi bersama, Alana membisikkan sesuatu pada Kania. "Kan, makan yuk laper nih." ujar Alana.
"Kan tadi udah dikasi makan malam, dikasi snack juga. Masa iya lo masi laper?" jawab Kania tak percaya.
"Cepet ikutan atau gue makan sendiri." ancamnya.
"Emang lo bawa apa ? snack ? makan aja sendiri, gue diet." jawabnya.
"Sst, ntar Moza denger. Gue cuma bawa dua doang nih." sambil menunjukkan dua bungkus indomie kuah ayam bawang yang ia sembunyikan dibalik roknya sejak tadi.
"Kalo makan ya makan, cepetan buat mienya gih. Tenang gue udah kenyang kok gabakal minta." ujar Moza yang dijawab senyuman oleh Alana dan Kania.
"Udah sana, buru." usirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
M O Z A I K
Ficção Adolescente❝Kita itu bagaikan pecahan, Disatukan namun tak rekat.❞ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀ ⠀ ⠀ ོ ῾ ᵎ⌇ ⁺◦☁️✧. 2 0 - 0 2 - 2 0 2 0 #5 3 - in senang...